Download App

Chapter 51: Sebastian Mengikuti Langkah Kecil Kaki Anna Dari Belakang

"Oh, ayolah. Ini sudah jam tiga, perutmu tidak meronta minta di isi?" ucap Daren yang mengikuti langkah Sebastian. Mereka masuk keruang ganti, tampak beberapa Dokter dan perawat yang menyapa mereka, namun hanya Daren yang membalas dengan senyum seadanya.

"Pikirkan saja perutmu sendiri," ketus Sebastian. Menurutnya lebih baik jika Daren bisa bersikap seperti saat di ruang operasi.

"Bukankah Kau terlalu keterlaluan terhadap sepupumu sendiri?" Daren membuat raut wajah dan nada bicaranya sesedih mungkin.

"Jika bisa, Aku ingin membunuhmu." Sebastian pergi meninggalkan Daren yang membuat wajah seolah syock dengan ucapannya. Tanpa menunggu Daren, ia kembali keruangannya.

"Jangan biarkan siapapun masuk, termasuk Dia." Sebastian memerintahkan Smith sambil melirik kearah Daren yang masih mengikutinya dari belakang.

"Baik Bos," jawab Smith sopan. Sebastian segera masuk keruangannya dan membaringkan tubuhnya di sofa serta menutup matanya.

"Apa yang Kau lakukan Smith?" tanya Daren yang melihat Smith menghalanginya untuk masuk ke ruangan Sebastian.

"Saya hanya menjalankan perintah," jawab Smith yag berdiri di depan pintu Sebastian.

"Ah, manusia batu itu benar-benar--," umpat Daren sambil mendesah lelah.

"Smith kau sudah makan siang?" tanya Daren.

"Sudah Dok," jawab Smith. Hari ini dirinya begitu senggang, Smith bisa makan tepat waktu.

"Kalau begitu ayo temani Aku, biasanya Aku makan dengan Dania. Tapi ini sudah lewat." Daren meraih bahu Smith tanpa menunggu jawaban asisten sepupunya itu.

"Tapi Dok--,"

"Sebastian tidak akan mencarimu." Daren tetap memaksakan kehendaknya.

"Bisa singkirkarn tangan Anda ini?" tanya Smith.

"Oh. Santai." Daren melepas rangkulannya pada Smith, lalu Smith membenahi jas hitamnya dengan wajah kesal.

Sesampainya di kafetaria yang ada di lantai 10. Daren dengan langkah lebarnya mengambil makanan yang memang di jual untuk khusus para Dokter rumah sakit ini. Ini memang khusus di peruntukkan untuk Dokter dan staff yang memiliki jabatan tinggi. Tujuannya untuk menjaga privasi ketika mereka membahas tentang pekerjaan sambil menikmati makanan.

"Kau benar tidak makan Smith?" tanya Daren, ia duduk dengan tangan membawa nampan berisi makanan dan air mineral.

"Tidak. Tuan bisakah Saya kembali? Aneh rasanya saat seorang pria menemani pria lain makan siang." Smith bergidik ngeri saat memikirkan orang-orang yang akan berpikir jika dirinya tidak normal.

"Lalu bagaimana jika saat Kau menemani Sebastian?" tanya Daren yang acuh dan tetap santai menyantap makan siangnya.

"Saya selalu berdiri di sisinya," jawab Smith jengkel.

"Tenang saja, lagipula Kau bukan tipeku," canda Daren. Ingin rasanya Smith berteriak kencang sambil meninju sepupu Bosnya ini.

"Lagipula kenapa Anda tidak meminta salah seorang Dokter wanita atau perawat mungkin untuk menemani Anda." Smith mencoba membuka obrolan santai.

"Dan Aku akan muntah dengan tatapan memuja mereka. Setelah itu mereka akan menebar gosip jika sedang kencan denganku." Smith mengangguk setuju atas teori Daren. Makhluk bernama wanita memang semengerikan itu.

"Apa keponakanku baik-baik saja?" tanya Daren mengubah topik.

"Ya, Tuan muda sedang berusaha untuk mengambil hati Bos," jawab Daren.

"Semoga anak itu bisa bahagia kali ini, dengan orangtua yang lengkap." Harap Daren dengan setulus hatinya. Anak itu sudah tumbuh dengan keadaan yang sulit, sudah seharusnya ia mendapat kebahagiaannya. Dalam hati smith mengamini harapan Daren.

****

Setelah beristirahat sejenak, Sebastian bangkit dari sofa dan berjalan kearah meja kerjanya serta mengambil bekal berwarna abu, lalu ia kembali duduk di sofa.

Ia membuka kotak bekal itu dan melihat jika telur hias yang membentuk senyuman di kelilingi sayuran berwarna-warni. Ini benar makanan sehat seperti yang di katakan Brayn.

Kotak bekal yang di design dengan baik agar makanan yang ada di dalamnya tetap segar dan hangat. Anna sangat memperhatikan dengan baik segala yang menyangkut putranya.

Dalam diam Sebastian memakan bekal itu, senyum yang ada di telur itu menular padanya, entah kenapa ia membayangkan jika saat ini Anna lah yang tersenyum padanya.

Meski ia yakin jika senyum Anna jauh lebih cantik daripada telur ini, tapi apakah mungkin Anna akan memberikan senyuman untuknya? Sepertinya tidak.

Hari ini untuk pertama kalinya ia menatap putranya, dan untuk pertama kali ia melihat senyum bahagia putranya, dirinya membalas sapaan anak itu meski dengan nada yang datar, karena Sebastian tidak tau harus bagaimana menanggapi balita itu.

Belakangan ini hatinya sering merasakan hangat dan damai berkat mereka berdua. Bisakah dirinya merasakan ini lebih lama lagi?

Tidak butuh waktu lama Sebastian telah menghabiskan makanan itu, karena porsi ini terlalu kecil untuknya.

Mungkinkah lain kali Anna juga membuatkan bekal untuknya?

Pertanyaan dan harapan itu bersarang di benaknya tanpa ia sadari. Serakahkah jika dirinya menginginkan lebih?

**

Mobil yang di tumpangi Sebastian memasuki area mansion, Smith melihat jika tidak jauh di depannya ada Nyonyanya yang sedang berjalan seorang diri di bawah jajaran pohon bambu.

Smith menunggu Sebastian memberikan perintah padanya, tapi yang ia lihat saat ini Bosnya masih fokus menatap tablet.

"Menepilah." Suara dingin Sebastian mengagetkan Smith yang sudah lebih dulu memelankan laju mobilnya.

"Baik Bos," jawab Smith sambil menepikan mobil. Sebastian keluar dari mobil dan Smith dengan segera melajukan mobilnya melewati Anna.

Sebastian mengikuti langkah kecil kaki Anna dari belakang, Anna belum menyadari jika ada seorang pria yang mengikutinya. Sebastian menatap punngung kecil Anna yang tampak rapuh. Anna selalu tampak anggun dengan dress yang menjadi pakaian favoritenya.

"Suka?" Anna membalikkan tubuhnya begitu mendengar suara yang ia kenali. Tidak menyangka jika pria ini ada di belakangnya sekarang. Ia melihat mobil yang biasa di tumpangi Sebastian baru saja melewatinya.

Untuk sesaat Anna terpaku pada ketampanan Sebastian, kemeja hitam berlengan panjang yang ia gulung sampai kesiku, serta celana bahan berwarna hitam dengan sneakers putih yang ia gunakan. Aura misteriusnya semakin terasa.

"Kenapa melamun?" tanyanya lembut Saat sudah berada tepat di depan Anna. Rambut sepinggang Anna yang bergelombang di biarkan tergerai, dengan sedikit poni yang menutupi keningnya yang berkerut saat ini. 'Sangat menggemaskan' batin Sebastian.

"Apa ketampananku, membuatmu takjub?" tanya Sebastian dengan senyuman lembutnya.

Ia meraih rambut Anna dan menyelipkannya di balik telinga.

"Begini jauh lebih baik," ucapnya lagi sambil menatap leher putih Anna yang sedikit mengkilap karena keringat.

"Tidak tau malu," jawab Anna yang tersadar dari lamunannya. Dengan cepat ia berbalik ingin pergi, tapi sebelum itu Sebastian meraih pergelangan tangannya dan membawa Anna masuk kedalam pelukannya.

"Sebentar saja," ucap Sebastian yang semakin mengeratkan pelukannya. Dia sungguh menikmati moment ini.

"Lepass," desis Anna di dalam pelukan Sebastian, Anna kembali mendengar irama jantung yang berdetak kencang itu.

"Apa Kamu ingin berteriak jika tidak Aku lepaskan?" tanya Sebastian. Harum tubuh Anna membuat gairah Sebastian bangkit.

"Jangan berpikir jika Aku membiarkan tindakanmu semalam, itu artinya Aku mengizinkanmu menyentuhku sesuka hatimu," ucap Anna sambil mendorong tubuh Sebastian agar menjauh. Namun Sebastian semakin erat merangkul pinggang Anna.


CREATORS' THOUGHTS
Ardhaharyani_9027 Ardhaharyani_9027

happy reading and enjoy :)

Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C51
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login