Download App

Chapter 14: Waktu berlalu

Setahun berlalu..

Setelah kejadian memalukan itu, Aoran bertambah dingin, apalagi saat dia mendengar kabar yang tersiar di media kalau seorang idola baru dekat dengan putri Lu, Miran, seperti nya keberuntungan tidak berpihak padanya.

Cinta pertama yang kandas begitu saja, ciuman pertama dengan gadis yang bahkan tak membuatnya tertarik, dia benar benar menganggap masa masa SMA nya adalah yang terburuk.

Saat pelepasan SMA, Aoran mendapatkan beberapa bunga dari siswa, meski dia tak mengharapkan dari Miran tapi sebagai ketua OSIS gadis itu mengirimkan satu padanya sebagai lulusan terbaik dan di terima di universitas nomor satu.

Aoran pikir masa SMA ini sudah berakhir dan selesai, dia akan memulai kehidupan di masa kuliah yang lebih tenang dan fokus.

Tapi setahun berlalu dan dia terkejut melihat salah seorang nama yang masuk di universitas dimana dia belajar. Itu bukanlah gadis yang dikenal cerdas selama ini, dia adalah Lily.

Tentu saja Aoran tak percaya, bagaimana mungkin gadis itu bisa masuk ke universitas ketat dimana dia menuntut ilmu. Di sini, benar benar otak yang diperah, bukan masalah apa apa lagi.

Tapi saat penerimaan murid baru dia tak mendapati Lily diantara barisan mahasiswa baru yang mendengarkan arahan dari dekan kampus, dia berdiri di panggung sebagai perwakilan dari mahasiswa, mata Aoran menyapu sekeliling ruangan dengan hati hati, seharusnya seorang gadis tidak berubah dengan begitu drastis kan, sampai dia tak bisa mengenali lagi!

Aoran bahkan mendapatkan nama.liky dari dewan resmi yayasan SMA nya, tapi kenyataannya tidak ada gadis itu di dalam barisan. Dia menautkan alis dan menghela nafas berat seakan menjadi beban di dalam otaknya.

Kemana gadis itu? Kenapa dia tidak ada di sini?

Berbagai pertanyaan bermunculan di kepala Aoran, sampai dia tak sabar lagi untuk mencari tahu.

Setiba di rumah Aoran langsung menodong ibunya dengan pertanyaan yang sudah sejak tadi menghantuinya.

"Mom, kau tahu salah seorang siswi tahun ini yang masuk ke kampusku? Dia tak ada di kampus saat penerimaan murid baru!" Ujar Aoran mengikuti jejak Vira yang sibuk menyemprot tanaman hias di pekarangan rumah mereka.

"Siapa, Lily maksudmu?" Tanya Vira santai.

"Ya.. ya.. bukankah tahun ini pun hanya satu orang yang lulus ke universitas yang sama denganku. Tapi kenapa dia tak datang?" Jelas sekali pertanyaan Aoran tampak sangat penasaran, itu membuat Vira menautkan alis dan berhenti dari pekerjaannya untuk sesaat.

"Bukankah mommy kenal dengan gadis itu?" Tanya Aoran lagi, dia begitu ingin tahu tapi gengsi jadi dia hanya akan bertanya dengan perlahan dan hati hati agar harga dirinya tidak turun Dimata ibunya, apalagi gadis yang ia tanyakan ini statusnya berbeda dengan mereka.

"Aoran, kau tak perlu mencemaskan apapun, Lily pasti punya alasan kenapa dia tak mengambil beasiswa kampus itu, mommy dengar, dia sedang dalam kesulitan."

Aoran segera melangkah cepat menatap wajah ibunya, dia hampir saja menyenggol pas mahal milik Vira, untung saja tidak sampai terjatuh dan pecah atau ibunya ini akan murka, dia sedang menggilai tanaman tanaman aneh yang mahal saat ini.

"Hati hati dong sayang.." pinta Vira tapi Aoran mana peduli, baginya tanaman ya tanaman saja.

"Kesulitan apa maksud mu mom?" Tanya Aoran, dia benar benar suka ikut campur sekarang ya.

"Ya.. mommy tidak tahu pasti, coba tanya pada ayahmu.." ujar Vira kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Ah, kenapa harus tanya daddy sih.. malas mam!"

****

Akhir akhir ini bisnis tuan Lu tak berjalan baik. Persaingan sesama pengusaha memaksa usahanya terus menciut. Belum lagi tagihan biaya hidup yang semakin membengkak.

Berapa biaya anak istrinya setiap bulan untuk membeli pakaian branded. Tas limited edition. Berlian. Mobil mewah. Dan semua bentuk perawatan tubuh wajah hingga ke operasi plastik.

"Perusahaan sungguh tidak baik!" lu bercerita di meja makan.

Di sana ada nyonya Lu, putrinya Mirae. Rasanya makanan hari ini sedikit lain. Mungkin aura gelap rumah ini membuat rasa makanan hambar.

"Ehm!" Nyonya Lu melonggarkan tenggorokan. Dia mengelap bibirnya. Wajahnya sungguh tak enak dilihat saat ini. Sepertinya dia sudah paham betul apa yang suaminya akan bicarakan.

"Aku jadi hilang selera makan!" Ketus nyonya Lu.

"Apa kalian memasak dengan benar hari ini!" Nyonya Lu menoleh pada ketua chef.

"Apa kau mau aku pecat. Coba kau cicipi! Soup ini hambar!" Ujarnya menunjuk mangkuk zuppa soup.

Kepala pelayan menghadap dan mengambil mangkuk juga hidangan lain.

"Akan segera mengganti hidangan nyonya."

"Tidak usah!" Sambar nyonya Lu marah. Barisan pelayan hanya berani membungkuk saja.

"Kalian semua dipecat. Hanya kau saja yang tinggal!" Ujar nyonya Lu menunjuk kepala pelayan yang sudah berumur.

Tentu saja ucapan barusan mengejutkan semua pelayan dan barisan chef, tapi mau bagaimana lagi. Tidak ada yang berani membantah wanita itu.

"Kalian semua bubar!" Perintah nyonya Lu ketus.

Mirae bahkan tak bisa menelan makanannya, dia bahkan tak berani sekedar melirik saja, sementara tuan Lu tampak tak begitu peduli.

Setelah semua pelayan bubar. Dan kepala pelayan kembali ke dapur.

Nyonya Lu menarik senyuman.

"Kita sudah mengurangi pengeluaran gaji pelayan!" Ujarnya."dan kau Mirae!" Nyonya Lu menunjuk putrinya.

"Kenapa denganku."

"Lelang sebagian tas mu!"

"Tidak mau!" Mirae memberontak.

"Mirae. Papa mu sedang kesulitan. Kau tak mau membantu papa mu?" Ujar nyonya Lu memaksa.

"Sudahlah istriku. Kau tak boleh memaksa Mirae." Pinta tuan Lu.

"Tidak apa suamiku. Kita harus saling bekerja samakan." Balas nyonya Lu mengelus punggung tangan suaminya. Dia tersenyum pada Lu lalu melotot pada Mirae.

"Dan kau Jo!"

"Aku?" Jo memonyongkan bibir. Dia juga dapat giliran ternyata.

"Kau harus jual beberapa sepatumu!"

"Ma.. apa harus. Uangnya juga tak seberapa ma.."

"Tidak ada alasan!" Nyonya Lu tak mau mendengar rengekan putra putrinya.

"Ma.. tas ku tidak ada yang laku kalau di jual. Kenapa tidak tas mama saja yang bagus bagus itu!" Berani sekali kau Mirae. Lihat lah bola mata nyonya Lu seperti akan terlepas melihat tingkahmu.

"Ma.. tidak ada cara lain apa. Sepatuku baru juga dikoleksi kenapa harus di jual." Sekarang Jo juga sudah berani membantah. Jo putra kedua keluarga lu, dia baru berusia 4 tahun.

"Ma.. pa.. dengarkan dulu.."

"ma.. pa.." keduanya berebut merengek. Membuat tuan Lu dan nyonya Lu semakin panik dan kesal.

Tap.. tap.. tap..

Suara langkah kaki memasuki ruang utama dan semakin mendekat.

Rengekan Jo dan Mirae tiba tiba berhenti begitu melihat mata orang tuanya menyorot ke satu titik.

Lily menarik backpack yang dia bawa di satu bahu. Dia terlihat lelah dan mengantuk. Langkahnya begitu lunglai dan malas.

"Lily. Kau dari mana!" Suara tuan Lu menghentikan langkah Lily.

"Kau selalu saja pulang pagi. Kau pikir gadis mana yang bisa pulang pergi seenaknya seperti dirimu. Kau anggap apa rumah ini?" Nyonya Lu mengambil bagiannya. Dia mulai mengoceh.

"Aku rasa kau satu satunya yang belum ambil bagian di sini!"

Lily menoleh dan menatap wajah nyonya Lu sekilas. Dia malas berdebat. Dia melanjutkan langkahnya. Dia masih kesal karena tak boleh mengambil beasiswa yang sudah ia harapkan itu.

"Hey! Aku dan ayahmu sedang bicara. Kau tidak sopan!" Dengus nyonya Lu semakin marah.

Lily menghela nafas berat. Dia seharusnya yang lelah di sini.

"Lily!" Kali ini suara berat tuan Lu yang memanggil.

Mau tidak mau Lily menoleh.

"Papa ingin bicara denganmu!" lily berdecak malas. Tapi dia tak bisa menghindar dari sorot tajam mata tuan Lu. Akhirnya dia mengalah dan ikut bergabung di meja makan.

"Kak.. kau terlihat lelah. Apa kau baik baik saja?" Jo berbisik. Dia cemas juga dengan keadaan Lily.

Mendengar kalimat perhatian Jo, Lily menggeleng. Dia menggaris senyuman tipis dan menyukai perhatian kecil adik tiri lelakinya ini.

"Ish. Kau sok perhatian. Lily, apa kau sudah punya pacar sekarang, kau sering terlambat pulang, jangan bilang kau sudah beranii menginap di rumah pacar mu!" Bisik Miran menggoda Lily, gadis itu hanya menggeleng mendengar godaan dari Miran.

Jo menyikut kakak perempuannya, menyadari tatapan tuan Lu yang tampak mematikan.

"Kau tahu perusahaan ayahmu sedang tidak baik. Kau malah asik keluyuran di luar sana!" Nampaknya nyonya Lu masih belum puas mengomeli Lily.

Gadis itu hanya meraut wajah datar. Dia melihat sepotong roti dan ingin makan. Dia lapar sekali, tapi tak mungkin dia bisa makan di meja ini.

"Bisa bisanya kau melihat makanan saat aku kesal!" Nyonya Lu melempar garpu ke tangan Lily, membuat roti dari piring di depannyaterjatuh di lantai. Dia bahkan baru sempat menghayal, menggigit roti tadi tapi malah roti itu jatuh dan jadi mubazir. Dia hanya menarik nafas saja.

"Tenanglah sayang.." ujar tuan Lu.

"Bagaimana aku bisa tenang. Putrimu ini sulit diatur. Dia sungguh berandalan!" Umpat istrinya makin kesal.

Lu mencoba menenangkan istrinya sebentar. Akhirnya wanita itu menurut juga. Dia mulai bisa tenang hingga Lu bisa mengambil alih pembicaraan.

"Lily. Perusahaan ku sedang di ambang kebangkrutan. Kita akan jatuh miskin!"

~lalu apa hubungannya denganku. Aku memang sudah miskin~ Batin Lily meledek diri sendiri.

"Sebetulnya ada satu cara menyelamatkan perusahaan ini.

"APA!!"

Tiga anggota keluarga lainnya kompak menyahuti. Lu menoleh pada istri dan dua anaknya yang lain. Dia kembali menatap Lily yang acuh tak acuh. Dia tumbuh dewasa dan pembangkang sekarang.

"Presiden perusahaan Xx. Kalian tahu?" Semua kompak menggeleng dan Lily tetap tak peduli.

"Aku dengar presiden Kang sedang mencari istri. Dia akan mengabulkan satu permintaan untuk calon istrinya!" Lu melanjutkan obrolan.

Miran tak sabar ingin menyela kalimat ayahnya.

"presiden Kang!" Lirihnya cemas.

Jo menoleh pada kakak nya. Dia mendelik dengan penuh tanda tanya. Miran menjawab dengan gerakan bibir tanpa suara.

"Presiden kang itu bukannya sudah berusia lima puluh tahun?" Ujar Miran tanpa suara.

Jo dan Lily kompak menoleh.

Hah!

*****


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C14
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login