Download App

Chapter 3: Kehidupan Ratna dan Mentari 1

Pagi ini, hujan pun turun sangat deras, aspal jalanan penuh di genangi air. Suara mengalir air dari sudut ke sudut mengalun seperti alunan suara air mengericik. Hawa dingin memasuki Sukma, kaca jendela berembun memantulkan khas rasa menggigil.

Biasanya orang-orang beraktifitas di mulai di pagi hari yang cerah, berbeda ketika hujan turun membuat malas untuk membangkitkan tubuh mereka dari sandaran kasur empuk.

Matahari tak menampakan sinarnya yang biasa memantulkan hingga menembus cahaya masuk ke dalam rumah dan kaca jendela. Semua aktifitas karna adanya hujan sedikit terhenti sejenak. Tak ada lagi suasana suara orang menyapu dengan sapu lidinya, srek..srek..srek! begitulah bunyi suaranya bergema di telinga. beramainya kerumunan ibu-ibu di berbagai penjuru komplek dengan khas sapaan mereka masing-masing atau bahkan berbasa basi menanyakan mau kemana dan darimana.

Tidak sama halnya dengan Ratna. Hari ini Ratna tidak bisa berleha-leha atau merebahkan tubuhnya di kasur. Ia harus memutar otak bagaimana bisa mendapatkan penghasilan untuk kehidupannya sehari-hari dan membayar kontrakan. Ratna sudah siap untuk menjahit melihat seketsa pola pesanan orang di sebelah mesin jahit, di meja kabinet.

Ratna sedang duduk di mesin jahitnya yang jadul itu. Mesin jahit manual yang ia gunakan untuk menjahit adalah mesin jahit kesayangannya yang dapat ia andalkan selama bertahun-tahun ini. Untuk penggunaannya sangatlah cukup mudah bisa dengan mengayuhkan kedua kakinya pada pedal ke atas dan ke bawah lalu ada roda putar pada bagian bawah dan samping meja. Dengan mesin jahit berbahan besi kuat dan kokoh dan ketika ingin mulai menggoyangkan engkolan pada bagian kaki untuk menggerakkan mesin jahit selalu terdengar suara yang khas dari mesin jahit. Eeeer..eeeer...eeeer! Begitulah kira-kira bunyi suaranya. Dengan desain berwarna hitam dengan tulisan berwarna emas di bodi mesin jahitnya.

Ratna pun memulai menjahit kain dari bahan costumernya, dengan bahan katun bercorak kotak-kotak putih biru itu, untuk membuat sebuah kemeja pendek anak laki-laki. Biasanya anak-anak lebih nyaman memakai kemeja bahan katun di karenakan jenis kain katun termasuk jenis bahan kain rajutan (kniting) yang terbuat dari bahan dasar serat kapas. Bahannya pun tak mudah kusut, jika di kenakan akan terasa dingin dan menyerap keringat, apa bila di pakai.

Terdengar di dalam kamar mandi dengan suara percikan air di bawah lantai ubin kamar mandi cukup nyaring. Mentari sedang mandi, bersiap untuk berangkat ke sekolah TKnya yang lumayan cukup jauh dari rumah yang hanya berjarak kurang lebih 100meter.

Sedangkan Bude Karsih sedang memasak di dapur, terdengar nyaring di ruang tamu yang jaraknya hanya beberapa meter dari dapur.

Mentari keluar dari kamar mandi memakai handuk yang ia lilitkan ke dada hingga pergelangan kakinya. Masuk ke dalam kamar yang bersebelahan dengan dapur. Lalu mengambil baju dari lemari kayu dan memakai seragam sekolah TKnya. Selesai memakai baju, tak lupa Mentari memakai bedak sedikit di wajahnya dan menyisir rapih rambut panjang lurus dengan sisir di depan kaca lemari kayu itu.

Makanan sudah siap di hidangkan di meja makan kayu di dalam dapur. Bude Karsih memanggil Mentari dan Ratna untuk bareng makan bersam-sama.

Ratna memberhentikan pekerjaannya sejenak, ia tidak ingin memulai pekerjaannya dengan perut yang kosong. Mentari duduk di kursi kayu di susul Ratna di sebelahnya. Bude Karsih sibuk menyiapkan makanan ke atas meja.

" Bu, sudah mari makan bersama kami. Ibu merepotkan diri saja. Terima kasih sudah membantu saya mengerjakan kerjaan rumah, ya bu. Sebenarnya saya tidak ingin ibu Kasih mengerjakan kerjaan rumah dan memasak. Ibu sudah tua seharusnya lebih baik ibu istirahat saja," ucap Ratna panjang lebar.

" Biar saya yang akan mengerjakan semuanya besok. Karna pesanan jahitan hanya satu. Jadi ibu bisa istirahat," Lanjut Ratna lagi.

Mentari memakan nasi goreng di taburi telur dadar yang di orak-arik itu. Memakannya dengan lahap.

Bu Karsih tersenyum sambil duduk berhadapan dengan Ratna dan berkata, " Tidak usah Ndok, Ibu yang seharusnya berterima kasih sudah di berikan tempat tinggal. Kalau tidak, Ibu tidak tahu harus tinggal dimana."

Ratna mengambil kedua telapak tangan Bude Karsih, mengelusnya dengan jari jempolnya.

" Gak usah sungkan, Bu Karsih. Anggep aja ini rumah ibu."

" Iya benar," celetuk Mentari ikut berbicara sambil cengar-cengir dengan menongol sedikit di Gigi depannya yang ompong.

Mereka pun tertawa bersama.

Hujan sudah berhenti, waktu sudah menunjukan pukul 07.30 WIB. Waktunya Mentari berangkat ke sekolah.

" Sudah jangan bicara lagi, waktunya berangkat sekolah nanti terlambat, Sayang!" Ucap Ratna sambil menunjuk pergelangan tangan kirinya.

" Baik Bos siap!" Seru Mentari sambil berdiri tegak dengan tangan kanannya di angkat ke atas alisnya Sikunya menekuk sejajar 45 derajat dari bahunya seperti orang yang sedang hormat.

Mentari mencium papan tangan Ratna dan Bude Karsih lalu berpamitan. Mengambil tas di meja belajarnya di dalam kamar lalu berkata " Mamah, Bude Karsih, Mentari berangkat dulu ya ke sekolah!" Ratna dan Bude Karsih bersahut bersamaan di dapur. "iya, Mentari!"

Mentari pun berlari kecil keluar dari rumah.

Mentari anak yang pintar di sekolahnya dan dengan mudahnya ia dapat berinteraksi dengan baik dengan teman-temannya dan guru-guru di sekolah. Mentari anak yang patuh jika di beri perintah dan tidak pernah melakukan hal yang buruk kepada teman-temannya juga kepada guru-gurunya di sekolah. Ratna sungguh sangat beruntung memiliki Mentari yang selalu nurut dan budi baik. Mentari selalu pergi sekolah sendiri tanpa di antar Ibunya Ratna.

Lalu di dapur Bude Karsih memulai pembicaraan kembali.

" Bagaimana soal persidanganmu kemarin, Ndok?" Bude Karsih menyalakan air di keran wastafel untuk mencuci peralatan makan.

" Yah, begitulah Bu, sangat di sayangkan. Saya kalah Bu," Jawab Ratna sambil memainkan kedua tangannya di atas meja.

" Saya sebenarnya tidak ingin berpisah dengan Mas Arya, Bu. Tapi_" Ucapan Ratna terhenti lalu menghela nafas panjang.

" Sudah Ndok, jangan bersedih lagi. Ibu sudah banyak lika-liku berumah tangga dengan suami Ibu. Hingga di pisahkan oleh maut. Yang sabar ya, Ndok. Semua pasti ada hikmahnya," Ucap Bu Karsih menyemangati sambil meremas dan mengusap kedua tangannya pada celemek yang ia pakai.

" Terima kasih Bu. Tapi saya memikirkan masa depan Mentari dan saya bingung dengan keadaan ini Bu Karsih. Sedangkan sekarang orderan jahitan sepi. Kadang ada kadang tidak. Saya tidak tau harus berbuat apalagi Bu Kasih."

Bu Karsih duduk di sebelah kiri Ratna, mengelus halus pundak Ratna mencoba menenangkan.

" Nanti coba Ibu bantu," ucap Bude Karsih memberi solusi. " Ibu punya ide berjualan. Dulu di kampung Ibu berjualan berbagai masakan, termasuk cireng bumbu rujak yang sedang di sukai saat ini," Lanjutnya.

" Jika Ratna mau berjualan bersama Ibu. Ibu akan bantu." Ratna tersenyum sumringah mendengar ide Bude Karsih untuk berjualan. Ratna mengangguk tanda setuju.


CREATORS' THOUGHTS
Luh_hediana Luh_hediana

Terima kasih telah mampir membaca cerita pertama saya ini. saya menulis cerita kehidupan sehari-hari..

Jika berkenan berikan kritik dan sarannya ya? apakah cara penulisannya kurang pas atau ceritanya kurang menarik.

Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login