Download App

Chapter 27: Ch. 27: Disfungsi

Aura dari si Pirang ikut membekukan Elia. Dia terperanjat merasakan tekanan yang pemuda itu uarkan dari auranya. Dia bak melihat kepada kematian itu sendiri.

Namun, bukan energi si Pirang itu yang paling membuat bulu kuduk Elia berdiri melainkan ujung lancip yang mencuat dari buku-buku jarinya. Insting Elia berkata untuk lari ketika melihat si Pirang mengulurkan tangan kanannya.

"Disfungsi." Si pirang berujar, membuat sebuah distorsi di ruang sekitar tangannya. "Lepas!"

Dua ujung kecil di buku-buku jari pemuda itu melesat ke arah salah satu Elia. Dia tak melihat datangnya serangan tersebut, kejadian terjadi begitu cepat. Tak seorang pun menduga si Pirang telah melepaskan serangannya.

Elia 1 baru sadar dirinya terluka setelah merasakan perih di sekitar perutnya beberapa detik selepas dua benda itu mengenainya.

"Ugh!" Klon itu muntah darah.

"Nomer satu!" pekik Elia dua–seperti biasa–penuh kepanikan.

Tubuh Elia 1 ambruk ke tanah, lalu berubah menjadi ribuan butir cahaya dan menyatu ke tubuh Elia 2. Gadis itu kini sendirian tanpa satu pun sekutu bersamanya.

'G–gawat! Kalau begini aku harus mundur ... t–tidak bisa aku melawannya sendirian!" Elia melirik ke dalam bar dan melihat Gunawan bersama Tika sudah tidak ada disana. "Kerja bagus, Romantika! Sekarang waktunya aku untuk pergi—"

Belum selesai Elia berkata, Luperto telah menyerangnya dengan sebuah terjangan. Tindakan yang sama dia lakukan untuk membunuh Elia 6, namun Elia 2 jauh lebih sigap untuk menghindarinya.

'Dia cepat!' Elia 2 mendecih. Kepanikannya semakin membesar.

Gadis itu memilih berlari tanpa memberikan serangan balasan, dia melompat ke atas gedung dan kabur secepat yang dia bisa.

"Hah, mau main kejar-kejaran ternyata." Si pirang kembali membidik. "Disfungsi!"

Dua benda runcing di tangan kanannya sekali lagi melesat. Bangunan yang terkena tembakannya runtuh dalam sekejap. Tercipta distorsi pada ruang yang dilewati oleh dua benda runcing tersebut.

"Apa-apaan itu?!" Elia 2 melempar baton listriknya guna menghalau dua benda runcing tersebut.

Tak disangka, kedua benda itu menembus baton listriknya dan mengenai kepala Elia 2 dengan telak. Dia terjatuh ke gang di bawah, mendarat diantara tumpukan sampah dengan kondisi kepala berlubang.

Matanya kosong menatap ke angkasa malam, nafas gadis itu tersengau mengambil udara. Darah yang bersimbah dari luka di kepalanya mengalir ke dalam matanya, membuat pandangan gadis itu memerah.

"Da–tang ... lah ... cepat ... "

Mata klon itu terpejam sebelum dirinya berubah menjadi ribuan butir cahaya.

***

Keadaan di rumah Gunawan menjadi riuh ketika Rachel mendapati kakaknya itu pulang dengan langkah gontai dan mulut bau tuak. Tika sengaja menaruh Gunawan di depan pintu dan membuatnya seolah pergi mabuk sendirian tanpa ditemani olehnya.

Gadis itu tak perlu takut Gunawan membeberkan pada Rachel kalau dia tak pergi sendirian karena pria itu sudah tak sadarkan diri sekarang.

Membiarkan Rachel mengurus Gunawan, Tika beranjak menemui Elia asli yang kini berada di sebuah menara berjarak 600 meter dari rumah Gunawan. Dia tak sendirian, ada klon-klonnya yang menemani.

"Lapor, ada yang ingin menyerang kami!" kata Tika saat sampai disana.

"K–kami sudah tahu itu."

Senyum di wajah gadis itu merekah merasa dipuji oleh Elia.

"B–baiklah, karena semuanya sudah ada disini kita bisa mulai rencananya." Elia melanjutkan dengan intonasi gugup.

Rencana mereka sejak awal adalah memancing organisasi yang ingin mencari pilar perasaan memanfaatkan Gunawan dan Tika. Wilayah yang strategis adalah tempat dimana Gunawan tinggal yang notabenenya dihuni oleh banyak kaum Exodian.

Ada banyak organisasi yang ingin mencari pilar perasaan untuk mendapatkan kekuatan mereka. Ada pula yang ingin memulai ramalan tentang hari kiamat.

Mereka berencana mengorek segenap informasi dari para organisasi itu untuk memberantas kelompok-kelompok tersebut sementara Akito menjalankan misi mencari pilar perasaan lain.

"Tika, kau sudah memastikan jika Gunawan dan adiknya aman, kan?"

"Sudah, sudah. Aku telah memerintahkan pacar-pacarku untuk menjaga rumah Gun Gun seluas radius 500 meter. Mereka akan memberitahuku jika ada yang janggal disana."

Elia mengernyitkan dahi mendengar kata 'pacar'. Dia masih tidak bisa menerima kalau Tika menyebut budak-budak pikirannya dengan 'pacar'.

"B–baguslah, kalau begitu ... "

Matanya melebar tatkala sebuah benda hitam kecil melesat membelah udara ke arahnya. Elia menunduk, membiarkan benda itu menghantam besi di belakangnya. Besi tersebut seketika hancur dan membuat bagian puncak menara patah.

"Haha, kerja bagus sobat."

Si pirang memuji kawannya yang berpenutup kepala. Pria sinis itu mendecih merasa kalau pujian si Pirang tida cukup untuk menyanjungnya.

"Setelah kau menggunakanku sebagai teropong dan kau masih memujiku seperti itu? Jangan bercanda!"

"Oh, kau mau lebih rupanya? Baiklah, akan kutraktir kau burger setelah ini."

"Burger double delux!"

"Apapun yang kau mau, sobat."

Si pirang kembali memegang kepala belakang si Berpenutup kepala. Matanya berubah menjadi biru, pola-pola mirip lensa kamera muncul di permukaan skleranya.

Dengan kemampuan si Berpenutup kepala yang mampu meningkatkan jarak pandang siapapun yang memegang kepala belakangnya, si Pirang kini mampu menembakkan dua benda runcing di tangan kanannya dari jarak sejauh 10 km sekalipun. Ditambah kemampuannya sendiri untuk mendeteksi energi astral, tak sulit bagi si Pirang menemukan Elia dan Tika.

"Hmph, sepertinya pria yang Luperto maksud tidak bersama mereka." Si berpenutup kepala pun mampu melihat apa yang si Pirang lihat.

"Pasti mereka sudah membawanya ke suatu tempat." Si pirang memperhatikan Tika. "Pilar perasaan itu ... cantik juga, ya?"

"Tch, malah itu yang kau perhatikan! Cepat cari salah satu pilar lainnya!" ketus si Berpenutup kepala.

"Kau kira aku tidak melakukannya? Jika aku bisa merasakan dimana pilar itu berada aku sudah membidik ke arahnya. Bersabarlah."

Si berpenutup kepala mendengus. Selepas itu bersama si Pirang dirinya kembali membidik ke arah Tika dan Elia.

Kedua gadis itu terperanjat ketika tembakan si Pirang sekali lagi melesat, Elia dan Tika turun untuk menghindari serangan tersebut namun tiba-tiba saja menara runtuh seperti rapuh karena berkarat.

Bertindak cepat, Tika meraih tubuh Elia asli dan berteleportasi ke kejauhan meninggalkan Elia-Elia yang lain tertimbun reruntuhan menara.

"Apa-apaan barusan? Tidak mungkin menara itu hancur bergitu saja?" Elia tak habis pikir.

"Betul! Betul! Aku belum pernah melihat seseorang menggunakan teknik seni mistis seperti itu!" Tika menimpali.

"Kalau begitu ... "

Elia memegang baton listriknya, energi astral di tubuh gadis itu mengalir keluar menyelimuti baton tersebut. Aliran listrik yang memancar berubah warna menjadi hitam, pertanda bila Elia sukses mengalirkan energi astralnya ke baton itu.

"Frasa ketiga: Perambatan."

Gadis itu kemudian menggunakan kemampuannya untuk membelah diri, tiga Elia muncul di sana. Beranjak ke beberapa arah, ketiganya hendak mencari jalur mendekati posisi si Pirang dan si Berpenutup kepala. Tika ikut bersama tubuh Elia yang asli.

Namun, keduanya dikejutkan kala sebuah dentuman terdengar diiringi jeritan dari klon Elia nomer 3.

"Apa itu?!"

Getaran terasa makin besar, bumi bergunjang hebat. Suara gemuruh samar-samar terdengar mendekat, bak ada seekor badak menerobos gedung-gedung di sisi kanan kedua gadis itu.

Benar saja, tembok di samping mereka hancur kala sesosok makhluk tinggi besar menerjangnya. Elia berhasil mengelak, namun lain halnya dengan Tika yang tertubruk sosok itu dan terlempar ke dinding di belakangnya. Dinding itu hancur dan Tika tergeletak tak bergerak.

"T–tidak!"

Elia panik, matanya terbelalak lebar menatap Luperto yang ukuran tubuhnya semakin membesar. Di keenam tangan monster itu tergenggam beberapa mayat yang terbungkus dalam kepompong. Luperto melepaskannya, begitu jatuh ke tanah kepompong itu hancur dan mengeluarkan ghoul yang langsung menyerang Elia.

"A–aaaaaakkkhh! Menjauhlah dariku!"

Elia berlari, dia tak kuasa menahan ketakutannya pada keenam ghoul yang mengejar. Gadis itu berusaha menggandakan diri untuk melawan mereka namun klon-klonnya dengan cepat dihabisi.

"Ini buruk! Sangat, sangat buruk!" batin Elia.

Gundah di sanubari gadis itu mengusik ketenangan sang Spirit Kind yang mendiaminya.

"Sedang apa kau ketakutan seperti ini, Elia? Apa kematian sedang mengejarmu?"

"Diamlah! Kau tidak perlu ikut campur!"

"Aku pikir aku harus ikut campur, kalau ini berhubungan dengan nyawamu maka aku punya hak untuk turut andil di dalamnya."

Mata kiri Elia bercahaya, pupilnya berubah bentuk menjadi oval. Si Spirit Kind mengambil alih kendali setengah tubuh gadis itu, membuatanya Elia kian panik.

"Apa yang kau lakukan?!" jerit gadis itu. Dia tak habis pikir pada apa yang si Spirit kind lakukan.

"Ini tercantum dalam kontrak kita. Aku berhak memiliki kebebasan untuk bicara dan bertindak sesuka hatiku, dengan bayaran kau memiliki kendali penuh atas kekuatanku."

"Aku tidak akan menggunakannya! Aku tidak bisa melawan kera itu!" Elia menukas. Beberapa kali dia lirik ke arah kawanan ghoul yang mendekat bersama Luperto di belakang mereka.

"Jika kau hanya akan berlari seperti itu, maka biarkan aku yang menggunakannya."

Spirit kind itu mengarahkan tangan Elia ke gedung di sebelah kiri mereka. Cahaya biru merambat dari tangan Elia ke gedung tersebut, si Spirit kind pun mengayunkan tangan Elia begitu kawanan ghoul dan Luperto berada cukup dekat dengannya.

Dinding gedung yang Elia pegang tiba-tiba menghantam Luperto dan pasukan ghoulnya. Sekilas, memang si Spirit kind seolah membuat dinding tersebut menabrak mereka, tetapi Elia sadar bila gedung tersebut menjadi dua dan menghimpit Luperto beserta kawanan Ghoul tersebut.

"Cepat panggil bantuan, itu tidak akan menghentikan yang berukuran besar," ujar si Spirit kind yang segera Elia turuti.

Itulah kemampuan sang Spirit kind yang mampu menggandakan bukan hanya dirinya sendiri, melainkan benda lain. Tetapi, itu tak terbatas hanya pada objek mati. Jika dia mau, Spirit kind itu mampu menggandakan makhluk hidup lain.

Dentuman lagi-lagi terdengar kala Luperto meloncat menembus atap gedung yang tergandakan itu. Dia mendarat di belakang Elia, memotong satu-satunya jalan untuk melarikan diri gadis itu.

"Menarik juga kau manusia, tetapi itu masih belum cukup untuk membunuhku!" Luperto mendengus, mengeluarkan uap panas dari lubang hidungnya. Keenam tangan kera itu merentang, otot-ototnya semakin membesar.

"B–bagaimana ini?!" Elia panik, kakinya gemetar hebat.

Dring!!!

Bunyi nada dering smartphone gadis itu menyentaknya dari kecemasan. Masih dengan rasa takut, Elia melirik ke layar smartphonenya yang berisikan ratusan pesan yang telah dikirimnya. Seseorang tengah mengetik, lalu membalas gadis itu.

'Aku akan kesana,' balas Akito.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C27
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login