Download App

Chapter 8: Kemana perginya seluruh penduduk desa?

Aku berjalan mondar-mandir di depan rumah, sembari melihat ke ujung jalan, berharap ibu muncul dari sana. Namun, ibu tidak juga muncul. Aku menggigit bibir gelisah, waktu di ponselku menunjukan pukul lima sore, yang artinya sore akan berganti menjadi sorop atau petang.

Tiba-tiba pandanganku melihat segerombolan warga yang menggunakan busana muslim sedang berjalan. Aku langsung masuk ke dalam rumah dan mengintip melalui celah dinding kayu. Depan rumah ada pekarangan yang di tanami pohon pisang dengan jarak yang tidak terlalu berdempetan sehingga bisa melihat jalan dengan cukup jelas.

Aneh. Wajah mereka pucat tanpa ekspresi. Fisik mereka nyaris transparan diterpa cahaya senja yang tersisa. Entah halusinasi atau apa, dengan bola mataku sendiri, aku melihat kaki mereka tidak menginjakan kaki di tanah.

Tubuhku mematung dengan mata yang terus tertuju ke arah mereka yang tiba-tiba hilang di ujung jalan. Baru aku bisa mengatur nafasku yang terengah-engah. Aku menoleh ke arah belakang, seperti ada yang melintas, batinku. Aku meneguk ludah sembari melihat nanar ke penjuru rumah.

Enggak! Ini pasti ada yang tidak beres! aku harus pergi dari sini! Batinku berteriak.

Lantas, aku langsung berlari ke kamar untuk mengambil tas dan kunci mobil. Buru-buru melangkah ke depan dan masuk ke dalam mobil. Sempat beberapa kali aku salah memasukan kunci mobil karena saking paniknya, namun akhirnya deru suara mobil terdengar ketika aku berhasil memutar kunci dan menstaternya. Tidak menunggu waktu lebih lama, aku langsung tancap gas dari rumah itu.

Mobil membelah jalan pedesaan dengan kecepatan tinggi. Sengaja aku mempercepat laju mobilku tanpa menoleh kanan kiri. Aku tidak mau ada sesuatu yang menakutkan yang menampakan diri di waktu sorop ini, waktu yang konon adalah bertukarnya waktu bagi para demit untuk berkeliaran.

Apalagi menoleh ke belakang adalah hal yang sangat pantang. makanya aku sangat menghindari untuk melihat ke spion pada saat itu. Perasaanku tidak bisa berbohong, Mereka sedang mengejarku!

Apa yang sebenernya terjadi dengan desa ini? kenapa desa ini begitu menyeramkan?

Akhirnya sampai juga di jalan raya. Terlihat sudah banyak kendaraan yang kebanyakan bertolak dari pusat kota. Kota kecil namun dengan kepadatan jalan raya yang tidak bisa dianggap enteng, Apalagi hari menjelang magrib seperti ini, waktunya para pekerja pulang.

Walaupun begitu, hati ini belum jua tenang. Maka aku terus melajukan kendaraanku sejauh mungkin dan mencari tempat yang aman. ya, setidaknya jauh dari kejaran pada demit sialan itu.

Sampailah di satu cafe yang terletak di dekat alun-alun. Aku langsung membelokkan mobil untuk parkir di tepi jalan. Aku terdiam sejenak, berusaha menata hati yang berantakan karena kejadian mistis tadi. Menarik nafas dalam dan menghembuskannya pelan-pelan, sampai-sampai tukang parkir menatapku aneh dari jendela mobilku yang terbuka.

Turun dari mobil, senyumku merekah tatkala memandang bangunan utamanya terbuat dari bambu yang tersusun rapi, desainnya sengaja dibuat lapang membuat pengunjung leluasa untuk memilih tempat duduk. Sepertinya cafe ini dibangun selama aku hijrah di surabaya, karena baru pertama kali aku melihatnya.

Baru aku ingat beberapa hari ini aku tidak berkutat dengan internet gara-gara tidak ada sinyal di desa. Di sini, aku bisa menenangkan diri sekaligus internetan sepuasnya, batinku kegirangan.

Aku pun langsung mencari tempat duduk yang paling pojok. Tidak berapa lama, seorang waiter datang dan mencatat pesananku. Tidak lupa aku menanyakan ID dan password wifi. aku membuang pandangan ke jalanan. Terlihat banyak kendaraan yang di dominasi oleh sepeda motor itu melaju satu arah memutari alun-alun. Tepatnya tidak banyak berubah. Hanya terlihat spot-spot yang baru dibangun, dan pengunjung yang meramaikan area alun-alun sore itu. Sungguh suasana yang ngangeni.

Setelah terhubung dengan wifi, ponselku berbunyi bertalu-talu. Notifikasi dari beberapa akun sosial media sontak menghujami. Aku tercenung sesaat ketika melihat seratus panggilan tidak terjawab dan chatting Dari Mas Angga.

[Sayang, kamu kenapa? Mas khawatir. Balas segera jika hpmu sudah aktif]

Darahku berdesir. Pasti Mas Angga sangat rindu denganku. aku pun juga merasakan hal yang sama. ternyata dua hari ini dia sedang gencar menghubungiku. Rindu bercampur khawatir. Aku tahu apa yang dia rasakan. Bagaimana tidak! Dua hari tanpa memberi kabar apalagi ponselku yang tidak bisa dihubungi, Pasti Mas Angga berpikir macam-macam.

Sebuah panggilan masuk. Dari mas Angga. Pucuk dicinta, ulam pun tiba. seketika aku langsung menggeser tombol hijau ke atas.

"Halo Mas." Seruku. Namun aku di buat tercenung ketika melihat mas Angga yang tanpa menggunakan busana sama sekali. seketika aku langsung mengarahkan ponsel di bawah meja.

"Mas kok telanjang bulat sih!" bisikku setengah menunduk. Diluar dugaan dia hanya terkekeh.

"Tapi kamu suka kan?" godanya yang entah kenapa membuat debaran aneh di jantungku.

"Kamu dari mana saja sayang? Dua hari aku hubungin kamu, tapi nomormu selalu tidak aktif." Ujarnya seolah menohokku.

"Maaf Mas, Dua hari ini aku liburan ke rumah temen di lumajang. Mas tahu sendiri kan jarang ada sinyal di pegunungan." Kilahku setelah berpikir keras untuk memberikan alasan yang masuk akal.

"Oh gitu, lain kali kabarin mas dulu ya, biar mas enggak khawatir." Ujarnya lembut yang membuat hatiku meleleh.

"Iya Mas." Jawabku singkat.

Di layar ponsel itu aku melihat suamiku sedang mengurut batangnya yang sudah mengembang dan berurat. Tubuhnya yang putih dan kekar itu tampak mengkilap seperti berkeringat. Dia terdiam namun tatapannya berbicara banyak. Dia adalah pria dengan hasrat yang menggebu-gebu di usianya. Dan aku sebagai istrinya, sangat memahami hal itu.

"Sayang Mas Kangen."

Angga semakin cepat mengurut batang kemaluannya yang tidak terlalu besar. Dia tidak malu-malu lagi karena berada di dalam ruangan kabin (kamar) sendirian. sehingga dia bebas untuk mengekspresikan hasratnya, meski hanya melalui video call.

Sejujurnya aku kasihan melihat Suamiku yang lagi ingin tapi terkendala jarak yang cukup jauh. Seandainya kalau dekat, aku ingin sekali membantunya menuntaskan hasratnya.

Entah kenapa tiba-tiba, aku merasakan sesuatu yang keluar dari liang senggamaku. Sontak kedua pahaku saling bergesekan, merasakan sensasi yang tiada terkira. Nikmat sekali. kemudian aku tersadar, ini bukan hanya hasrat suamiku yang di tuntaskan tetapi hasratku juga!

"Sayang." Panggil suamiku. Dia terkekeh melihat ekspresiku yang sedang menahan nafsu. Rupanya dia berhasil membobol pertahananku. Aku berdehem sejenak, berusaha menguasai diri. Ini adalah tempat umum. Jangan sampai seisi cafe memandangku aneh, bisa-bisa aku malu sampai ke ubun-ubun.

Aku mengambil kotak kecil yang berisi earbud dan memasangnya di telinga. setelah menghubungakn dengan bluetooth, aku bisa mendengarkan suaranya lebih jelas.

depannya

"Dina masih diluar ini mas." Bisikku setengah mendesah. Kini, aku bisa mendengar deru nafasnya yang seolah selesai lari maraton.

"Sayang Mas sekarang istirahat dua jam. Sudah tidak ada waktu lagi. Ayolah, liatin Mas Aja. Mas lagi pengen nih."

Aku hanya terdiam, melihat aksinya dari layar video call itu. Di benakku, aku berfikir apakah sampai segitunya menuntaskan hasrat bagi pasangan yang LDR? Terlihat ganjil sekali untuk pasangan yang sudah sah melakukan video call semacam ini. Tapi jauh lebih baik, dari pada dia selingkuh dengan wanita lain di dermaga bukan?

Bersambung

note:

seru gak ceritanya? jangan lupa komen ya?


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C8
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login