Download App

Chapter 18: 18. Manusia yang Nyasar

Lian mengerjapkan matanya berkali-kali. Dalam sepersekian detik, Lian terlonjak kaget ketika melihat atap yang dipandangnya untuk pertama kali.

"Hah! Gue di mana ini?" tanya Lian kaget sembari mendudukkan dirinya di atas ranjang dari bambu.

"Ah iya, gue lupa, gue kan lagi nyari penawar dan semalem nginep di rumah kakek tua itu!" seru Lian sembari menepuk dahinya.

Lian menghela napasnya, kemudian bergegas bangkit dari tempat duduknya. Lian memutuskan melangkahkan kakinya ke ruang tamu meski dengan langkah gontai.

"Alka?" panggil Lian sembari mengedarkan pandangannya.

Namun, sesaat kemudian, Lian bisa melihat bahwa Alka sedang tertidur nyenyak di atas ranjang yang hampir mirip dengan ranjang yang dipergunakan Lian untuk tidur. Segeralah Lian melangkahkan kakinya menghampiri Alka.

"Heh, bangun! Kita kan harus bergegas pergi ke bukit berlian!" seru Lian.

Lian mengguncang-guncangkan tubuh Alka dengan lebih keras. Hingga laki-laki muda itu mulai mengucek matanya.

"Ya? Ya?" sahut Alka sembari membuka matanya secara perlahan.

Ketika melihat Lian masuk ke dalam pandangannya, langsung saja, Alka mendengus sebal.

"Apaan sih lo, pagi-pagi dah ganggu tidur nyenyak gue aja!" keluh Alka.

"Eh lo lupa ya kalau kita harus ke bukit berlian?!" sungut Lian sembari berkacak pinggang. Mendengar hal itu, Alka pun langsung memutar bola matanya malas.

"Sekarang masih tanggal lima, gak usah buru-burulah!" keluh Alka.

"Apaan sih lo! Lo mau malas-malasan di sini?" keluh Lian.

"Lebih baik kita jalan sekarang, sampai sana, terus tanggal enam. Setelah itu, dari pagi sampai malam bakalan ada hujan berlian. Kita harus memaksimalkan waktu sebaik mungkin!" keluh Lian. Alka hanya menghela napasnya.

"Ya udah deh, terserah lo!" pekik Alka. Namun, dengan cepat, Alka berubah pikiran.

"Terus maksud lo, kita harus bermalam di bukit berlian gitu?" Alka segera mengernyitkan keningnya. Lian hanya mengendikkan bahunya.

Secara tiba-tiba, terdengar sebuah suara yang muncul dari belakang Lian. Sosok itu sepertinya tengah berdiri di ambang pintu.

"Ah sepertinya Kakek lupa membicarakan ini kepada kalian. Sebenarnya, di area bukit berlian, ada seorang nenek tua yang membangun rumah di area sana. Dia mungkin bisa membantu kalian untuk memberikan kalian tempat tinggal sementara," cetus Kakek tua itu. Mendengar hal itu, Alka pun sontak mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Oh gitu, oke, kita ke sana!" sahut Alka sembari bergegas bangkit dari ranjang.

"Tunggu deh. Kata Kakek kan, di sana gak ada tempat untuk menginap. Kenapa Kakek sekarang tiba-tiba bilang kalau di sana ada tempat untuk menginap?" tanya Lian curiga.

"Apaan sih lo, Lian! Mungkin Kakek lupa karena dia udah tua! Udah deh, lo terima jadi aja bisa gak? Gak usah kebanyakan protes!" debat Alka.

Lian sontak saja menatap Alka dengan pandangan tak percaya. Menurutnya, Alka tiba-tiba menjadi aneh. Ada apa ini? Kenapa Alka jadi tidak menaruh curiga apapun kepada Kakek tua itu? Padahal, awalnya yang sering meragukan Kakek tua itu adalah Alka.

"Alka, lo sehat?" tanya Lian sembari menempelkan punggung tangannya ke dahi Alka. Namun, dengan cepat, tangan Lian ditepis oleh Alka.

"Sehat kok! Lo mau ngatain gue gila gitu?" ketus Alka.

"Alka, lo jadi aneh!" cibir Lian. Mendengar hal itu, Kakek tua yang berada di belakang Lian pun meledakkan tawanya.

"Ya sudah kalau Nak Lian gak percaya sama Kakek. Tapi, tolong dengerin Alka, yang dikatakan Alka itu benar. Kakek kemarin lupa kalau Kakek punya teman di sana, maklum sudah tua, sering lupa," sahut Kakek tua itu.

"Nah, lagian lo curigaan mulu sih jadi orang!" pekik Alka sembari menjulurkan lidahnya. Mendengar hal itu, Lian pun langsung menundukkan kepalanya.

"Ya maaf," sahut Lian.

"Oh iya, Kek! Apa Kakek punya jalan pintas agar bisa cepat sampai di bukit berlian?" tanya Alka. Kakek tua itu tampak mengusap jenggotnya.

"Ada, mari ikuti Kakek!" jawab Kakek tua itu.

Dengan patuh, Lian dan Alka pun mengekor di belakang Kakek tua itu. Hingga Kakek tua itu tampak menghentikan langkah kakinya di hadapan pohon besar. Kakek tua itu lantas menyentuhkan tangannya ke batang pohon, hingga terbentuk sebuah pintu portal dengan penuh cahaya warna putih.

"Silakan masuk! Kalian akan langsung sampai di kaki bukit berlian," cetus Kakek tua itu.

"Alka, lo yakin?" bisik Lian. Jujur saja, ia merasakan aura aneh dari Kakek tua itu.

"Yuk!" ajak Alka sembari menggandeng tangan Lian untuk masuk ke dalam portal. Alka seperti tidak mempedulikan kata-kata berupa keraguan yang meluncur dari mulut Lian.

Lian mengikuti langkah Alka hingga akhirnya, mereka berdua melangkah masuk ke dalam portal putih itu. Dalam sekejap, Lian dan Alka seperti keluar dari dalam batang pohon besar tersebut.

Lian mengedarkan pandangannya ke segala arah. Tempat ini terasa sedikit asing bagi Lian.

"Eh kita udah sampai di bukit berlian?" tanya Lian kepada Alka.

"Ya mana gue tahu, udah sampai paling!" sahut Alka. Mendengar hal itu, Lian segera memutar bola matanya.

"Emm kayaknya, kita ke sana deh. Itu ada bukit!" seru Lian sembari menunjuk ke arah bukit.

"Ya udah, yuk!" ajak Alka.

Lian pun segera melangkahkan kakinya ke arah bukit bersama Alka. Udara pagi di bukit ini terasa sangat sejuk. Membuat Lian betah menghirup udara lama-lama di tempat ini.

"Alka, rumah Nenek tua itu di mana sih? Kata Kakek, ada di sekitar sini! Apa kamu percaya?" tanya Lian. Sontak saja, Alka menganggukkan kepalanya.

"Percaya," sahut Alka sembari melanjutkan langkahnya.

Setelah kurang lebih tiga puluh menit menapaki bukit, secara tiba-tiba, muncullah sebuah gubuk tua dari puncak bukit berlian. Melihat hal itu, Alka pun sontak menunjukkan jarinya ke arah gubuk tua itu.

"Di depan ada rumah, pasti itu rumah yang dimaksud Kakek," ucap Alka.

"Iya, mungkin," sahut Lian tidak yakin.

Lian dan Alka pun sontak mempercepat langkah kakinya. Sesaat kemudian, mereka telah sampai di pintu utama gubuk tersebut. Detik itu juga, Alka memutuskan untuk mengetuk pintu gubuk tua itu dengan ketukan pelan. Takut apabila mengetuknya terlalu kencang, bisa-bisa gubuk itu roboh. Alka kan pergi ke bukit Lian untuk mencari penawar, bukan untuk membangun rumah.

Saat tengah asyik mengetuk pintu, tiba-tiba datanglah seorang Nenek tua dari arah belakang mereka.

"Kenapa kalian mengetuk rumah saya?" tanya Nenek tua itu. Sontak saja, Lian dan Alka membalikkan badannya.

"Halo, Nek, saya Lian!" seru Lian sembari membungkukkan badannya.

"Kenapa kamu membawa manusia biasa ke sini?" tanya Nenek tua itu dengan nada dingin.

"Manusia biasa?" Lian menaikkan sebelah alisnya.

"Dan bagaimana cara kamu masuk ke dunia ini? Manusia biasa seharusnya tidak bisa menyusup ke dunia ini!" seru Nenek tua itu. Mendengar hal itu, Alka pun segera menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Saya juga gak tahu, Nek, kenapa juga saya bisa nyasar ke sini!" keluh Alka.

"Manusia biasa yang masuk ke dunia ini harus dimusnahkan, atau dia bakalan membocorkan tentang apa yang ada di dunia sihir ini!" seru Nenek tua itu dengan mengayunkan tongkatnya ke arah Alka.

"Ap-Apa?!" kaget Alka.

Dengan cepat, Nenek tua itu mengayunkan tongkatnya hingga muncul sebuah sinar menyilaukan dari ujung tongkat tersebut.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C18
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login