Download App

Chapter 39: Ketakutan Damian

Aldo kembali ke Bali tanpa pamit. Ia merasa berat berpamitan pada Julia. Meskipun sudah merelakan gadis itu sebagai kakak iparnya, tapi hatinya masih memiliki perasaan cinta untuk gadis itu.

"Aldo tidak menitipkan pesan atau surat?"

"Tidak, Nyonya," jawab Imas singkat.

Julia sangat kehilangan laki-laki itu. Hatinya memang untuk Damian, tapi Aldo membuatnya merasa memiliki seorang adik laki-laki yang senantiasa melindungi. Kepulangan Aldo ke Bali terlalu mendadak.

Tadi pagi, mereka sarapan bersama, dan laki-laki itu tidak mengatakan apa-apa. Siang hari, tiba-tiba saja Damian memberitahu jika adik iparnya itu pulang ke Bali. Sebelum pergi ke bandara, Aldo pergi ke perusahaan konveksi milik sang kakak untuk berpamitan.

"Bi!"

Damian memanggil pembantunya. Ia berada di kamar Julia di kamar tamu. Imas meninggalkan Julia di dapur dan bergegas menghampiri tuannya.

"Ada apa, Tuan?"

"Tolong, Bibi, bawakan semua barang-barang Julia ke kamar saya!"

"Baik, Tuan. Maaf, Tuan, apakah tuan besar akan datang kemari?"

"Tidak. Kenapa bertanya begitu, Bi?"

"Maaf, Tuan, soalnya … ah, tidak kenapa-kenapa. Saya bereskan barang-barangnya dulu," jawab Imas.

"Hem." Damian menjawab dengan gumaman singkat.

Ia pergi mencari keberadaan istrinya yang ternyata sedang memasak di dapur. Damian memelankan langkah kakinya. Setelah berdiri di belakang Julia, ia melingkarkan tangannya di pinggang ramping istrinya.

"Hu-Hubby!"

"Sedang apa, Sayang?"

"Sedang memasak untuk makan malam. Bi Imas kemana?"

"Aku menyuruhnya membereskan barang-barangmu dan merapikannya di kamarku."

"Kamarmu? Kenapa?"

"Kenapa? Apa kamu mau tidur di kamar tamu terus? Setelah semalam, masa masih harus bobo sendiri," bisik Damian di leher Julia. Lidahnya menjulur, menjelajah leher wanita yang sedang memegang spatula.

Tanda kissmark sisa keganasan laki-laki itu semalam, masih tergambar jelas di leher jenjang Julia. Ia sangat menyukai aroma wanita yang telah merangsek masuk ke dalam hatinya. Damian kembali merasakan indahnya jatuh cinta setelah sekian lama hatinya membeku.

"Hentikan, Hubby. Aku sedang masak," ucap Julia dengan susah payah. Suaminya terus mengecup leher, bagaimana ia bisa tahan. Sekujur tubuhnya gemetar menahan rasa geli dari permainan lidah laki-laki itu.

"Kamu, lanjutkan memasak. Aku tetap melanjutkan kegiatanku," balas Damian.

 "Mana bisa, aku …." Julia selesai memasak dan mematikan kompor. "Hubby! Lepaskan aku," tolak Julia sambil berbalik dan mendorong tubuh suaminya.

"Salah sendiri. Kenapa, kau, begitu menggoda."

"Dasar mesum!" cibir Julia.

"Baru tahu? Ha … ha …."

"Tidak tahu malu," ejek Julia sambil mengerucutkan bibirnya. 

"Aku bisa lebih tidak tahu malu lagi. Apa kau ingin melihatnya, Sayang?" Damian semakin semangat menggoda sang istri yang wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus.

"Damian!" hardik Julia dengan kesal. Mereka tidak hanya berdua di rumah itu. Masih ada Imas yang usianya sudah lebih tua dari mereka. Julia malu jika mereka sampai dipergoki oleh wanita paruh baya itu.

Saat ia menatap wajah laki-laki itu, Julia segera menutup mulutnya. Baru saja, ia menyebut nama suaminya secara langsung tanpa nama panggilan. Julia gemetar ketakutan melihat Damian diam dengan wajah kaku.

Wajah yang tadi senyum, sekarang terlihat datar. Ini pertama kalinya, ia mendengar Julia menyebut namanya. Ia melangkah maju mendekati istrinya dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

'Dia marah. Ya Tuhan, tolong selamatkan aku.'

Damian berdiri satu langkah di depan Julia yang tersudut ke meja dapur tepat di samping kompor. Kedua tangannya memerangkap tubuh wanita itu di antara meja dan dirinya. Wajahnya semakin dekat.

"Apa yang kau katakan tadi?" Laki-laki itu bertanya tepat di depan wajah Julia. Embusan napasnya menyapu wajah istrinya, membuat wanita itu semakin ketakutan.

Sebesar itukah rasa takut yang ditinggalkan Damian di hati Julia? Hingga memanggil nama suaminya saja, wanita itu begitu ketakutan. Seperti berdiri di pinggir jurang dan rasanya ia ingin melompat saat itu juga.

"Ma-maaf," ucap Julia dengan mata terpejam rapat.

"Katakan sekali lagi!"

"Sa-saya tidak berani," jawabnya tergagap.

"Aku menyukainya. Panggil namaku sekali lagi!"

Julia mendongak, menatap lurus ke dalam mata tegas bak elang di hadapannya. Tidak ada raut kemarahan di wajah atau mata laki-laki itu. 'Dia serius 'kan?'

"Da … Damian. Uhm …." Kecupan singkat melesat secepat kilat, membungkam mulut Julia sekilas.

"Kau bisa meneriakan namaku saat kita bercinta," bisik Damian saat tautan bibir itu terlepas. Tidak perlu ditanya seperti apa perasaan Julia saat ini.

"Aku … tidak mau."

"Kenapa?"

"Masih bertanya. Tentu saja karena aku ma …."

Damian menyumpal mulut istrinya kembali dengan kecupan lembut. Tak ayal, Julia akhirnya menyerah. Ia tidak bisa menyingkirkan sang suami.

Mereka berciuman mesra di dekat kompor gas yang baru saja dimatikan. Tangan Julia menempel ke dudukan tungku yang masih panas. "Aw!" Julia meringis sambil mengibaskan tangannya.

"Maaf, Sayang. Aku ambilkan salep untuk mengobati lukamu."

Damian berlari ke living room untuk mengambil salep. Karena terlalu panik, ia tidak bisa menemukan kotak obat yang biasanya disimpan di kabinet bawah meja televisi. Semua barang-barang dibongkar, dikeluarkan dari dalam kabinet agar ia bisa mencarinya lebih teliti.

"Bi! Tolong rapikan ini!" Damian segera meminta Imas merapikan hasil pekerjaannya yang membuat isi kabinet itu berantakan. Ia membawa salep untuk mengobati luka bakar itu kepada Julia di dapur.

Damian mengernyitkan dahi. Istrinya sudah tidak ada di dapur. Ia pun pergi ke kamar, tetapi Julia juga tidak ada di sana. 

"Juli!"

Laki-laki itu berlari ke setiap ruangan seperti orang kesetanan. Kenangan saat wanita itu melarikan diri dari rumahnya, membuat Damian sangat ketakutan. Apalagi, kini ia sangat mencintai wanita itu.

"Julia!" Damian berteriak memanggil nama sang Istri. Sebuah sahutan terdengar di teras belakang. Ia pergi menjejakkan kaki dengan cepat.

Wanita itu sedang menyiram tanaman di halaman belakang. Sebuah plester sudah menutup luka bakar di tangan Julia. Wajah sang suami merah padam.

"Apa yang kau lakukan?!" Damian berteriak.

Selang air itu terlepas dari genggaman Julia karena teriakan Damian. Wajahnya pucat pasi melihat mata laki-laki itu mengkilap merah. Jelas, laki-laki itu sedang marah padanya, tapi kenapa?

Julia tidak tahu, apa kesalahannya kali ini? Kenapa suaminya yang beberapa menit yang lalu masih baik-baik saja sekarang seperti gunung berapi yang siap memuntahkan lahar panas. Wanita itu berdiri dengan tubuh gemetar.

Grep!

Damian menarik tangan wanita itu. Ia melangkah sambil menggenggam tangan istrinya, tetapi aura pekat di wajahnya semakin menghitam, dan gelap. 

"Aku minta maaf, Hubby. Aku tidak tahu, kenapa kamu marah? Tapi, maafkan aku."

Julia bicara sambil berjalan di belakang suaminya. Laki-laki itu tidak mau melepaskan tangan Julia, meski istrinya sudah meminta maaf. Ia terus melangkah sampai tiba di dalam kamar dan menutup pintu dengan kasar.

BLAM!

*BERSAMBUNG*


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C39
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login