Download App

Chapter 4: Chapter 04

Tidak bisa terhubung dengan adik tercinta telah menenggelamkan Calvino ke dalam rasa takut berlebih. Dia pun tidak bisa menunggu lebih lama lagi hingga keesokan harinya. Malam ini juga dia tengah memberi perintah pada Aiden untuk mengatur penerbangan ke Indonesia.

Dan keberangkatannya yang secara mendadak inipun telah menyisakan pertanyaan tersendiri dibenak Dreena. Dia pun bergegas menghampiri putra tercinta. "Tunggu, Vin!"

Yang dipanggil langsung menghentikan langkah, memutar tubuhnya hingga bertatapan langsung dengan kecantikan ibunya yang tak lagi menyirat keteduhan. Kini, wajah cantik yang sudah mulai ditumbuhi keriput itupun berselimut rasa khawatir berlebih. Calvino mendekat, menatap ibunya dengan tatapan dalam dan lama. "Calvin, berangkat sekarang ya, Ma."

"Apa terjadi hal buruk dengan Adik-mu?" Nada suaranya terdengar bergetar sarat akan gelisah bercampur rasa khawatir.

Calvino tersenyum dan bersamaan dengan itu langsung menggenggam jemari ibunya berpadukan dengan usapan lembut. "Earl, baik - baik saja, Ma."

"Lalu, untuk apa kamu berangkat ke Indonesia malam ini juga? Kenapa tidak menunggu sampai besok pagi? Masalah pelik apa yang sedang terjadi sehingga harus berangkat larut malam begini, hah? Dengar ya, Vin. Mama, ga mengijinkan kamu pergi malam ini juga."

"Sekalipun Mama melarang. Calvin, tetap harus pergi, Ma."

"Vin!" Geram Dreena berpadukan dengan tatapan menajam.

Calvino tersenyum lalu, kembali digenggamnya jemari sang ibu berpadukan dengan tatapan lembut. "Calvin, minta maaf. Malam ini juga Calvin harus berangkat ke Indonesia. Jadi, tolong Ma. Jangan hentikan Calvin, Calvin tidak mau menjadi Anak durhaka dengan melawan perintah, Mama."

Dreena tersentak dan lebih tersentak lagi dengan sikap putranya yang tidak seperti biasanya. "Kalau begitu katakan! Masalah pelik apa yang sudah terjadi sehingga Mama harus mengijinkan mu pergi, malam ini juga."

"Masalah kantor, Ma. Permasalahan yang ada disana membutuhkan penanganan Calvin, segera."

"Jangan bohong sama, Mama." Berpadukan dengan tatapan menelisik mencari jawaban jujur diwajah tampan. Dan jika sudah seperti ini maka Calvino tidak dapat berkelit lagi. Beruntung, Bramantara langsung menengahi sehingga fokus Dreena terbagi dan kesempatan itu telah Calvino gunakan untuk segera melenggang dari hadapan ibunya.

"Tunggu, Vin!" Namun, yang dipanggil seolah tak mendengar sehingga terus saja melangkahkan kaki menjauhi kedua orang tuanya.

"Aku tahu pasti sudah terjadi hal buruk." Ucap Dreena sembari menatap suaminya.

"Sudahlah, Ma. Lebih baik kita ke kamar. Ayo!" Sembari merengkuh pinggang istrinya yang langsung dihempas dengan kasar. Kini, tatapan Dreena menajam. "Seharusnya kau hentikan kepergian Putra-ku. Tapi, kau ... kau, malah mendukungnya." Bentak Dreena.

"Mendukung apa sih, Ma?" Tanya Bramantara dengan suara datar seolah dia memang tidak mengetahui apa yang sedang terjadi.

Dreena mengulas senyum sinis. "Rahasia besar apa yang kalian berdua sembunyikan dariku, hah?"

"Tidak ada rahasia, Ma. Kita ini satu keluarga jadi, untuk apa ada rahasia. Bukankah selama ini kita sudah saling terbuka dalam segala hal."

"OMONG KOSONG! Jangan kau pikir aku lupa dengan kejadian beberapa tahun lalu."

"Ma, kejadian itu kan sudah lama. Please, jangan diungkit lagi."

Perkataan suaminya ini telah menghimpitnya ke dalam lautan emosi sehingga langsung menghujaninya dengan tatapan tajam mematikan. "Kau memintaku untuk tidak mengungkit lagi masalah itu, hah? Sementara kau sendiri menyembunyikan kenyataan pahit akan Putri-ku ... " jeda sejenak. Dreena tampak mengatur emosinya supaya jangan sampai lepas kendali. "Putri-ku menderita selama bertahun - tahun lamanya dan sekarang pun, Putri-ku masih harus hidup terpisah dengan ku."

"Please, Ma. Jangan pernah ungkit lagi kepahitan itu. Sekarang ini, Putri kita sudah bahagia."

Dreena tersenyum sinis. "Bahagia kau bilang? Darimana kau tahu bahwa Putri kita bahagia? Sementara dia saja tinggal di Negara yang sangat jauh."

"Setidaknya Putri kita sudah lepas dari lelaki kejam seperti Jozh."

Bibir Dreena kembali mengulas senyum sinis. "Ya, itu benar. Putri-ku memang sudah lepas dari Jozh tapi keselamatan Putri-ku masih saja terancam. Apa kau tidak memiliki rasa khawatir sedikit pun, hah? Sekarang ini, Earl tinggal seorang diri di Negara yang sangat jauh tanpa adanya pendampingan." Nada suara Dreena terdengar frustasi menggelitiki pendengaran Bramantara.

"Calista tidak sendirian. Disana ada Beni dan Mira yang menemani. Selain itu penjagaan Putri kita diperketat oleh Sean dan juga, Kenan. Apa itu belum cukup, Ma?"

"Belum, karena yang ku mau. Earl, berada di sisiku dan selalu bersamaku. CATAT ITU! Aku mau Putri-ku selalu bersamaku." Bersamaan dengan itu langsung melangkahkan kaki menuju kamar dengan membanting pintu dibelakangnya.

Bramantara mengusap kasar wajahnya lalu, mendudukkan bokongnya pada sofa panjang. Kemarahan istrinya dan juga tiada kabar dari Calista telah menenggelamkannya ke dalam rasa gelisah, cemas, bercampur kekhawatiran mendalam. Tidak mau semakin terhimpit ke dalam perasaan yang kian menyiksa segera dihubunginya Kenan untuk mendapatkan informasi tentang putri tercinta.

"Iya, Sir." Jawab Kenan berpadukan suara khas bangun tidur.

"Bagaimana kabar, Nona?"

"Nona, belum bisa dihubungi, Sir."

Bramantara terlihat gusar. "Cari Nona sampai ketemu dan perketat penjagaan!"

"Baik, Sir."

"Jozh, bagaimana dengan perkembangan lelaki itu?"

"Saat ini Mr. Jozh, tergabung ke dalam jaringan mafia terkuat di, Jerman."

"Katakan sekali lagi, Kenan!" Ucap Bramantara berpadukan dengan kening berkerut.

"Yes, Sir. Mr. Jozh Mandoze, tergabung ke dalam jaringan mafia di Jerman dibawah pimpinan, Mr. Antonio."

Penuturan dari Kenan telah membuat tubuh Bramantara melemas hingga jantungnya memacu seribu kali lebih cepat dari biasanya. Ini tidak mungkin. Pasti Kenan salah informasi. Gumam Bramantara dalam hati.

Sialnya, informasi yang telah Kenan berikan tidak salah. Saat ini Jozh memang tergabung ke dalam jaringan mafia paling berbahaya.

Tidak mau hal buruk terjadi dia pun langsung memberitahu pada putra kesayangan untuk selalu berhati - hati. Namun, Calvino masih saja terlihat tenang. "Papa, tenang saja. Serahkan semuanya sama, Calvin. Biar semua ini Calvin yang urus, Pa." Setelah itu langsung mematikan sambungan telepon dengan ayah tercinta.

Meskipun didepan sang ayah terlihat tenang namun, rasa khawatir tak pernah bisa dia tepis. Bagaimana pun juga kekuatan yang dia miliki tak akan sebanding jika harus berhadapan dengan, Antonio.

"Perketat penjagaan, Nona!" Perintahnya pada Kenan.

"Baik, Sir." Jawab Kenan dari seberang telepon. Setelah itu langsung mematikan sambungan telepon dengan Tuannya.

Kini, disandarkan kepalanya pada sandaran sofa dengan mata terpejam. Namun, tak pernah benar - benar memejam karena pikirannya masih saja melayang jauh memikirkan keselamatan adik tercinta.

Siluet coklat kembali terbuka dan bersamaan dengan itu menegakkan duduknya berpadukan dengan rahang mengeras, tatapan menajam, hingga kedua tangan mengepal erat. "Tambah kecepatan!" Perintahnya pada Khair.

"Baik, Sir." Jawab Khair, dan bersamaan dengan itu langsung melajukan mobil dengan kecepatan tinggi membelah kota Dubai, Uni Emirat Arab.

🍁🍁🍁

Next chapter ...


CREATORS' THOUGHTS
Yezta_Aurora Yezta_Aurora

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan membaca dengan serius.

Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C4
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login