Download App

Chapter 19: 19. Flashback

"Kamu gak akan ninggalin aku kan, Vit?" Seorang gadis yang memakai kaos merah marun dipadukan dengan celana jeans panjang itu menatap kekasihnya dengan lekat, mengharapkan sang kekasih memberikan kepastian. Ya, kepastian bahwa ia tidak akan ditinggalkan.

Davit, pria yang ditatap dengan lekat itu justru menatap kekasihnya aneh, mengernyitkan keningnya tak percaya jika sang kekasih akan bertanya seperti ini.

"Aku?" tanya ulang Davit untuk meyakinkan. Pria dengan kemeja putih itu menunjukkan jari ke arahnya sendiri. Mendapati balasan anggukan oleh sang kekasih membuat Davit terkekeh geli. "Gak mungkin lah, kan kamu tau kalau misalnya aku gak akan pernah ninggalin kamu. Hubungan kita gak cuma sebulan dua bulan loh, Lyn. Hubungan kita udah dari awal semester. Dan kamu masih gak yakin ke aku?"

Yap, benar! Gadis dengan kaos merah marun itu adalah Evelyn. Evelyn Adelia Milly, gadis cantik yang dari awal semester sudah memiliki tambatan hati yakni Davit. Gadis cantik yang sering menjadi pusat perhatian kaum hawa di universitas tersebut karena penampilannya yang anggun dan elegan.

"Aku bakalan rugi kalau ninggalin kamu lah," imbuh Davit semakin membuat Evelyn tersipu malu.

Dengan suasana taman yang membuat mereka berdua tambah merasakan suasana romansa, Evelyn meraih punggung tangan Davit. "Aku harap kita bisa berdua selamanya sih, Vit. Aku harap kita bisa menikah, kita bisa tinggal bersama, kita bisa saling mencintai selama-lamanya."

Tangan kiri yang sedang memegang text book membuat Davit nampak kesusahan, pria itu pun langsung mendekati puncak kepala Evelyn dan mengecupnya singkat. "Itu pasti. Aku pasti akan selalu ada di samping kamu. Kita pasti akan selalu bersama, kita akan menikah. Sebentar lagi kita wisuda, Lyn. Kamu tenang aja."

Evelyn mengerjap, menyenderkan tubuhnya di bahu Davit lalu menatap ke atas, langit yang biru dengan cuaca yang cukup sejuk. "Kalau seandainya nanti kita gak berjodoh, apa yang mau kamu lakukan?" tanya Evelyn penasaran.

"Aku beli takdir buat kita berdua. Kita harus selalu bersama. Gak pernah aku seyakin ini selain ke kamu, gak pernah aku sepercaya ini selain ke kamu. Aku yakin kok kita akan berdua bersama." Dengan balasan ringan Davit menjawab lugas. Memang pria cerdas, bisa menjawab semua pertanyaan. Memang pria cerdas yang bisa langsung memutar otak saat ditanya pertanyaan demikian.

"Sembarangan aja deh kamu! Emang ada ya takdir supaya bisa menikah sama aku?" Evelyn menengadahkan wajahnya, menatap manik mata Davit yang selalu berkata jujur. Davit itu pria tampan yang mampu membuat Evelyn tergila-gila pada pandangan pertama. Pria tampan yang langsung mengajak Evelyn berpacaran saat masih di semester awal.

"Ada, harus ada dong. Apa sih yang gak ada buat kamu? Kalau emang gak ada yang jual takdir itu, aku akan bikin takdir itu sendiri buat kamu. As you wish. Semua yang kamu inginkan pasti akan aku lakukan."

Evelyn hanya bisa menggelengkan kepalanya, memang dasar Davit ini ada-ada saja. Untungnya Evelyn sudah terbiasa mendapatkan gombalan demikian.

"Makin ngaco ya kamu! Udah deh, ayo ke kantin! Aku udah laper banget."

Evelyn menarik tangan Davit, mengajak pria tampan yang di tangan kirinya terdapat text book itu ke kantin, menghabiskan waktu istirahat dengan baik sambil menikmati bagaimana indahnya jatuh cinta.

Sebuah tamparan yang keras tepat di tangan Evelyn membuat gadis itu merintih sakit. Merasakan tangannya memerah Evelyn langsung mengerjap seketika.

Astaga, apa yang Evelyn lakukan barusan, gadis itu baru saja membayangkan bagaimana kisah cintanya dengan Davit dulu. Evelyn baru saja mengkilas balikkan kisah cintanya sewaktu kuliah.

Lupakan Evelyn, lupakan. Davit hanyalah masa lalu, jangan terlalu larut kembali dengan pria itu, pria itu hanya akan menjadi suami kontrak, sudah itu saja, tak ada yang lebih dari mereka.

"Kamu ngelamun karena apa sih Evelyn? Dari tadi ibu panggil gak nyaut, ya udah ibu tampar aja tangan kamu."

Ya, memang seperti itu. Yang baru saja menampar tangan Evelyn memang sang ibu, Nyonya Gracia. Beliau yang bertanya pada anaknya tidak mendapatkan respon apapun, saat melihat anaknya itu melamun, Nyonya Gracia langsung menampar keras tangan anaknya. Sedikit kejam memang.

"Gapapa, Bu. Memangnya ibu tadi tampar kenapa? Ibu tadi tanya apa ke aku?" tanya Evelyn dengan kepala yang disandarkan ke sofa, tangan kanannya mulai memijit pelipis yang pusing.

"Ibu tadi tanya, kamu pagi-pagi gini tumben banget udah siap. Mau ke mana kamu? Kamu lupa kalau ibu udah gak ngebolehin kamu pergi? Kamu harus di rumah aja, Evelyn. Kan sebentar lagi kamu akan menikah. Kamu mau pernikahan kamu kenapa-kenapa karena gak nurutin aturan?"

Merotasikan bola matanya jengah saat mendengar ceramah sang ibu adalah salah satu kebiasaan Evelyn. Ditambah menutup salah satu telinganya. "Evelyn mau keluar sebentar, Bu. Cuma sebentar kok. Lagian kalau Evelyn gak keluar nanti temen-temen Evelyn curiga. Mereka pasti curiga kenapa Evelyn gak mau diajak, kenapa Evelyn gak pernah ngumpul lagi sama mereka, dan lainnya. Pokoknya Evelyn mau keluar titik. Ibu gak boleh larang Evelyn."

Ibu dan anak ini memang sama saja, sama-sama keras kepala, sama-sama tidak mau kalah. Semua keinginan harus sesuai, tidak ada bantahan, tidak ada pertentangan. Ya, benar! Kalau kata orang, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.

"Gak boleh! Enak aja ngomongnya! Kan ibu udah bilang kalau kamu harus tetap ada di rumah, gak boleh ke mana-mana. Pokoknya kamu harus di rumah aja. Kamu harus berdiam diri di rumah. Ibu gak mau pernikahan kamu kenapa-kenapa hanya karena kamu membantah ibu, ya."

"Bu! Pernikahan itu bukan masalah di rumah aja atau gimana, itu semua mitos. Pokoknya Evelyn mau pergi. Cuma sebentar kok, Evelyn janji. Gak akan sampai sore. Evelyn pergi dulu, ya. Bye, Ibu!"

Dengan langkah cepat Evelyn langsung pergi ke arah garasi mobil, gadis itu memasuki mobil putih miliknya dan langsung mempersiapkan diri untuk pergi jalan-jalan sebentar, ya sebentar saja.

Niatnya hari ini ia akan bertemu dengan Robert, setelah sekian lama akhirnya Robert bisa menemuinya juga, di kafe seperti biasa. Ya, ia berbohong ke ibunya hanya karena Robert. Robert memang membuat Evelyn tergila-gila bahkan rela melakukan apapun.

"On the way, Baby. Aku kangen banget sama kamu, Robert. Tenang aja, pokoknya kamu akan tetap ada di hatiku, gak akan tergantikan dengan siapapun, tak terkecuali Davit. Davit itu masa lalu yang memang akan tetap menjadi masa lalu. Setelah pernikahan kontrak ini selesai, aku akan menceraikan Davit dan aku akan meminta kepastian dengan kamu."

Evelyn menginjak gas mobil, melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan, Evelyn akan menemui kekasihnya. Seperti kebanyakan orang, Evelyn tentu saja akan senang bukan main.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C19
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login