Download App

Chapter 3: Kopi Macchiato

Aku sudah cukup lama berkutat di hadapan komputer, entah Aku merasa tidak ada yang beres. ya! Kejadian tadi malam masih belum bisa Aku lupakan, bahkan Aku tidak tahu harus bersikap apa jika bertemu CEO nantinya. Maksud ku bertemu Valendo, Aku tidak bisa membayangkannya , Apakah Aku harus menyapa? tersenyum atau...

Ah! Aku menggaruk kepala frustasi "Kenapa tidak ku tolak saja!? Ucapku kesal.

"Apanya yang di tolak?" Tanya seseorang dari belakang, Aku terperanjat kaget. Aku tahu siapa Dia, suaranya terdengar familiar dan terdengar berat. Tidak salah lagi! tapi kenapa tiba-tiba Aku merasa aneh, bukankah kami bertemu baru tadi malam? kenapa Aku bisa mengenal suaranya?

"Tidak! bukan apa-apa" Jawabku sambil tersenyum canggung.

"Kamu mau menolak perintah CEO Mu?" Tanya Valendo dengan nada bicara yang santai, tapi matanya yang tajam tidak bisa lepas dari tatapan ku.

"Mungkin CEO salah dengar tadi" Jawabku ragu dan serba salah. Dia membuatku terlihat bodoh sekarang.

"Bodoh sekali, Aku berdiri di sini sudah lima menit yang lalu" Ucap CEO Valendo sambil tersenyum miring.

"Seharusnya Anda mengetuk pintu terlebih dahulu" Jawabku mulai geram. Apa tidak di ajari tata Krama? bukannya itu privasi?

"Aku tidak tahu cara mengetuk pintu" Jawab CEO Valendo tiba-tiba menatap ku tajam, sambil mendekatkan wajahnya. Memang tidak tahu diri CEO tua ini, Apa Dia tidak tahu kalau sekarang pikiran ku mulai bercabang. Kenapa Dia menatap ku sedekat ini ha?!

Aku terdiam, nafasku tertahan. Menatap wajahnya dari jauh saja sudah puas bagiku. Bahkan Aku tidak pernah berharap menatap wajahnya sedekat ini, apa Valendo Manusia? tidak mungkin ada manusia setampan ini. Apa mungkin Dia jatuh dari langit? sial! kenapa jantungku berdebar-debar? Ah Aku jadi malu.

"Aku hanya tahu cara membuka baju" Lanjut CEO Valendo sambil menarik wajahnya kembali sambil melonggarkan dasi yang menggantung di lehernya, mungkin Dia merasa tercekik dengan benda panjang itu.

Sekarang Aku sudah bisa bernapas normal, walaupun sedikit ngos-ngosan karena nafasku sempat tertahan tadi dan apa maksud perkataanya barusan. Apa yang Dia pikirkan? Ah cepatlah pergi Aku merasa terkurung sekarang.

"Kenapa wajahmu memerah?" Tanya CEO Valendo membuyarkan lamunanku.

"A-Apa!? Tidak!" Aku berusaha mengelak, sambil meletakkan kedua tangan ku ke pipi. Berusaha menutupi kedua pipi tembem ini.

"Kamu menyukai ku?" Lanjut CEO Valendo.

Aku terdiam, tidak tahu menjawab apa. Perasaan ku padanya bimbang. Baiklah, Aku memilih tidak menjawab pertanyaannya, bagiku menjawab pertanyaannya malah membuatnya semakin lama berdiam di ruang kerja ku.

"Hei, jawab pertanyaan ku!" Ucap CEO Valendo memiringkan kepalanya, tatapannya yang tajam bergerak liar. Aku masih diam, mungkin diam dan mengacuhkan Valendo akan lebih baik.

"Kenapa tiba-tiba Kamu tuli dan bisu?" Tanya Valendo tiba-tiba menarik kerah bajuku, Aku jelas tersentak kaget menyadari CEO Valendo yang sepertinya emosi. Matanya menatap tepat ke arah mataku, Aku terdiam lagi dan lagi. Aku larut dalam tatapan matanya yang berwarna cokelat caramel, tapi tetap saja terlihat tajam. Aku merasa ada satu ketenangan dari ratusan ketajaman dari bola matanya yang berwarna cokelat itu, Aku merasa ada sesuatu yang aneh, yah kenapa pintu ruang kerja ku terbuka?

"Permisi selamat pagi CEO" Ucap seorang perempuan berambut panjang dan berparas cantik, bibirnya yang tipus di polesi lipstik berwarna merah mencolok. Sangat berpadu dan terlihat sangat cocok untuk dirinya yang mempunyai wajah dan kulit putih bersih.

CEO Valendo melepaskan cengkraman tangannya dari kerah bajuku dengan kasar, lalu mengibas-ngibas kan tangannya. Mungkin penat, CEO berbalik sambil merapikan jasnya dan sekarang memasang wajah biasa.

"Beri tahu karyawan idiot ini untuk bekerja lebih baik" ucap CEO Valendo sambil berlalu dari ruangan.

"Baiklah CEO, tapi mungkin nanti. Ada rencana dadakan hari ini" Jawab Sekretaris itu, sambil melirik kearah ku lalu fokus pada CEO.

CEO Valendo mengangguk mengiyakan "Kita bicarakan di ruang rapat, dan kumpulkan orang-orang penting perusahaan"

"Baik CEO" Jawab Sekretaris sambil mengangguk hormat, tapi tetap saja Dia terlihat angkuh dan menjengkelkan. Walaupun Dia berparas cantik.

CEO Valendo melangkah cepat meninggalkan Sekretarisnya di belakang, biasanya Sekretarisnya langsung mengikuti langkah CEO-nya tapi kali ini tidak, Sekretaris ini berdiri di hadapan Ku. Dia menatap ku tajam lalu membuang muka dengan angkuhnya.

"Jangan membuat masalah dengan CEO, bekerjalah yang benar anak baru" Ucap Sekretaris itu memasang mimik wajah sok perhatian.

"Namaku Jinnie, kamu bisa panggil Aku dengan nama itu. Kurasa tidak patut Aku di panggil sebagai 'sekretaris'" Ucapnya sambil tersenyum miring, entah menyinggung ku karena Dia karyawan terbaik atau apa. Tapi yang jelas Jinnie menyombongkan posisinya sebagai seorang Sekretaris pribadi calon suamiku itu.

"Baiklah Aku punya banyak pekerjaan, selamat bekerja bawahan" Ucap Jinnie sambil berlalu, bola matanya jelas berputar. Ekspresi wajah nya jadi Aneh, sombong sekali Dia!

Tanpa menghiraukan perkataan Jinnie, Aku masuk kedalam ruang kerja ku. Dan tidak ambil pusing perkataan yang terdengar jelas menghina karyawan seperti ku. Aku berharap Jinnie turun jabatan, dan posisinya itu berpindah menjadi milikku. Ah apa?! Apa Aku gila? melihat wajah Valendo saja sudah membuatku frustasi apalagi harus menjadi sekretaris pribadinya. Aku rasa Aku akan mati konyol hidup berdampingan dengan CEO tua itu, Kalau begitu aku tarik ucapan ku.

°°°°°

Aku memperbaiki posisi duduk ku, Akhirnya tugasku selesai juga. Yah, dan Aku berharap tidak ada komentar pedas dari atasan. Aku menggeliat diatas kursi, lalu melakukan pemanasan kepala dan lengan. Leher dan lenganku terasa sangat penat, dan menurutku pekerjaan di depan komputer terlalu lama ini seperti mengejar penyiksaan terhadap mataku. Tapi mau bagaimana lagi? inilah pekerjaan yang sesungguhnya. Tidak ada pekerjaan yang tidak melelahkan, dan tidak ada yang tidak berisiko.

Aku menatap kearah jam dinding digital, benar ini sudah waktunya makan siang. Aku mematikan komputer dan bangkit berdiri. sebelum keluar ruangan, Aku memastikan bahwa Aku harus terlihat rapi sekarang, Aku sedikit bercermin menggunakan layar ponsel ku. Siapa tahu wajahku terlihat jelek sekarang, Ah lebih baik lagi Aku tambahkan lipstik peace biar wajahku terlihat segar. Setelah semua dirasa cukup, Aku membuka pintu ruangan. Dan Aku di kaget-kan dengan keberadaan Denada.

"Ha! " Sapanya riang. Seperti kemarin wajahnya cantik dan warna bibirnya tidak pernah berubah, Aku rasa Denada tidak pernah mengganti cara berdandannya. Tapi dandanannya memang sangat cocok dengan pribadi dan juga wajahnya, Ah Aku rasa Denada wanita sempurna. Dia sangat pintar, friendly, cantik dan humble. Ah benar-benar sempurna, tiba-tiba saja Aku insecure

padanya. Padahal Aku merasa, Aku juga cantik tapi kemungkinan besar akhlak kami jauh berbeda, dia lebih baik dariku.

"Mau makan siang apa hari ini?" Tanya ku pensaran pada Denada.

"Aku belum bisa memastikan, tapi lihat saja nanti" Jawab Denada sedikit canggung.

"Baiklah, kenapa Kamu terlihat canggung?" Tanyaku pada Denada.

"ini hari kedua kita bertemu, dan Aku takut Kamu merasa bosan berteman denganku" Jawab Denada sedikit menunduk, lalu tersenyum simpul.

"Tenanglah, Aku bukan tipe teman yang datang saat kamu naik helikopter dan pergi saat kamu naik mobil" Jawabku tenang, lalu menyentuh tangannya. Meyakinkan dirinya bahwa Aku tidak seperti itu.

"Semoga ucapan Mu benar-benar tulus, Aku pegang janjimu" Jawab Denada balas menyentuh tanganku dengan jari telunjuknya.

"By the way, Apa kita jadi ke cafe?" Tanya ku memecahkan kesunyian yang sempat menyita waktu.

"Ah iya, Aku sampai lupa. Ayo pergi sekarang" Jawab Denada sambil mengajak.

Aku dan Denada berjalan menuruni satu tangga menuju lift yang berada di lantai bawah, Tidak memakan waktu yang cukup lama. Aku dan Denada sudah berdiri di depan lift, Pintu lift terbuka. Denada masuk kedalam lebih dulu dan Aku mengikutinya dari belakang, Denada menekan tombol turun. Ah Aku tidak mengerti apa-apa kalau berbicara tentang lift.

"Kamu tahu? Aku tidak bisa menggunakan lift" Ucapku jujur, tepat saat lift mulai turun menuju lantai dasar.

"Apa? jangan membuat lelucon" Jawab Denada terheran-heran. Sangat jelas Dia menahan tawa.

"ini sungguhan, Aku tidak bercanda" Jawabku serius sambil menahan malu. "Aku ingin menertawakan diri sendiri" Lanjutku menahan tawa.

"Bagaimana bisa? kamu hidup dan berkembang di kota. Tapi tidak memahami lift?" Ucap Denada syok.

"Begitulah" Jawabku singkat sambil mengangkat bahu kiri.

"Bagaimana kalau Kamu ingin pergi tapi harus naik lift?" Tanya Denada, mimik wajahnya terlihat sangat penasaran.

Aku Diam sejenak, Aku ingin mengatakannya tapi Aku merasa malu. Ah katakan sajalah, Denada teman ku. Untuk Apa aku malu?

"Aku menunggu orang yang akan naik lift, dan Aku mengikutinya. Sangat mudah, tapi kadang agak lama" Jawabku sambil menahan malu, benar-benar malu. Bayangkan saja seseorang yang hidup di sebuah kota besar sejak Dia di lahir-kan hingga tumbuh menjadi dewasa, Tidak bisa menggunakan lift. Mengherankan bukan?

"Kamu manusia unik" Jawab Denada tersenyum.

"Jangan menghibur ku, tidak ada yang perlu di puji dari diriku" Jawabku canggung.

"Kamu punya semuanya Aesya, hanya saja kamu belum membangkitkan semangat Mu untuk menggalinya" jawaban dari Denada terdengar menasihati, dan Aku terkejut sekaligus kagum dengan perkataanya barusan. Pikiran Denada jauh lebih dewasa dari pada Aku, Aku memang tidak keliru menilainya.

Ting!...

"Kita sudah sampai" Ucap Denada membuyarkan lamunanku.

"Eh iya, tunggu Aku!" Panggil ku pada Denada yang sudah meninggalkan ku beberapa langkah. Aku berlari kecil mengejarnya.

°°°°°

Suasana cafe sangat ramai, tidak seperti hari-hari sebelumnya. Entah kenapa alasannya, tiba-tiba ada banyak sekali manusia-manusia pencari nafkah yang berkumpul di cafe. Biasanya mereka membawa jatah makan siangnya ke taman yang terletak tidak jauh dari cafe, tapi kali ini mereka duduk rapi pada tempatnya.

Aku mengambil noodle ku dan menambahkan beberapa sosis panjang dan nugget ayam sebagi teman makan. Sedangkan Denada, memilih menu jamur Enoki yang di masak pedas. Di atas jamur Enoki tersusun beberapa bilah sate ayam yang di goreng dengan tepung, tidak ketinggalan cabe keriting di atas satenya. Aku sedikit heran melihat porsi makannya, Dia makan lumayan banyak. Tapi yang kulihat berat badannya tidak pernah bertambah, Aku ingin seperti Dia. Tapi sayangnya Aku gampang gemuk, itulah kenapa Aku harus menjaga porsi makan ku. Ini tidak asyik.

"Denada"Panggil ku sambil menatap Denada yang sibuk menyantap makanannya.

"Em?" Sahutnya pelan.

"Bukankah hari ini kamu ingin memastikan tentang CEO? kejadian kemarin" Ucapku membuka percakapan. Aku berusaha berbicara se-pelan mungkin, takutnya terdengar kuping orang yang salah. Maka posisiku sebagai karyawan idiot terancam.

"Aku membatalkan rencana ku" Jawab Denada singkat. Ucapan Denada membuat ku kecewa, padahal Aku mengharapkan kepastian si CEO tua itu. Denada melap sisi bibirnya dengan tisu, Aku rasa Denada kepedasan. Dia terlihat berkeringat.

"Apa makanan itu pedas?" Tanya ku mengubah topik pembicaraan.

"Tentu saja, Apa kamu ingin mencobanya? ini enak sekali" tawar Denada.

"Tidak terima kasih, Aku tidak suka makanan pedas" Tolak ku sopan.

"Begitu, Oh iya katanya habis makan siang karyawan akan pulang. Dan beberapa akan tinggal lembur di kantor" Jawab Denada menjelaskan, padahal Aku tidak menanyakan apapun tentang pekerjaan.

"Benarkah? tahu dari siapa?" Tanyaku bingung, Denada bahkan tau setiap kegiatan di kantor. Aku jadi curiga, jabatan Dia yang sebenarnya juga ku pertanyakan. Sepertinya Dia bukan seorang karyawan biasa.

"Aku hanya mendengar rumor yang baru beredar di pagi hari" Jawab Denada, sesaat matanya menatap tajam kearah ku.

"Rumor apa?" Tanyaku penasaran. Tiba-tiba jantungku berdetak kencang, entah karena apa. Aku tidak mengerti lagi sekarang, Rumor? ya kata rumor membuat ku jadi tidak nyaman.

"Kalau hari ini pulang lebih awal. Sebentar lagi beberapa karyawan di suruh lembur dan sisanya pulang" Ucap Denada sambil melihat arlojinya, Dan ku rasa Denada sudah mengatakannya tadi.

"Baiklah Aku mengerti sekarang" jawabku menganggukkan kepala, lalu memilih menyantap hidangan makan siang ku.

°°°°°

Di sebuah ruangan yang luas dan rapi, CEO Valendo sibuk dengan urusannya. Kepalanya manggut-manggut dan satu tangannya di letakan di dagu, matanya yang berwarna coklat caramel menatap lembut ke layar komputer. Dia sedang berpikir keras, entah apa yang di pikiran.

"Valendo, Aku bawakan kopi Macchiato kesukaan Mu" Ucap seseorang dengan senyuman yang manis sambil menaruh segelas kopi Macchiato.

"Terimakasih Sekretaris ku tercinta" Balas Valendo sambil tersenyum lebar, Umurnya memang sudah tua. Tapi tetap kelihatan sangat muda, wajahnya mulus tanpa kumis atau jenggot sangat bersih. Wanita mana yang tidak menyukainya?

"Kamu hari ini ada rapat sayang" Ucap Jinnie, sembari duduk tepat di atas paha Valendo. Mengetahui pacarnya itu duduk manja di atas pahanya, CEO Valendo menghentikan kegiatannya. Dan memilih mematikan komputernya untuk sementara.

"Aku hampir lupa, Terima kasih sayang. Kamu Sekretaris sekaligus pacarku yang begitu perhatian" Jawab Valendo sambil tersenyum miring, tidak ada perubahan dari wajahnya. Tetap keras, dingin, dan seperti tidak melihat manusia. Maksudnya tatapan matanya tetap tajam.

"Kamu memang tidak salah pilih" Ucap Jinnie menanggapi, Seketika sunyi. Kedua belah mata Jinnie menatap dengan teliti kearah luar di balik kaca bening ber-tirai coklat kelabu.

"Kapan kita minum bersama? Aku ingin menikmati malam yang panjang bersama Mu" tanya Jinnie, tatapan matanya beralih tepat menabrak mata si CEO tua Valendo.

Valendo diam, entah apa yang di pikiran olehnya. Dia selalu diam seribu bahasa jika di tanya tentang ini, Apa karena Dia tidak suka minum? atau alasan lainnya? Tapi pada intinya Valendo selalu beralasan.

"Aku punya banyak urusan, lain kali saja" jawab Valendo tiba-tiba semakin bersikap dingin.

"Kamu selalu menolak ajakan ku, apa yang kamu pikirkan? Kita tidak akan melakukannya?" Sambar Jinnie mulai emosi, Wajahnya merah padam, matanya menatap tajam ke arah Valendo.

"Kita belum menikah" Jawab Valendo singkat.

"kalau begitu Ayo menikah!" Bentak Jinnie emosi, Tapi Valendo tetap saja bersikap biasa saja. Dia tetap santai dan menganggap seperti tidak ada masalah apapun.

"Kalau begini terus, sampai kapan kesabaran ku bertahan?!" Bentak Jinnie sambil pergi beranjak dari paha Valendo. Tubuhnya turun naik seirama dengan gerakan kakinya, suara gaduh high heelsnya bergaung di ruangan.

CEO Valendo menatap santai ke arah Jinnie yang semakin jauh darinya, Jinnie memang orang yang keras kepala, galak, juga suka memerintah. Dia rakus akan harta, Dan Valendo tau itu. Tapi untuk apa Dia menerima perjodohan dengan Aesya?

Valendo merapikan dasinya yang menggantung di lehernya yang jenjang, Valendo meluruskan kedua tangannya. Tidak ada cincin tunangan di jari tengahnya, Valendo menyalakan lagi komputernya dan jarinya mulai mengetikkan kalimat-kalimat penting.

°°°°°

"Kenapa Aku harus lembur? ah ini tidak adil!" Gerutu ku saat mendapati surat edaran dari email yang ku terima. Aku sangat iri melihat Denada pulang melambaikan tangan dengan senyuman kebebasan, Dan Aku malah menerima pesan Kematian. Maksud ku Bekerja sampai larut malam? Aku sangat takut di dalam ruangan sendirian. Ah Aku tidak beruntung sama sekali. Bagaimana mungkin, apa ini percobaan untuk karyawan baru? Ini tidak adil.

Aku membuka lalu menutup lagi setumpuk kertas dukomen, entah dukomen apa itu tapi ini membuatku semakin bad mood. Merevisi sebanyak ini? Ah jari-jari ku keriting. Aku menggaruk tengkuk yang tidak gatal, juga mengacak-acak rambut ku dengan geram. Aku butuh sesuatu yang segar, Baiklah Aku akan pergi ke cafe dan memesan segelas kopi Macchiato.

Aku bangkit dari tempat duduk, dan berjalan agak cepat menuju lift. Ah bagaiamana bisa? Aku tidak tahu cara menggunakan lift! Aku mulai gelisah, lalu menatap sekeliling. Ah Aku sangat beruntung! Seseorang keluar dari ruangannya, Baiklah Aku tidak boleh malu.

"Permisi, apa kamu ingin menggunakan lift" Tanyaku sedikit malu.

"Tentu, Aku ingin mengambil beberapa alat tulis di lantai dasar" Jawabnya sambil tersenyum lebar.

"kebetulan sekali, Aku juga. Mau pergi bersama?" Ucapku merasa senang.

"Bawabnya singkat, lalu berjalan dengan langkah anggun.

Aku berjalan tergesa-gesa mengikutinya dari belakang, Aku sangat bersyukur masih ada orang yang lewat sekaligus membantuku. Aku berpikir manusia seperti itu sudah tidak ada di dunia ini, karena sekarang semua orang bergantung pada smartphone mereka. Kalau melakukan apapun pasti di upload di sosial media, mengherankan bukan? hampir seluruh kegiatan di rekam dan di upload. Seperti tidak profesional saja.

Orang itu berhenti sejenak, lalu menunggu pintu Lift terbuka. Tidak memakan waktu yang lama, Orang itu masuk kedalam lift dan di ikuti oleh ku. Jari-jarinya mulai menekan tombol-tombol yang ada, dan dalam beberapa detik. Lift berjalan turun ke bawah. Aku bernapas lega, Akhirnya keinginan ku untuk menyantap kopi Macchiato ber-es batu terwujud. Aku dan orang ini tidak banyak bicara, Dia sibuk dengan Handphonenya. Dan aku hanya melihat-lihat ke arah tombol lift, mencoba memahaminya dengan baik. Beberapa menit menunggu, pintu Lift terbuka orang itu keluar lebih dulu dari ku. Dengan cepat Aku melangkah keluar lift, takut liftnya kembali berjalan ke atas. Mungkinkah?

°°°°°

Aku melangkah pelan sambil memegang segelas Kopi Macchiato dingin, sebentar lagi malam akan tiba. Dan anehnya Aku menginginkan sesuatu yang segar, Aku menatap sekeliling, suasananya sangat sepi. Aku berniat melangkah lebih cepat agar suasana sepi yang terkesan mencekam ini berubah menjadi dunia kerjaku lagi. Walaupun saat ini Aku benci keberadaan ku sebagai pekerja yang sedang lembur, tapi lebih baik di dalam ruangan kerja dari pada harus berkeliaran di ruang yang sangat sepi ini.

Karena tidak ada orang yang lewat dan menaiki lift, maka Aku terpaksa memilih berjalan kaki menaiki empat tangga sekaligus. Rasanya kakiku sangat pegal sekarang, baiklah Aku butuh istirahat.

Aku meletakkan secangkir kopi Macchiato ku tepat di anak tangga, dan Aku duduk sambil meluruskan kedua kakiku. Selang beberapa menit Aku beristirahat, Aku mengambil lagi kopi Macchiato ku lalu bangkit dari posisi dudukku. Aku melangkah kan kaki kiri ku dan

"Astaga Macchiato ku!" Ucap Ku panik sekaligus kecewa. Rupanya tanpa kusadari, seseorang mengatakan 'Macchiato ku' secara bersamaan.

"Gunakan matamu saat berjalan! jangan lihat ke bawah!" Ucapnya dingin dan datar. Suaranya familiar, Aku sudah tau siapa Dia.

"Kamu yang tidak lihat-lihat kalau ada orang di tangga" Jawabku sambil meringis kesakitan. Bagaimana tidak sakit, jelas-jelas Aku tertabrak dada Valendo yang keras seperti batu, Aku rasa itu bukan dada. Melainkan sebongkah batu besar dari neraka.

"Ganti Macchiato ku!" Ucap Valendo kasar.

"Kamu juga menumpahkan Macchiato ku!" Jawab Ku geram, lalu bersungkuk membersihkan lantai area tangga yang kotor.

"Hei! Apa yang kamu lakukan?" Tanya Valendo menyanggah ku.

"Aku ingin membersihkan lantainya!" Jawab ku dengan nada bicara yang tinggi.

"ckckck, ini bukan rumah. Jadi biarkan saja petugas kebersihan yang membersihkannya" Ucap Valendo menatap ke depan. Mendengar perkataan Valendo, Aku sedikit canggung dan tidak percaya. Apa Dia perhatian? atau tidak tega melihat ku mengepel lantai? Kenapa Aku berpikir seperti itu? bodoh sekali berharap hal itu pada manusia yang sikapnya seperti Es di kutub Utara.

Aku kembali ke posisi awal, lalu melangkah meninggalkannya pergi dari tempat ini.

"Tunggu!" Sergah Valendo, tangannya jelas memegang bahuku. Aku terperangah kaget, lalu mencoba bersikap biasa saja. Aku menarik napas pelan lalu menghembuskannya kasar.

"Apalagi? Tanyaku singkat tanpa berbalik.

"Buatkan Aku kopi Macchiato, ku hitung sampai tiga puluh detik. Satu, dua..." Ucap Valendo, tiba-tiba saja mematuhi perintahnya.

Aku pergi berlari ke arah cafe, lalu menghampiri alat pembuat kopi. Tidak lupa, menyiapkan bahan-bahan yang ku butuhkan. Termasuk biji kopinya. Tidak memakan waktu lama, tapi jelas Aku kebingungan cara membuatnya. Bagaimana mungkin Aku bisa? melihat alat peracik kopi saja baru kali ini.


CREATORS' THOUGHTS
An_Rye An_Rye

Maaf baru Update sekarang, karena Daring Author jadi jarang Up chapter. Jangan lupa kasih ulasannya :3 thanks buat yang masih stay nunggu chapter ini. See u Again

Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login