Download App
2.89% MALPIS

Chapter 2: Chapter 2 - Alya

Bel tanda istirahat berbunyi. Semua murid berhamburan ke luar kelas. Alya baru saja menyelesaikan kelas geografinya. Ia membawa buku mengajarnya dan absen muridnya di koridor kelas menuju majelis guru.

Alya meletakkan buku-bukunya diatas mejanya yang sudah penuh dengan lembar kerja siswa. Ia duduk dikursinya sambil merapikan rambutnya yang diikat satu ke belakang dan diberi pita berjaring untuk menutupi ekor rambutnya. Ia membuka cermin kecilnya dan melihat wajahnya sekilas.

"Bu alya, hari ini Dewa tidak masuk kelas saya lagi. Alsannya terlambat. Saya bosan sama alasannya, bu." lapor guru Akuntansi dengan lantang di depan pintu masuk majelis guru.

Alya dengan sigap menurunkan cermin kecilnya dan menatap ke arah pintu masuk. Seketika ia merasa malu. Guru-guru lain mulai memandangi Alya dan siap menerkam.

"Dewa juga selalu absen dikelas saya," sahut guru Sosiologi.

"Iya, kemarin saja jam terakhir pelajaran saya dia sudah pulang." Timpal guru Sejarah.

"Minggu lalu dia juga terlambat. Dia gak masuk kelas saya." Sambung guru Matematika.

Alya sudah terlalu malu didepan semua guru-guru itu. Ia mencoba memberikan senyuman dan menjawab, "Nanti saya coba bicara dengan Dewa, bu." Ia memandangi satu persatu guru-guru itu.

"Jangan cuma dibicarakan, bu. Lapor kepala sekolah saja biar dia jera. Dia sudah kelas dua belas, bukan main-main lagi." Jawab guru sejarah. "Tugasnya masih banyak yang belum dikumpulkan."

Alya mengangguk segan.

"Ibu Alya jangan lemah sama Dewa. Jangan mentang-mentang ibu wali kelasnya." Sindir guru Akuntansi dengan mulutnya yang tajam kali ini.

Alya hanya bisa pasrah dan mengiyakan pesan guru-guru itu. Walaupun didalam hatinya ia begitu kesal dan jengkel pada Dewa.

PULANG SEKOLAH JUMPA SAYA DI RUANG MAJELIS GURU.

"Sabar, al." Ucap Rini yang diduduk sebelah Alya sambil membetulkan hijab yang menutupi kepalanya. Ia adalah teman dekat Alya disekolah itu. Disana ia mengajar pelajaran Bahasa Indonesia kelas sepuluh dan sebelas. Umurnya tidak jauh berbeda dengan Alya, hanya saja ia sudah menikah sedangkan Alya belum.

"Pusing gue lihat tingkah dewa. Udah berapa kali gue bilang jangan sampai absen lagi. Udah habis kata-kata gue untuk dia." Tutur Alya pelan namun dengan intonasi kesal. "Tadi pagi gue lihat dia sapu halaman, masih sempat-sempatnya dia senyum sama gue." Selalunya ia dan Rini menggunakan Lo-Gue jika berbicara berdua. Tapi jika sudah bercampur dengan lain, mereka akan menggunakan Saya-Anda. Rini menahan tawanya mendengar soal dewa dari mulut Alya.

Dewa yang tengah terlelap tidur di dalam ruang rapat osis merasakan hp nya bergetar. Ia berusaha membuka matanya yang mengantuk dan membaca pesan dari wali kelasnya. Ia bahkan menuliskan nama wali kelasnya hanya dengan nama 'Alya'.

Bibir dewa penuh senyum membaca pesan dari wali kelasnya. Setelah membacanya, ia menutup kembali hp nya lalu kembali melanjutkan tidurnya hingga istirahat selesai.

***

Bel tanda pulang sudah berbunyi. Kelas terakhir Alya sudah bubar sejak lima menit yang lalu. Ia juga sudah berada di ruang majelis guru menunggu Dewa.

Lima menit, sepuluh menit, lima belas menit, Alya menunggu namun Dewa tidak juga muncul. Ruang majelis guru sudah sepi. Rini masih duduk dikursinya sambil memeriksa hasil karangan muridnya. Ia sengaja menemani Alya yang akan berbicara dengan Dewa.

Tak lama, Dewa muncul dengan tingkah santai. Baju seragamnya ia tutup dengan jaket training bewarna putih. Tas ranselnya menggantung dibahu kirinya. Tangan kanannya membawa helm Hellcat hitam yang selalu digunakannya.

"Kamu dari mana?" Tanya Alya begitu Dewa didepannya.

"Saya tadi anterin teman sebentar, bu." Jawabnya santai. Tidak ada rasa takut dalam dirinya ketika berhadapan dengan Alya.

"Saya suruh kamu kesini kenapa kamu malah pergi antar teman kamu?" Suara Alya mulai meninggi.

Rini melirik lucu.

"Saya tahu ibu mau marah sama saya, tapi saya gak mau ibu marahin saya didepan guru-guru lain." Jawabnya lembut. Matanya menatap Alya lekat. "Saya gak mau bikin ibu tambah malu karna marahin saya. Makanya saya sengaja menunggu Majelis guru sepi." Tambahnya.

"Tanpa saya memarahi kamu, saya sudah malu didepan guru-guru lain dari tadi pagi. Berapa kali saya harus bilang sama kamu, kalau ...."

"Maaf bu, tapi saya sengaja lakuin semua ini supaya saya bisa bicara sama ibu. Ada yang mau saya tanyakan sama ibu." Dewa memotong pembicaraan wanita itu. Alya memang wali kelasnya dan harusnya bisa Dewa temui kapanpun. Tapi untuk menemui wanita itu dan membicarakan hal diluar konten sekolah, sulit sekali bagi Dewa.

Alya mengerutkan dahinya. Ia menoleh ke arah Rini sesaat dan temannya itu juga lakukan hal yang sama. "Bicara apa?" Nada Alya mulai melemah.

"Ibu udah putus dengan Yogi?" Tanya Dewa secara langsung dan seksama. Ia bahkan mengetahui nama pacar wali kelasnya.

Alya terdiam. Ia membeku. Gimana Dewa bisa tahu, batinnya. Rini menoleh ke arah Alya dan meminta jawaban atas pertanyaan itu.

"Saya dengar dari anak-anak di kelas kemarin. Mereka ngomongin ibu." Dewa menatap Alya penuh rasa kasihan. "Mereka tahu dari Anin." Sambungnya.

Alya menghela napas. Ia tidak ingin membenarkan atau menyalahkan pertanyaan Dewa. Hubungannya dengan Yogi memang sudah renggang. Alya berusaha mengembalikan wibawanya didepan Dewa. "Kenapa kamu gak masuk kelas Akuntansi?" Tanyanya mengganti topik.

"Kenapa putus, bu?" Tanya Dewa mengembalikan topik utamanya.

"Kamu jangan ikut campur urusan pribadi saya." Protes Alya dengan menahan rasa malu.

"Saya mau tau, bu." Ucap Dewa. Sorot matanya bersungguh-sungguh.

Rini bahkan menahan tawanya mendengar kalimat Dewa, padahal sebelum ini wajahnya penuh rasa penasaran.

"Saya yang harus tahu semua urusan kamu di sekolah ataupun di luar sekolah. Jangan bersikap dewasa kalau kamu masih tidak bisa menghargai guru yang mengajar di kelas." Jelas Alya dengan wajah tegas.

Dewa terdiam.

"Saya pusing sama tingkah laku kamu." Alya menggelengkan kepalanya. "Kenapa kamu selalu tidak masuk pelajaran lain? Tadi guru Sosiologi dan Sejarah juga protes sama saya." Tanya Alya.

"Pelajarannya bikin ngatuk, buk." Jawab Dewa santai. "Lagian saya gak suka pelajaran IPS kecuali pelajaran ibu."

"Kalau kamu tidak suka pelajaran mereka, kenapa kamu memilih IPS. Harusnya kamu masuk IPA." Alya sudah emosi. Jawaban Dewa sudah sering ia dengar. Namun pernyataannya juga sudah sering ia utarakan.

Rini menunggu jawaban Dewa yang ia yakini pasti membuatnya tertawa. Ia melirik ke depan.

"Kalau saya ambil kelas IPA, saya gak bisa ketemu ibu lagi. Ibu gak akan bisa jadi wali kelas saya. Saya bukan tanggung jawab ibu lagi." Jawab Dewa tenang. "Apa ada di sekolah ini yang mau jadi wali kelas saya?" Tanyanya.

Rini menahan tawanya. Ia menikmati setiap kali Alya dan Dewa berbicara seperti ini.

Alya terdiam. Ia bahkan tidak bisa menatap mata Dewa yang lurus padanya. "Saya sudah kasi kamu peringatan, selebihnya kamu yang urus sendiri. Kalau sampai masalah ini terdengar ditelinga kepala sekolah, kamu sudah dipastikan akan mendapatkan surat peringatan yang terakhir. Saya tidak mungkin bisa membantu kamu lagi."

Dewa terdiam. Ia tidak lupa soal itu.

"Kamu boleh pulang." Perintah Alya.

"Bu, jadi yang masalah ibu putus dengan yogi itu benar?" Dewa menanyakan hal itu sekali lagi.

"Sudah! Sana pulang, bukan urusan kamu." Alya meninggikan suaranya.

Dewa menunduk sesaat menghela napas dalamnya lalu menatap Alya dan kemudian pergi dari tempat itu. Alya menggelengkan kepalanya.

"Bener, Al?" Rini memastikan rasa penasarannya.

"Apa?" Alya berusaha mengulur jawabannya.

"Lo sama yogi putus?" Rini memperhatikan wajah Alya lekat.

"Break. Udah semingguan ini." Nada bicara Alya melemah.

"Tapi kenapa Dewa bilang lo putus?" Rini bingung.

"Gue juga gak tahu. Padahal hari ini gue sama yogi janjian buat ketemuan." Curhat Alya.

"Terus rencana lamaran batal?" Tanya Rini. Ia ingat, sekitar sebulan yang lalu Alya pernah mengatakan kalau Yogi berencana melamarnya dengan membawa keluarga besar.

"Gak tahu, Rin. Gue juga bingung." Alya bersiap berdiri dari kursinya.

Rini mengelus lengan temannya, "Sabar, Al. Kalian bicarakan baik-baik nanti."

Alya mengangguk pelan. Namun pikirannya terus mencari alasan kenapa Anin sampai mengatakan bahwa dirinya dan yogi sudah putus.

***

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA!


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login