Download App

Chapter 49: CHOICE

Kini pilihan ada ditangan Jasmine.

Tetap menggugurkan kandungannya dan pergi dari hidup Leonardo?

Atau

Menerima bayi ini beserta cinta Leonardo dan menjadi istrinya?

Mana yang akan Jasmine pilih?

ooooOoooo

Jasmine mengurung diri di dalam kamar, ia sama sekali tak bergerak dari tempatnya duduk. Sudah sejak pagi Jasmine merenung, membiarkan seluruh kenangan di ruangan itu perputar balik memenuhi benaknya. Di tangannya ada sebuah botol obat, berisi pil pencegah kehamilan yang selalu diberikan oleh Rafael. Dulu Jasmine pernah membanting botol itu, tinggal separuh isi botol obat yang masih selamat.

Pagi ini Leonardo mengantarkan Jasmine kembali kerumahnya. Memberinya waktu untuk mengubur masa lalu, memberinya waktu untuk berpamitan pada rumah mungil itu beserta kenangan yang ada di dalamnya. Leonardo memberi Jasmine kesempatan untuk menghirup udara segar dan berbaikan dengan hatinya sendiri.

Ekor mata Jasmine menyapu ke sekeliling ruangan. Barang-barang Jasmine tak berubah, masih sama seperti saat ia meninggalkan rumah itu. Peluru-peluru milik Rafael juga masih ada, sepertinya Leonardo tak mengetahui keberadaan benda itu.

"Jasmine, ayo kita makan!" Senyum Rafael saat memasak di dapur.

"Jasmine, menurutmu bagus warna apa? Hijau tua atau merah maroon?" Rafael meminta pertimbangan baju yang akan ia pakai.

"Jasmine, bagaimana kalau aku mengantarmu berangkat ke kantor?" Rafael mengenakan jaketnya dan tersenyum kearah Jasmine.

Jasmine langsung menangis saat mengingat semua serpihan kenangan itu bertebaran tepat di depan matanya. Bergerak bagaikan visualisasi film 3 dimensi. Bagaimana bisa Jasmine menutup mata seakan semua itu tak pernah terjadi dalam kehidupannya? Cintanya pada Rafael sungguh nyata. Walaupun pria itu sudah membujur kaku atau bahkan membusuk di dalam tanah pun hati Jasmine masih berdegup untuknya. Jasmine masih mencintainya.

Jasmine mencium aroma tubuh Rafael yang tersisa dari pakaian-pakaiannya. Aroma yang begitu Jasmine rindukan. Walaupun sudah sedikit terhapus dengan aroma detergen. Namun samar-samar masih ada sedikit aroma manis itu. Jasmine juga merengkuh barang-barang peninggalan Rafael, cat-cat, kuas, sampai bergulung-gulung kanvas, semuanya punya sisa bau tubuh Rafael yang sangat Jasmine rindukan.

Nostalgia itu tak bertahan lama saat sebuah dorongan rasa mual yang tajam menusuk perut Jasmine dengan sensasinya.

"Heump .... Hoeek!!! Hoek!!" Jasmine begegas lari ke kamar mandi, memuntahkan lagi isi perutnya. Ternyata suasana hati yang buruk benar-benar mempengaruhi hormon kehamilannya. Jasmine kembali merasa mual kembali muntah-muntah dengan hebat.

Wanita itu terduduk lemas di bawah lantai kamar mandi. Tenaganya habis terkuras setelah muntah. Kepalanya juga pusing karena terlalu banyak menunduk.

"Ah, kenapa kau menyiksaku?! Kau sama seperti ayahmu!! Kau menyiksaku!!" Jasmine mengelus perutnya. Jabang bayi itu pun nyata, ia hidup dan terus berkembang dalam tubuh Jasmine. Meringkuk dalam hangatnya rahim sang ibu. Tanpa mengerti dengan apa yang sedang terjadi pada kehidupan ibunya.

Mana  yang harus Jasmine pilih?!

Jasmine berkumur dan membasuh wajah dengan air keran. Ia menatap lamat cermin di depannya. Wajahnya terlihat berubah, pucat dan tak punya cahaya semangat. Padam, tergerus pahitnya kisah hidup dan beban mental yang terus mendera. Jasmine masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Siapa wanita yang sedang ia tatap saat ini?

"HAHAHA!!! Memuakkan!!" Jasmine tertawa bak orang gila, atau mungkin dia memang sudah gila akhir-akhir ini. Jasmine membuka tutup botol dan menuang seluruh isinya ke atas telapak tangan. Butiran obat terlihat menumpuk, wanita itu menatap sesaat sebelum menenggak semua obat yang ada di dalam genggaman tangannya, menelan dengan bantuan air keran.

"Aku tak pernah menginginkanmu!! Tidak akan pernah!!" geram Jasmine. Entah setan mana yang membisikkan dosa besar itu ke telinga Jasmine. Wanita itu benar-benar kalap dan putus asa.

Tak butuh waktu lama bagi segenggam obat yang berhasil masuk ke dalam tubuh untuk berreaksi, perut Jasmine yang semula tenang berangsur-angsur melilit. Jasmine mulai merasakan murus yang aneh, juga rasa sakit yang teramat sangat menyakitkan menekan perut bagian bawahnya.

"Akh ... sakit!! Sakit sekali." Jasmine berbaring di atas ranjang, meringkuk menahan rasa sakit. Keringat sebutir jagung mulai membasahi pelipisnya. Jasmine menangis, proses ini sangat-sangat menyakitkan.

Namun Jasmine menahan rasa sakit itu. Ia menggigit bantal. Menyalurkan rasa sakit lewat hal lain. Jasmine tak ingin teriakan atau rintihannya membuat para pengawal Leonardo yang berjaga di depan rumah mendengarnya. Mereka pasti akan membawa Jasmine ke rumah sakit. Padahal Jasmine ingin segera mengakhiri semuanya dengan menyulut amarah Leonardo. Menggugurkan anak mereka pasti akan membuat sang singa marah dan membunuhnya. Bagi Jasmine itu lebih baik, dari pada hidup menanggung malu dan terpenjara seperti ini.

"Kenapa menjadi gelap?" lirih Jasmine, berangsur-angsur pandangannya memudar. Kesadarannya menghilang.

oooooOooooo

Sayup-sayup terdengar suara teriakan dan juga seruan kekhawatiran pada telinga Jasmine. Jasmine mengenal suara itu. Suara yang ia benci. Kenapa suara itu terdengar begitu khawatir padanya?

"Selamatkan dia!! Kumohon, Ana!! Kau harus menyelamatkannya!!" Leonardo menggoncang lengan kakak perempuannya.

"Leon! Tenang!" bentak Alexiana.

"Selamatkan Jasmine! Aku tak peduli dengan bayi itu lagi. Kau harus menyelamatkan Jasmine!" Leonardo terus berteriak kalap.

"Bisa kau diam?!! Biarkan para petugas medis melakukan tugasnya!! Kau hanya akan mengganggu mereka." Alexiana menghempaskan tangan Leonardo.

"Jasmine harus selamat!! Kalau tidak aku akan membuat kalian menemaninya di dalam liang kubur!!" Leonardo menatap nanar pada seluruh perawat dan dokter yang mengelilingi tubuh Jasmine. Matanya terlihat merah sembab, menahan amarah dan air mata.

Jasmine mencoba untuk meraih kesadaran, namun tubuhnya terlalu lemah. Jiwanya seakan-akan melayang-layang di antara batas hidup dan mati. Satu-satunya yang bisa ia dengar hanyalah suara ancaman Leonardo pada petugas medis demi keselamatan Jasmine, juga suara Alexiana yang berusah menenangkan adiknya.

"LEON!!" bentak Alexiana.

"Selamatkan, Jasmine!! Aku tak akan meminta lainnya lagi, Ana!! Selamatkan wanita itu."

"Kami akan berusaha, Leon! Tenanglah! Basuh tanganmu yang penuh darah itu!! Bersihkan dirimu," tukas Alexiana.

"Aku tak akan meninggalkannya, Na. Tidak ... tidak barang sedetik pun!!" tolak Leonardo.

Leon, batin Jasmine. Kesadaran Jasmine kembali menghilang, gelap. Semuanya gelap.

ooooOoooo

😢😢😢😢😢

😭😭😭😭😭

Kok tega sih Jas?!!


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C49
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login