Download App

Chapter 3: Bertemu Sang Kakek

"Jika kau memang keturunan Iblis bangkitlah... aku akan siap menjadi lawanmu kapan saja." Heihachi tega membuang melemparkan tubuh mungil putranya dari atas jurang cadas setinggi sepuluh meter lebih dengan mata membara berkaca-kaca...

Tubuh mungil bocah malang itu melayang deras jatuh dari ketinggian tebing terjal setinggi sepuluh meter lebih. Tak ayal tubuh Kazuya kecil yang sudah penuh luka terbanting-banting terkoyak-koyak membentur-bentur tajamnya cadas-cadas purba. Hingga wajah dan tubuh kecil malang itu berdarah-darah penuh luka sayatan.

Dan pada akhirnya, sebuah karang tajam meruncing membentur membelah dada Kazuya kecil, hingga ujung karang yang lancip itu meretak mematah tertimpa tubuh kecil Kazuya yang terjatuh saking derasnya. Membuat nganga luka besar tertoreh di dada Kazuya yang mungil sebelum tubuhnya menumbuk tanah dengan kerasnya terkapar bersimbah darah.

Sementara Heihachi menunduk ngeluyur pergi tak tega melihat tubuh putranya mati mengenaskan di dasar jurang. "Bocah itu tak mungkin selamat..." benaknya.

"Crows, Falcons..." itu adalah codename dari pasukan Tekken Force. "...bereskan semua kekacauan ini, tutupi ini semua dari mata publik..." perintah Heihachi dari sebuah ear piece yang diambil dari saku celananya...

"KAZUYA BANGUN!!" Teriakan keras misterius bernada kasar dengan suara berat membuat Kazuya kecil tersentak dengan mata membelalak.

Sebuah mata ketiga misterius membelalak merah terbuka dari dahi Kazuya merangsang aura ungu gelap memekat yang terasa hangat. Membuat tubuh Kazuya merasa nyaman. Menyembuhkan dengan cepat semua luka-luka yang mendera tubuh mungilnya secara ajaib.

Menyisakan parut dan bekas luka yang perlahan mengering menghiasi wajah dan sekujur tubuhnya. Bekas luka yang akan menyiksanya selamanya. Bekas luka yang mengingatkannya akan dendamnya, dendam kesumat kepada sang ayah, Heihachi Mishima.

Saat Kazuya tersadar sepenuhnya, mata ketiganya menutup dan raib sepenuhnya dari dahinya, begitu pun aura ungu gelap yang membuatnya nyaman. Menyisakan remuk redam menjalari setiap inci tubuhnya.

"Erhh... dimana aku...?" Kazuya meringis bangkit terduduk celingukan mencari petunjuk keberadaannya.

"Hah... bukankah itu Kuil Hon-Maru?" Mata Kazuya terbelalak begitu melihat Kuil Hon-Maru nun di ketinggian di puncak tebing. Dia terbengong-bengong begitu tersadar dia sudah berada di dasar jurang.

"Ini kan... argh kepalaku..." Kepala Kazuya terasa sakit begitu mengingat pertarungannya yang berdarah-darah dengan sang ayah sebelumnya. Sakit yang menusuk-nusuk menyiksa menjalar ke sum-sum tulang merambat meremas-remas mengoyak-ngoyak hati hingga membuat tubuh mungilnya menggigil, merangsang semua isi perut naik ke atas dada merambat ke tenggorok hingga akhirnya keluar membuncah muntah.

"Hoergkh... Aaarggg... Heihachiiiiii....!! Aku bersumpah akan membunuhmu dengan tanganku sendiri!! Manusia kejam!!" Mata merah Kazuya membara menatap nanar tajam penuh dendam. Dendam yang akan menyiksanya seumur hidup. Dendam yang menjadi kebencian. Menjadi jalan yang penuh kegelapan.

Kazuya kecil bangkit tertatih melangkah meninggalkan tempat itu dengan tubuh yang penuh parut dan luka yang tidak lagi dipedulikannya. Matanya menatap tajam penuh kebencian menuju Kuil Hon-Maru.

"Aku harus bertahan.... Aku harus bertahan...." dibahan bakari dendam yang membara menyala-nyala atau mungkin karena darah Iblisnya Kazuya akhirnya tiba tepat lima meter di bawah Kuil Hon-Maru, setelah dua hari melangkah tanpa makan dan minum. Tanpa mempedulikan luka-luka--yang meskipun telah menyembuh tapi belum masih mengering benar--masih terasa amat perih dan menyakitkan mendera sekujur tubuh bocah sekecil itu.

"Ahh gua... aku tak pernah tahu kalau ada gua di sekitar sini..." Kazuya meringis terduduk menyandar di dinding mulut gua yang berdebu penuh sarang laba-laba. Beristirahat sejenak menghemat napas dan tenaga.

'~Kriuuuttt~' Suara perut Kazuya begitu keras menggema memantul-mantul merambat menuju kedalaman gua nan pekat menggulita mengganggu kelelawar-kelelawar dan hewan nocturnal lain yang mencari mangsa.

"Eewhh... laper banget..." lagi-lagi suara kecil Kazuya memantul-mantul menggema menembus kegelapan gua, yang kali ini membuat kelelawar-kelelawar bercicit-cicit gelisah beterbangan keluar gua.

"Apa kelelawar..." Kazuya memegangi perutnya yang perih kelaparan tersenyum menyaksikan keindahan ribuan kelelawar beterbangan keluar gua di bawah sinar purnama.

"Kazuya... kaukah itu, nak...?!"

Kazuya terperanjat mendengar gema suara yang tak asing di telinganya. "Kakek... Andakah itu....?!"

"Ya ini Kakek, sayangku..."

"Mustahil! Kakek sudah... sudah..."

"Sudah meninggal... itu yang mereka bilang. Yang ayahmu bilang...." suara beratnya yang terdengar lugas dan tegas menandakan personanya yang juga tegas dan keras, persona khas yang dimiliki setiap anggota keluarga Mishima.

Kazuya tampak kebingungan mencerna apa yang didengarnya. Mana mungkin orang yang sudah meninggal setahun yang lalu bisa berada di tempat seperti ini. Di dalam gua pengap dan gelap seperti ini. Pikirnya. "Bisa... bisa saja Anda hantunya. Atau... atau cuma khayalan saya saja."

"Hantu.... huahahah... kau pikir aku ini hantu? Hahahaha... lucu sekali, Cucuku. Lucu sekali... hahahaha...!!" Tawanya menggema renyah dalam kegelapan.

"Kakek dikurung disini, di bawah Kuil Hon-Maru ini. Karena Kakek telah dianggap mengganggu ambisi gila ayahmu. Ambisi untuk mendominasi dunia dengan kekuatan militer dan persenjataan tercanggih abad ini... ahh sudahlah tentunya kau takkan mengerti." Dengan suara yang lantang dan tegas sang kakek, Jinpachi Mishima yang dikira publik meninggal setahun yang lalu menjelaskan secara singkat kenapa dia bisa dikurung di tempat pengap menyedihkan ini.

"Tunggu, tunggu... Kakek bilang ini tempat ini berada di bawah Kuil Hon-Maru...?"

"Ya itu benar Kuil Hon-Maru dibangun di atas sebuah penjara bawah tanah kuno peninggalan era Tokugawa..." jelas Jinpachi.

"Untuk menenangkan arwah para tahanan, maka dibangunlah kuil Buddha di atasnya. Tak kusangka penjara ini justru akan memgurungku sendiri. Hehehe mengurung pembuatnya... ironis kan Kazuya." Sambung Jinpachi.

"Ya memang ironis..." Kazuya menatap mantap dalam gulita yang memekat. Memberanikan diri melangkah menembus pekatnya kegelapan gua tanpa cahaya sedikit pun.

Meskipun harus berjalan tertatih dan meraba-raba dinding-dinding gua yang berlumut penuh debu dan sarang laba-laba dalam kegelapan buta. Kazuya kecil melangkah lebih dalam ke kedalaman gua nan gulita, tak peduli hantu atau makhluk apapun yang ditemuinya. Pandangan mata tajam nanar memerah dipenuhi kebencian dan dendam membutakan segalanya. Bahkan melebihi gelap yang membutakannya saat ini.

Mendengar gema langkah-langkah tertatih Kazuya, sang kakek berkata; "Kazuya mau apa kau melangkah kemari..."

"Saya mau menyelamatkan Kakek..." Kazuya kecil terus melangkah dalam gelap menuju kedalaman perut gua sembari mengobrol terus dengan sang kakek.

"Jangan kesini Kazuya, percuma. Cari bantuan, panggil Ibumu..."

"Itu juga percuma, Kakek. Ibu sudah meninggal... dibunuh Ayah..." langkah Kazuya berhenti sejenak berkata dengan nada suram. Dan melanjutkan lagi perjalanannya.

"APA?! Kurang ajar!!" Jinpachi tak dapat menahan keterkejutannya. "Ambisi dan keserakahan benar-benar telah membutakan hati rupanya..."

"Kakek dimana anda, Kakek..." tak berapa lama Kazuya telah sampai, tangan kecilnya berhasil meraih memegang meraba-raba jeruji-jeruji besi penjara yang dingin. Hanya karena kegelapan yang pekat Kazuya tak bisa melihat apapun...

"Kakek disini, Kazuya...."

*******


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login