Download App
100% Mandul

Chapter 3: Part 3

Part 3 :

Pagi itu, tubuh ini begitu ringan ketika terbangun. Entah apa yang membuatku begini. Biasanya, udara dingin memaksaku untuk menarik selimut lagi. Namun, pagi ini aku cepat bergegas ke kamar mandi. Wajah embun yang dingin tak lagi menusuk dinginnya tulangku, walau aku hanya berhanduk ketika berjalan ke kamar mandi. Ketika di dalam, kubuka handukku lalu kuperhatikan tubuhku. Puting susuku mengeras karena sentuhan dingin pagi hari. Aku tak peduli betapa dinginnya air pegunungan ini, aku hanya ingin mandi.

Sudah sekitar lima hari pengerjaan jalan di mulai. Entah mengapa, setiap pagi aku jadi ingin ke warung MangCik di pinggir jalan. Selama itulah para pekerja proyek menggodaku. Mereka tak berani menyentuh, mereka hanya menggoda lewat kata-kata mesra, lalu ketika aku sudah jauh aku mendengar kata-kata kotor dari mereka. Bahkan ketika aku melirik, mereka terkadang memperagakan bagaimana mereka akan menyetubuhiku. Aku cuek saja, karena hal itu mungkin hal yang sudah biasa di kota sana. Aku jarang mendapat perlakuan seperti itu, kebanyakan pemuda telah merantau atau kadang mereka harus pindah ketika menginjak ke sekolah menengah. Memang, pendidikan bukan faktor yang menguntungkan di dusun ini.

Pagi ini, seperti biasa. Aku kembali ke rumah utama dengan mengenakan handuk melilit di tubuhku yang cukup sintal. Berkali-kali aku bercermin tanpa busana. Aku merasakan pinggangku melebar, buah dadaku membesar dan pantatku menungging. Sungguh hal yang patut dibanggakan walau hanya aku yang memuji diriku.

Sesampainya di kamar, aku memakai kaus oblong dengan celana strits selutut. Aku bersiap ke warung MangCik untuk membeli bahan makanan. Hmn,,, saat itulah seluruh pesona kupertunjukan. Sengaja kupakai kaus berbahan tipis dan berbelahan rendah, sehingga belahan dadaku sedikit menyembul keluar. Sebenar nya, buah dadaku tak terlalu besar. Namun karena BeHa kawat yang kubeli di Bengkulu, benda itu cukup untuk menambah kepercayaan diriku.

Aku berjalan santai seraya menggenggam smartphoneku. Entah, kenapa aku membawanya pagi itu. Udara dingin mulai menusuk ketika langkahku menjauhi rumahku. Wajahku biasa saja, rambut keritingku kuikat agar leher jenjangku terlihat.

"Suuuuiiiittttt!!! Ricky, nah wong rumahmu lewat!" Ungkap salah seorang pria yang sedang bersiap dengan cangkulnya. (Ricky, itu pacarmu lewat!)

Aku biasa saja, namun hanya Ricky yang selalu dipadukan denganku. Mungkin karena ia pemalu, atau masih bujang. Sama sepertiku, masih gadis.

"Oe, Ricky. Kecik kundu kau. Katanya nak minta nomor WA-nyo!" Kata salah seorang lagi, seseorang yang sudah tua namun badannya masih tegap. (Oe, Ricky. Kecil sekali nyalimu. Katanya mau minta nomor WA-nya!)

Aku tetap terdiam seraya tersengeh mendengar mereka menggodaku. Sampai pada suatu ketika, salah seorang pria berbadan besar dan perut tambun itu menghadangku.

"Nah, madak'i kalah sama pak mandor." Seorang pria lagi menyorakiku. (Nah, masak kalah sama pak mandor). Namun aku tak tahu siapa Ricky itu. Berkali-kali aku melewati tempat pekerja proyek itu. Namun tak sedikitpun aku melihat Ricky. Mungkin ia bersembunyi ketika aku lewat.

Pak mandor berkacamata hitam itu menyodorkan sebuah handphone padaku. Lalu ia berkata, "Dek, tulis nomormu disini. Ini Hape Ricky."

Aku pertama canggung, namun tak apalah. Namanya juga wanita, aku tak mungkin meminta duluan. Aku hanya bersikap biasa ketika menulis nomor Hp sekaligus aplikasi WA ke Hp Ricky.

"Naaaa Ricky. namanya Dek Maria." Seru Pak mandor memberitahu Ricky. "Itu nah dek, yang namanya Ricky." Tambah pak mandor sembari menunjuk salah seorang pemuda yang duduk di atas batu.

Pemuda itu,,,

Ia-lah yang pertama kali berbicara kepadaku dan mengantarku kerumah. Kulitnya sawo matang cenderung hitam. Alisnya tebal dnegan hidung mancung. Perawakannya tegap dengan bibir tipis. Aku tak melihat matanya karena ia mengenakan kacamata hitam. Rambutnya juga tak lihat karena mengenakan helm proyek.

Aku hanya tersengeh ringan lalu berlalu saja. Tak lama kemudian, smartphoneku bergetar. Tentu saja itu adalah pesan Ricky yang coba mengetes. Eh,,, mungkin yang kirim adalah pak mandor tadi karena Ricky pria pemalu.

[Ini Ricky, Save yo] ✓

Aku hanya menjawab, [ Ya] ✓

[••••••••••••••••••••••••] ✓

Rintikan air menetes dari langit. Suara rintikan itu begitu menenangkan ketika kuterbangun di kala petang. Udara dingin menyambutku dan saat itulah aku ingin menarik selimutku lagi. Kutatap jendela kamarku, ternyata langit sudah membiru gelap dan tetesan hujan sudah mulai menderai deras. Angin berhembus ringan mengubah hawa sejuk menjadi menusuk tulang. Aku terduduk di ranjangku. Sejenak kurentangkan tangan untuk melemaskan otot-ototku.

"Huaaahhh, sudah jam 6. Belum mandi lagi." Gumamku sendiri.

Aku keluar kamar sembari menarik handukku. Namun kulihat Smartphone yang sedang ku-charge di tepi ranjang. Kelihatannya aku mendapat pesan dari seseorang.

Ya,,, benar. Whatsappku bergetar dan pesan itu tak lain dari Ricky. Pemuda pemalu yang meminta nomor WA-ku lewat mandornya.

[Dek, lagi apa?] Kulihat pesan itu sudah cukup lama. Mungkin ia mengirimnya ketika aku tertidur tadi.

[Lagi mau mandi kak.] Jawabku sembari berlalu. Mungkin ia akan membalasku seusai mandi nanti. Tetapi tidak, pesanku langsung dibaca dan ia sepertinya sedang mengetik sesuatu.

[Haaahh,, nggak dingin apa mandi hujan-hujan gini]

[Tidak kak, dah biasa. Kakak dah mandi belum?] Jawabku.

[Nggak ah, dingin.]

[iiiihh,,, jorok nggak mandi] Aku mengoloknya.

[Mau sih mandi, tapi sama adek] Seketika darahku berdesir ketika mendengar balasan itu. Tenang, aku tak marah. Namun aku sedikit risih dengan jawaban pemuda jaman sekarang. Mungkin di kota sana, para muda-mudi sudah terbiasa dengan pembicaraan seperti itu. Aku menatap balasan chat itu, entah akan kubalas apa. Darahku sudah berdesir karena godaan itu. Mungkin inilah rasanya menjadi seorang wanita. Andai aku sudah bersuami, hal ini sudah biasa dilakukan oleh pasangan suami istri.

Aku mulai mengetik, [Payoo,,, hehehe] Aku melempar Hapeku ke kasur dan bergegas ke kamar mandi.

Kuguyur tubuh indahku dengan air dingin. Rasanya mengigil, namun aku tetap tahan. Lalu kugosok dengan sabun. Aku masih memikirkan kata-kata Ricky tadi. Apakah seluruh pria seperti itu ketika berbalas pesan dengan wanita. Dan apakah ia memperlakukan semua wanita seperti itu. Dan apakah balasanku tadi salah, mungkin aku tergoda. Tetapi itu hanya di chat saja. Aku harus berpikir dua kali jika ia ingin mandi denganku. Bisa-bisa kami berdua di-grebek oleh warga karena berbuat mesum di kamar mandi. Walau kita sebenarnya hanya mandi berdua saja. Aahhhh,,, tak mungkin kita hanya mandi saja ketika telanjang berdua di bilik kamar mandi ini. Sudah pasti Ricky akan menggerayangiku. Aku tak sadar ketika memikirkan itu semua, nafasku memanas dan jemariku malah mengelus buah dadaku. Tubuhku memanas di tengah cuaca dingin seperti ini.

Aku kembali tersadar ketika puting susuku sudah mengeras. Rasa gatalnya tak mampu kuungkapkan dengan kata-kata.


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login