Download App

Chapter 22: Chapter 22 Kelahiran Sang Bayi

"Aku berjuang dari bawah… dan sekarang… aku sudah memiliki dua perusahaan…. Aku merasa bangga dengan hasil yang sudah ku capai… karena dulu sekali… aku juga pernah mengalami kelaparan!" Zhou Cheng Cheng tertunduk diam.

Dan pria ini lalu melanjutkan lagi, "Aku tahu ada seorang wanita yang luar biasa. Usia ku hampir empat puluh, dan aku tidak pernah menyaksikan ada wanita yang sangat optimis seperti kau. Zhang Han dulu melamar mu, tapi kau menolaknya karena tidak yakin dengan perasaan mu. Setelah mengetahui diri mu sedang mengandung, kau tidak jadi sedih atau putus asa, malah sebaliknya."

***

Tengah malam Zhou Cheng Cheng terbangun oleh perasaan nyeri pada perurtnya. Bagaimana mungkin? Bukankah kandungannya saat ini baru masuk bulan ke delapan? Kata dokter baru satu bulan lagi ia akan melahirkan… tapi perasaan nyeri menyerangnya semakin hebat… dan semakin gencar saja.

Ya ampun apakah aku akan keguguran? Dengan susah payah ia turun dari tempat tidurnya. Tidak ada orang yang dapat membantunya saat ini. Ia tahu kebiasaan ayahnya, yang tidak akan bangun jika hari sore. Meskipun ia sekarang dapat membangunkan ayahnya, tapi mau apa?

Meskipun demikian ia tetap berjalan ke depan pintu kamar ayahnya. Dalam keadaan seperti ini, satu-satunya orang yang di carinya adalah ayahnya. Tapi berkali-kali pintu kamarny di gedor, pintu itu tetap saja tertutup rapat. Tidak terdengar jawaban atau pun bentakan dari dalam. Terpaksa ia berjalan dengan tertatih-tatih menuju kamarnya lagi.

Baru saja ia akan naik kembali ke atas tempat tidurnya, serangan nyeri yang hebat itu datang menyerangnya lagi, membuat ia membatalkan maksudnya. Tengah malam buta begini, terpaksa ia menelepon rumah sakit. Juru rawat yang berjaga di samping telepon itu menyuruhnya untuk segera datang. Karena ada kemungkinan anaknya akan segera lahir.

Setelah meletakkan gagang telepon itu, tanpa ragu-ragu lagi Zhou Cheng Cheng pun membereskan beebrapa potong pakaian. Dalam keadaan setelah merangkak ia kemudian berjalan meninggalkan rumahnya untuk segera pergi ke rumah sakit. Berdiri seorang diri di tepi jalan yang gelap, perasaan nyeri membuat ia hampir tidak mampu untuk berdiri.

Tapi kemudian kata hatinya berkata agar tetap kuat dalam menghadapi ini. Harus berani tegak dengan kuatnya. Karena tidak ada orang yang dapat membantunya lagi. Akhirnya sebuah taksi berhenti di depannya. Supir mengetahui maksud wanita ini mencegatnya.

"Rumah sakit mana Nyonya?" tanya si supir.

Zhou Cheng Cheng masuk ke dalam taksi, memberikan ongkos ke taksi itu. Dan langsung menyuruh si supir taksi pergi ke rumah sakit.

Di dalam mobil taksi itu, terjadi kontraksi yang luar biasa hebatnya. Zhou Cheng Cheng berkeringat dingin, menahan rasa sakit dalam perutnya. Ia pun berkata dalam hati seraya mengelus-elus perutnya, "Nak, tunggu sebentar lagi…. sebentar lagi saja…"

Zhou Cheng Cheng pun bertahan seraya meremas kain bajunya. Ia pun menyuruh si supir taksi lebih cepat lagi. Tapi pada saat persimpangan jalan, lampu merah pun menyala dan menyebabkan pemberhentian mobil secara mendadak. Zhou Cheng Cheng hanya bisa bersabar dan bertahan dengan sisa kekuatannya itu.

Setelah lampu merah habis, supir taksi itu pun segera mengas habis mobilnya ke rumah sakit. Tiba di rumah sakit, Zhou Cheng Cheng segera di bawa ke ruang persalinan. Di sana ia menjalin persalinannya di bantu oleh dokter persalinan dan suster-suster. Tidak ada satu pun sanak keluarganya yang datang menemaninya selama persalinan. Baik itu keluarga, teman, maupun ayah dari anak ini sendiri, semuanya tidak ada yang datang menemaninya.

Zhou Cheng Cheng berjuang sendiri, menahan rasa sakit itu. Inilah pengorbanan seorang ibu. 5 Jam kemudian, bayi itu pun lahir dengan selamat begitu juga sang ibu. Seorang makhluk cantik nan imut. Zhou Cheng Cheng pun lega bisa melahirkan bayinya dengan sehat dan selamat. Para suster pun membersihkan bayi itu dan kemudian memberikan bayi itu kepada ibunya untuk di susui.

Bibir bayi yang mungil itu pun mulai menyusu dengan lahapnya. Cantik sekali bayinya meski dalam keadaan menyusu. Malah terlihat lebih imut lagi. Zhou Cheng Cheng pun memberi nama putri kecilnya dengan nama Zhou Wei Wei. Wei Wei dalam bahasa Tionghoa memiliki makna punya kesehatan yang baik, sedangkan dalam bahasa China, arti nama Wei Wei memiliki makna berharga. Makhluk kecil ini adalah benda paling berharga bagi Zhou Cheng Cheng, dan Zhou Cheng Cheng juga berharap agar putri kecilnya ini memiliki kesehatan yang baik, tidak menurunkan penyakit neneknya.

Keesokan harinya Zhou Cheng Cheng pun memberitahukan kabar baik ini kepada temannya, Han Shan Yan, Ling Long dan juga Henry Lee. Mereka turut senang mendengarkan kabarnya ini, terutama Henry yang segera pergi ke rumah sakit menjenguk Zhou Cheng Cheng sambil membawa bubur ayam.

Zhou Cheng Cheng menyambut kedatangan Henry Lee dengan senyuman hangat begitu juga dengan putri kecilnya. Henry makin terharu melihat tangan kecil yang lembut itu memegang tangannya. Sungguh amat kecil tangan bayi ini. Kasihan sekali harus hidup tanpa kasih sayang seorang ayah. Karena rasa iba dan kasihan itulah Henry Lee pun selalu mengunjungi Zhou Cheng Cheng dan mengantarkan makanan untuknya setelah Zhou Cheng Cheng kembali ke rumahnya.

Hari-hari Zhou Cheng Cheng pun menjadi hidup kembali di temani putri kecilnya, begitu juga dengan ayahnya yang terkejut saat Zhou Cheng Cheng membawa bayinya pulang ke rumah. Awalnya sang ayah tidak suka pada bayi itu, tapi lama-kelamaan hatinya juga bisa luluh melihat sang bayi memegang tangannya. Maka amarah itu pun redah perlahan.

Setiap harinya Zhou Cheng Cheng sekarang sibuk mengurus bayinya. Sesekali ia juga memasak untuk ayahnya. Tapi kebanyakan ia mengurus bayinya di dalam kamar tanpa ingin di ganggu oleh siapa pun. Tentu saja dia sekarang adalah seorang ibu, maka bertambahlah pekerjaan dan statusnya.

Rumah yang mewah dan besar seperti istana itu pun tidak lagi sepi, malah sangat ramai di isi dengan suara tangis bayi Zhou Cheng Cheng. Sang bayi asik menangis dan menangis, Zhou Cheng Cheng sendiri kewalahan mengurusnya. Belum lagi nanti si bayi lapar, pipis, beol, dan sebagainya. Sungguh melelahkan menjadi seorang bayi.

Karena tidak tahan lagi, ayahnya pun membuka pintu kamar putrinya yang selalu di tutup. Dan mulailah ia memaki, "Mungkin popoknya sudah basah atau perutnya lapar! Heran, tidak mampu mengurus anak ingin punya anak! Lebih bodoh dari ibu mu dalam mengurus anak… dulu waktu kau masih kecil… ibu masih bisa membuat kau berhenti menangis!"

***

To Be Continue….

Terima kasih buat kalian semua yang sudah membaca chapter ini ya. Sampai jumpa di chapter berikutnya…


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C22
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login