Download App

Chapter 2: Dunia yang Penuh Sengketa

Tahun tiga ribu tiga ratus tiga puluh tiga alias 3333 nomor yang cantik ya, tepat lima puluh tahun pasca berakhirnya perang dunia ke III, atau bagi yang nggak ngerti nih tulisannya "perang dunia ke 3", yang diakhiri dengan meletusnya perang nuklir super dahsyat.

N-U-K-L-I-R, ya nuklir nggak salah, bom atom. Bom pemusnah massal yang terbuat dari partikel-partikel terkecil di bumi yang dapat memusnahkan peradaban itu berseliweran meluncur dari belahan bumi satu ke belahan bumi lainnya layaknya kawanan burung bermigrasi saja.

Iran mengebom Amerika, Amerika mengebom China, China mengebom Eropa, Inggris mengebom Kuba, Italia, Italia mengebom Israel, Israel mengebom Korea Utara, Korea Utara mengebom Korea Selatan,

Kepulauan Jepang hangus nggak bersisa. Akibatnya hilangkan film-film "bokep" berkualitas. Si sexy Miyabi dan yang lainnya udah pada koit, alias metong. Mungkin itulah karma Huaaahaahaa.

"Loh loh kok jadi ngomongin itu, sorry sorry salah chanel cuy. Heheh..."

Pokoknya dunia hancur luluh lantak, ekonomi ambruk, pengangguran merajalela, nilai mata uang ambyar, kemiskinan dan kelaparan terjadi dimana-mana. Resesi ekonomi terburuk sepanjang masa melanda seantero dunia. Nggak ada lagi negara adidaya, yang ada cuma adik kecil eh salah! Semuanya hancur berantakan ambyar seambyar-ambyarnya akibat keserakahan dan ambisi mereka sendiri. Nggak ada yang kalah atau menang dalam perang, yang ada cuma kehancuran dan kesengsaraan. Kalah jadi abu menang jadi arang...

"Sok bijak ya gue heheh..." kata Yayat Sukaryat manusia jangkung yang bisa dikatakan paling berotak di antara dua sahabatnya Jarwo dan Jimbron, yang tergabung dalam geng 'Trio Kecoa Tangguh'. Kayak nama pelawak jadul ya. Tak pernah lepas dari topi koboi lusuh yang menjadi ciri khasnya.

"Kasian ya jadi sedih." Jimbron Ohana seorang gempal yang macho dengan brewok tebal yang selalu terpangkas rapi menghiasi pipi dan dagunya nan bulat. Dia selalu membawa sisir saku kemana-mana untuk sesekali merapikan brewok kesayangannya. Hingga orang-orang menjulukinya sebagai 'Jimbron Brewok'. Meskipun tampak sangar hatinya yang lembut akan langsung ambyar jika didongengi dengan cerita-cerita sedih, seperti sekarang ini.

"Iya yahh sedih banget." Lain lagi Jarwo bin Jaelani inilah tokoh utama kita 'Sang Jago Kentut'. Pemuda urakan tengil dengan kumis baplang dan rambut gondrong agak gimbal nan bau yang menurutnya keren itu. Tak pernah ataupun diurus disisir.

"Makin gimbal justru makin keren." Katanya sewaktu ketika. Padahal tampangnya tampak lecek dan kumel kayak orang setengah sinting. Namun ia tetap cuek bebek percaya diri saat orang-orang mengatainya seperti itu.

"Well anyway, kita masih bisa makan kenyang dan minum kopi dengan harga miring disini aja udah untung, gak seperti yang terjadi di belahan dunia lain sana yang mungkin masih dilanda kelaparan." Yayat Sukaryat menyeruput cangkir kopi yang sudah tinggal setengah sampai habis.

Mereka bertiga duduk santai dalam satu meja bundar di sebuah Kedai Kopi yang cuma berupa bilik bambu sederhana.

Ya, nggak semua negara bisa bangkit dalam waktu 50 tahun pasca berakhirnya perang dunia yang yang berkepanjangan. Banyak negara yang ambruk dan terpuruk cuma beberapa negara yang sanggup bangkit dan bertahan pasca meletusnya perang nuklir yang membumihanguskan dunia.

Bumi menggersang akibat radiasi yang tak terkendali, pepohonan tak dapat tumbuh lagi, jutaan manusia terbunuh sia-sia, manusia terpuruk hampir punah hanya meninggalkan seperempat populasi saja, itupun separuhnya tewas lantaran kelaparan sungguh sungguh menyedihkan.

Untunglah orang-orang jenius di negara ini dapat mengembangkan jenis-jenis tanaman holtikultura baru yang dapat beradaptasi dengan iklim dunia yang baru, iklim dunia yang kering penuh radiasi.

Perlahan-lahan Negara Republik Rahayu ini bangkit dari keterpurukan kota-kota kecil mulai tumbuh, peradaban baru mulai terbentuk menjamur di segala penjuru negeri.

Salah satunya Kota Sarkas ini, kota terpadat di negara ini. Bayangkan kota yang luasnya hampir 778 km persegi dihuni lebih dari 8 juta penduduk, kebayang kan betapa sesaknya kota ini.

Bisa dimaklumi kota ini seperti oase bagi seluruh umat manusia, menjadi harapan terakhir bagi seluruh penduduk bumi yang mendamba udara bersih tanpa radiasi, sekaligus mencari akan nasib yang lebih baik.

Akibatnya berbagai ras dan golongan tumpah ruah disini, semua berbaur menjadi satu laksana gado-gado pedas bumbu kacang, yang apabila dicicip sesuap saja akan menimbulkan peperangan di dalam mulut.

Untuk menanggulangi masalah ini para aparat tak segan-segan memilih menggunakan cara-cara yang represif, arogan sewenang-wenang menempuh jalan kekerasan atas nama hukum, bahkan tak jarang mereka tega membunuh hanya untuk kepuasan pribadinya sendiri. Mengakibatkan masyarakat takut jika berurusan dengan mereka, acuh tanpa peduli atau malah tak berani menginterupsi para aparat yang tengah melakukan penindasan.

Tak ada keadilan, tak ada kebenaran. Hukum rimba berlaku di dunia yang kejam, survival of the fittest yang menang adalah yang terkuat...

"Berapa semuanya Pok?" Jarwo meminta bill pembayaran dari Pok Baedah pemilik kedai kopi sederhana tempat mereka nongkrong pagi ini.

"Lagak lu kayak gableg duit aja." Pok Baedah, tipikal mpok-mpok cerewet yang suka nyerocos. "Semuanya jadi... 20 juta hahahah." Ketawanya terdengar begitu nggak enak begitu dibuat-buat.

"Ah yang bener mahal amat." Sahut Trio Kecoa terkejut bersamaan.

"Puas amat ketawanya..." Jarwo tersenyum-senyum tengil menyaksikan tawa yang dibuat-buat Pok Baedah.

"Itu sekalian ama utang-utang lu lu pade." Pok Baedah melotot berakting marah menunjuk-nunjuk mereka bertiga kayak lagi dimarahi ibu mereka sendiri.

"Yang bener!? Perasaan enggak sebanyak itu deh, ya kan?" Jarwo tersenyum menengok mengerlingkan mata ke arah teman-temannya.

"Iya tuh bener."

"Bener banget." Yayat dan Jimbron menimpali ketua mereka bergantian menyetujui segala apa yang yang dikatakan sang ketua, Jarwo.

Mereka bertiga melangkah maju memijat-mijat tangan dan kaki Pok Baedah merayunya agar memberikan kelonggaran pelunasan hutang.

"Pijatan gue enak nggak Pok?" Jarwo memijat-mijat pundak.

"Ya lumayan." Pok Baedah merem melek keenakan.

"Gue bantu cuci piring ya Pok?" Jimbron menawarkan diri.

Dijawab dengan anggukan si empunya kedai tanda setuju,

"Gue bersihin meja ya?" Yayat ikutan strategi Jombron agar tersandera mpok-mpok gila.

"Hmm..." Pok Baedah menggeram menyetujuinya.

Tinggal Jarwo celingukan mencari cari sesuatu agar lepas dari jeratan mpok-mpok galak itu. "Gue mmm.... masak ya."

"Jangan! Lu kan bau, ntar masakan gue nggak enak lagi. Lu disini aja mijit mijit..."

Teman-teman Jarwo tersenyum melirik sembari berkata tanpa suara cuma mulut mereka saja yang tampak mangap-mangap. "Rasain lu..."

Setelah beberapa saat tamu-tamu berdatangan memesan kopi dan jajanan. Seperti biasa Trio Kecoa menjadi pelayan dadakan.

"Trima kasih kalian udah bantu."

"Kami boleh pergi kan?" Kata Jarwo.

"Eits tunggu sebentar, tunggu katanya lu mau bayar kopi tadi pagi. Mana... sini 20 ribu." Dari semula 20 juta turun drastis menjadi 20 ribu.

"Tuh kan bener becanda, mana mungkin Pok Baedah yang yang baik bisa sekejam itu ya kan." Jarwo merogoh semua kantongnya mencari-cari sesuatu.

"Tadi ada... dimana ya..." Gumam Jarwo. "Ah nih..." Akhirnya Jarwo menemukan apa yang ia cari. Selembar kertas lecek berwarna hijau yang disebut uang.

Begitu gulungan lecek itu terbeber... "Loh kok jadi dua ribu... tadi 20 ribu loh bener." Semuanya terpingkal terbahak-bahak menyaksikan tingkah Jarwo yang konyol.

"Sejak kapan dua ribu menjadi 20 ribu lu ngimpi kali hahahah." Yayat menoyor kepala Jarwo untuk menyadarkannya.

"Kalian ada uang?" Jarwo menanyai kedua temannya mencari tambahan yang dijawab dengan angkatan bahu kedua temannya, yang berarti amat mengecewakan. Jimbron cuma menemukan sisir kesayangannya.

"Hmm dasar kecoa, karena kalian udah baik mau bantuin mpok kopi tadi pagi gratis."

"Wah Mpok emang baik pokoknya juara deh..." Jarwo memijat-mijat lagi pundak perempuan paruh baya nan gempal itu.

"Tapi utang kalian tetep 700 ribu, oke."

Mereka manggut-manggut mengerti.

"Nih gaji kalian hari ini..." Pok Baedah mengambil lima lembar uang 20 ribuan dari laci penyimpanannya diberikannya kepada Jarwo yang tersenyum sumringah menerimanya.

"Wah banyak banget trima kasih Pok, Mpok Baedah emang baik deh..."

Namun begitu mereka hendak melangkah keluar...

"Ehem," Pok Baedah berdehem bersidekap menunjukkan seringai orang liciknya. "mmm... udah dapet duit nih, ayo anak-anak bayar utang kalian... hahahaha."

"Yah kena lagi kita." Lima lembaran 20 ribuan itu pun dengan berat hati dikembalikan ke pemiliknya.

Mereka melomgo melihat lima lembar uang itu terbang melayang dari tangan mereka beralih ke tangan mpok-mpok yang terbahak terpingkal-pingkal puas melihat ketiga kecoa ngeluyur sedih melangkah gontai keluar dari kedai kopinya....

*******


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login