Download App

Chapter 3: Chapters Three: Ice Man.

Kenapa wajahnya menunjukkan ekspresi kesal kepadaku? Lalu dia melirik ke arah kursi di sebelah ku yang terletak di sisi bagian dalam. Tadi aku duduk di sisi luar kursi untuk menghalangi orang yang berniat untuk menempati meja ini. Aku pun menoleh ke arah yang ia tunjuk melalui lirikannya.

_________________________

_____________________

___________________

_________________

______________

Ada sebuah tas ransel hitam tergeletak diatas kursi. Bentuknya seperti tas lelaki. Tidak mungkin kalau ini adalah tas lelaki yang sedang berdebat dengan ku saat ini. Tidak lama ponsel ku berbunyi. Aku mengeluarkan telepon genggam ku yang tadi aku masukkan ke dalam tas. Aku menggambarkan pola pada layar handphone ku. Setelah layar kunci pada ponselku terbuka, aku mulai menemukan adanya notifikasi chatting. Group chatting yang hanya berisikan aku, Ree, Dee, dan Vee sebagai anggotanya.

📲Ree: Zee kau sungguh tidak akan makan siang bersama kami?

📲Vee: Padahal aku sudah berusaha keras untuk menjaga kursi untuk mu Zee :(

📲Dee: Apa hubungan mu dengan pria itu?

Kenapa mereka bisa tahu kalau aku sedang bersama dengan seorang pria? Seketika aku mengetikkan balasan pada bertiga.

📲Zee: Kalian ada di mana?

📲Zee: Aku sudah menunggu kalian dari tadi.

📲Zee: Sampai aku harus berebutan kursi dengan seseorang.

Apa tadi pesan dari Vee? Dia sudah menjaga kursi untukku. Aku melihat ke kanan dan ke kiri untuk menemukan mereka. Ku panjang kan leherku untuk melihat meja yang berada di belakang pria ini.

📲Vee: Kami sedang ada di kampus.

📲Ree: Aku sedang berada di kantin.

📲Dee: Ree sejak kapan kau berubah menjadi Vee?

📲Dee: Zee kami tepat berada di belakang mejamu.

Seketika aku menoleh ke belakang. Vee sedang duduk menatap ku dari kursinya. Sedangkan Ree dan Dee memutarkan tubuh mereka dengan posisi duduk ke arahku, karena arah kursi mereka berdua membelakangi ku. Kenapa sedari tadi aku tidak melihat mereka?

"Maaf, kalau begitu aku yang akan pindah." Ucapku sambil menunggu ekspresi dari lelaki yang berada di hadapanku.

Dia hanya mengangguk tanpa melihat ke arah ku. Pandangan matanya hanya tertuju pada makanannya. Dasar menyebalkan, paling tidak dia kan bisa berpura-pura mencegah ku. Atau seharusnya dia mengucapkan beberapa kata sebelum aku pergi. Dasar kulkas! Bukankah pria yang memiliki sikap dingin seperti dia sering di beri julukan kulkas pada cerita di setiap novel? Aku tahu dari Vee, dia sering berceloteh tentang tokoh pria di dalam novel-novel yang dia baca. Aku bangkit dari kursi sambil menendang kursi di sebelahku guna mengejutkannya.

"Tunggu dulu." Akhirnya dia bersuara.

Paling tidak kan aku tidak akan terlalu malu kalau dia mengucapkan beberapa kata sebelum aku pindah dari mejanya.

"Kanapa kau menjatuhkan tas ku? Bisa kah kau meletakkannya kembali ke atas kursi?" Dia menunjuk tasnya mengunakan garpu sambil melotot.

Pria ini ternyata memiliki temperamen yang buruk. Sebaiknya aku tidak perlu berurusan dengannya lagi. Ku pungut tas hitam ini, lalu aku letakkan di atas kursi. Aku berjalan menuju meja yang berada di belakang dari tempat dudukku tadi. Vee mulai berpindah duduk ke kursi bagian dalam. Aku menempati tempat duduk Vee tadi yang berhadapan dengan Dee.

"Kenapa kau mengkhianati kami, Zee?" Ree mengucapkan kalimat itu secara dramatis.

"Bukankah yang merasa terkhianati seharusnya adalah pacarnya Zee?" Vee mengunyah makanannya sambil menatap Ree.

"Kita juga dikhianati, Vee. Kau tidak lihat dia asik mengobrol dengan pria tampan di sana sementara kita di sini sudah membelikan makanan untuknya." Ree memasukkan sendok yang berisikan nasi goreng ke dalam mulutnya.

Aku mengambil sendok yang terletak di atas piring ini. Lalu mulai menyendok makanan ku. Akhirnya perut ku di isi juga. Tak ketinggalan juga ku sedot minuman yang terletak di sisi kiriku. Biarkan saja mereka berdebat, aku hanya perlu mendengar sambil mengisi perut ku.

"Sepertinya lelaki itu tidak tampan, Ree. Kalau menurut pandangan Vee, Dee jauh lebih tampan daripada pria itu." Kata Vee membantah pernyataan Ree.

Kali ini aku setuju dengan Vee. Ku pandangi pria itu dari sini. Dia sudah selesai makan. Sekarang dia sedang mencari sesuatu dari dalam tasnya. Dengan kacamata setebal itu lalu rambutnya yang di biarkan acak-acakan sampai hampir menutupi matanya tidak ada yang menarik dari penampilannya. Apalagi dia memiliki perangai yang sangat buruk.

"Apa yang kau lihat, Zee" Dee melambaikan tangannya ke wajahku. Lalu Dee mengikuti arah pandang ku.

"Zee, kau tidak setuju dengan pendapat dari Vee? Kau terus-terusan menatap pria itu sedari tadi." Vee menyenggol siku ku.

"Tidak, bukan seperti itu." Ucapku sambil menatap mereka bertiga secara bergantian.

"Kau tidak bermaksud bermain api di belakang Daniel kan?" Ree mulai mencondongkan tubuhnya ke arahku.

"Zee kau tidak boleh main api, bagaimana kalau nanti tangan mu terbakar." Vee meletakkan kedua tangannya pada tangan kiriku, seolah-olah sedang menahan ku untuk tidak melakukan sesuatu.

"Zee tidak mungkin akan melakukan itu, Ree. Karena aku tahu betul seperti apa pria itu." Dee menggelengkan kepalanya.

"Kau kenal dengannya, Dee." Ree terlihat tertarik.

Tentu saja Dee tahu semua tentang mahasiswa di Universitas ini, karena dia sudah lebih dulu kuliah di sini sebelum dia mengambil cuti.

"Dia adalah mahasiswa semester akhir. Seorang mahasiswa genius dari fakultas Manajemen Bisnis." Dee menoleh ke belakangnya.

"Vee juga genius, Dee. Kan Vee juga pakai kacamata setebal dia." Vee tersenyum lebar menunjuk kacamatanya.

"Kau pakai kacamata setebal itu karena terlalu banyak membaca novel. Sedangkan dia karena membaca buku pelajarannya." Ree melemparkan tissue bekas ke arah Vee.

"Ih, Ree jorok!" Vee terkena lemparan Ree sebelum sempat menghindar.

"Tapi, kalau dia memang semester akhir, kenapa dia tidak memiliki seorang teman pun?" Tanyaku sambil mengaduk minumanku menggunakan sedotan.

Tidak mungkin kan, dia akan duduk seorang diri di kantin yang ramai ini, kalau dia memang memiliki teman.

"Seorang Damian Montero adalah pria pemarah. Pernah salah seorang temanku menjadi teman kelompoknya, dia mengatakan bahwa Damian selalu berkata kasar bila mereka mengerjakan tugasnya dengan salah." Dee mencondongkan tubuhnya kearah meja. Mungkin Dee tidak ingin kalau pria itu sampai mendengarkan percakapan kami.

Tiba-tiba kami berempat mendengar seseorang mengetuk meja kami. Aku melihat sebuah tangan pria masih berada di atas sisi mejaku. Dengan bentuk telapak tangan masih mengepal yang dia gunakan untuk mengetuk.

"Hai, Damian Montero." Dee menyapa si pemilik tangan ini.

"Apakah kita saling mengenal?" Damian menatap Dee dengan raut wajah tidak suka.

Mungkin Damian mendengarkan semua percakapan kami. Damian meneliti penampilan Dee, seolah-olah sedang berusaha mengingat. Mungkin dia tersinggung karena Dee membicarakan tentang dirinya. Kalau itu benar, maka kami berempat harus siap dengan amukkannya. Damian seolah sudah mendapatkan kembali ingatannya, dia mulai mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Tugas kelompok?" Damian seolah sedang bertanya pada Dee.

Sepertinya Damian membahas percakapan kami tentang teman Dee yang menyebutkan bahwa dia adalah pria yang suka berkata kasar.

*ToBeContinued*


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login