Download App

Chapter 3: Kedua

Sepuluh menit yang lalu, bel pulang baru saja berbunyi. Tapi nasib sial dialami kelas Aura dan Jena. Guru yang mengajarnya sepertinya tak berniat pulang. Padahal seisi kelas sudah tidak fokus lagi dengan apa yang diterangkan guru mereka.

Aura melirik jamnya sedari tadi. Gak bisa dibiarin, Aura langsung berdiri dari duduknya. Seisi kelas sekarang menatapnya termasuk Ibu Beta— guru yang mengajar kelasnya saat ini.

"Kenapa Aura?" tanya sang guru.

Kenapa? Pake nanya lagi, nih si Ibu. "Udah pulang, Bu. Saya juga mau pulang, Mama saya nyariin di rumah."

Sang guru melihat keluar lalu berjalan ke mejanya dan membereskan buku-bukunya. "Baiklah, sampai di sini saja pelajaran hari ini. Jangan lupa besok PR-nya di kumpul di meja Ibu sebelum bel." Setelah mengatakan itu ia melangkahkan kaki pergi meninggalkan kelas.

"Ah untung ada lo," ucap salah satu siswi ke Aura.

Aura hanya mengedikkan bahu, lalu berteriak "JENA BURUAN!"

Aura dan Jena berjalan beriringan menuju gerbang. Beberapa minggu ini sejak Aura galau, ia selalu diantar jemput supirnya. Sebagai sahabat yang baik, Jena selalu menemani Aura sampai di jemput. Semua itu ia lakukan demi kebaikan Aura juga.

"Eh ...." Aura tiba-tiba saja berhenti saat matanya tanpa sengaja menoleh ke arah parkiran mobil siswa. "Itu cowok yang di kantin tadi," gumam Aura yang membuat Jena mengikuti arah pandangnya. "Lo kenal, Jen?" tanya Aura pada Jena. Jena mencoba mengingat-ingat apa dia kenal. Tapi, jangankan kenal melihatnya saja baru pertama kali.

"Lo yakin pernah suka sama dia dulu?" Jena dan Aura saling pandang, lalu Aura mengangguk yakin. "Tapi, gue baru pertama kali loh liat dia, lo salah gak sih? Jangan-jangan dia anak baru?" Mereka berdua kembali memperhatikan lelaki itu sampai ia pergi bersama mobilnya keluar pelataran sekolah.

"Gak, Jen. Gue yakin!"

Jena tampak mengerutkan dahinya. Namun ia tersenyum. "Nanti, malam gue tanyain si Ibe." Aura pun mengangguk senang mendengar ide bagus itu.

•••

"JENAAAAAA?!" Suara cempreng itu telah kembali. Teriakan yang sudah menghilang selama satu bulan ini akhirnya terdengar lagi. Di awal-awal banyak yang bersyukur tak mendengar teriakan itu di pagi hari, tapi semakin hari mereka pun harus mengakui kalau mereka rindu dengan suara teriakan nan cempreng khas seorang Aura.

Jena melambaikan tangannya dari jauh. Ia mengeratkan pegangannya pada tali ranselnya. Senyumnya mengembang indah, begitu pula dengan gadis yang sedang menantinya di depan pintu kelas.

"Udah tau, namanya?" tanya Aura bersemangat. Jena menggeleng, ia merasa bersalah tidak bisa menapati janjinya.

"Tenang! Gue udah tau, namanya Jeje!" dengan senyum mengembang ia bagi kabar bahagia kepada Jena.

Seperti Ibu yang menatap anaknya bahagia, begitulah gambaran tatapan Jena pada Aura. Ia ikut bahagia melihat sahabatnya bahagia. Di dalam hatinya, ia bersyukur lelaki bernama Jeje itu telah mengubah dunia sahabatnya kembali seperti sedia kala.

"Tapi ...," Aura terlihat khawatir saat mengatakan itu..

"Kenapa?" Jena lebih khawatir. "Dia sudah punya pacar, Ra?" Aura menggeleng cepat menepis prasangka Jena.

"Gue gak punya nomornya dan satu pun social media-nya."

Jena terkekeh kecil. "Nanti kita cari sama-sama, oke Aura?" Mendengar jawaban itu membuat Aura tenang dan mengangguk semangat.

"Oh Iya, lo udah PR? Gue mau nyontek dong hehe," ucapnya yang langsung menggandeng tangan Jena dan menariknya masuk ke dalam kelas.

"Lo gak buat lagi? Masih galau?"

"Enak aja! Gue lagi jatuh cinta tau!" Kali ini Aura mengakui kalau sebenarnya ia telah jatuh cinta lagi. Persetanan dengan baru patah hati. Lagian, ia sudah sebulan putus. Toh, sah-sah aja 'kan? "Gue mikirin dia terus, jadinya gue lupa deh buat PR."

"Alasan!" cibir Jena. "Nih," ia menyodorkan bukunya yang langsung diambil Aura. "Btw, si Jeje kelas berapa?"

"Tuh, kelas sebelah."

"HAH? Serius lo?" Jena tampak terkejut.

"Iya serius lah."

"Kok gue baru pertama kali, ya liat dia?"

"Jangankan elo. Gue aja juga baru dua kali liat dia. Pertama dulu waktu MOS, ke dua ya kemarin." Aura kembali melanjutkan menyalin PR-nya. "Udah ah, gue mau nyalin dulu nih. Nanti aja gosipnya." Jena mengangguk lalu ia berjalan meninggalkan sahabatnya di dalam kelas karena hendak pergi ke toilet.

"Aduh ...," ucap Jena saat ia merasakan seseorang menabrak dirinya. Ia yang tadinya menunduk sambil memainkan ponsel saat berjalan, langsung mengangkat wajahnya menatap si penabrak. Ia hanya diam tanpa berniat minta maaf, begitu juga dengan si penabrak yang berdiri di hadapannya.

"Minta maaf kek!" Jena menatap orang itu dengan sebal. Orang itu hanya diam tanpa berniat menjawab atau pun ikut marah. Dengan wajah datarnya ia berjalan meninggalkan Jena.

"Sialan, songong banget," gerutunya dengan membalik menatap laki-laki itu. "Woi! Nama lo siapa?!" teriak Jena.

"Kenapa, Jen marah-marah. Masih pagi nih." Jena kembali berbalik ke arah ia berjalan tadi.

"Itu, siapa sih dia? Gue baru pertama kali deh kayaknya liat dia. Songong banget!" adunya mengomeli orang yang telah menabraknya itu.

"Owh ... itu. Dia itu Jeje. Anak kelas gue."

"Jeje?"

"Iya Jeje. Gak jelas banget namanya Jeje kek kelakuannya. Dah ah Be, minggir ... gue mau balik ke kelas aja." Namun, Jena tiba-tiba ingat sesuatu. Jeje ... anak kelasnya Ibe? Jeje yang disukai oleh Aura? batinnya bertanya - tanya. "Ibe, lo ada nomor dia gak?" mendadak Jena langsung bertanya ke Ibe.

"Wez, ada apa nih?" Ibe langsung tersenyum jahil yang buat Jena ingin meremukkan wajahnya.

"Buruan! Penting! Gue mau neror dia, karena dia gak minta maaf sama gue. Dia pikir dia siapa?"

"Emangnya lo siapa?"

"Kok lo malah nanya gue siapa?! Buruan cepetan kasih!"

"Dia gak punya line. Anaknya anti sosial," bisik Ibe. "Tapi gue punya nomornya, kalo lo berniat jadi cemewew dia."

"Buruan!" Jena tak menghiraukan ucapan Ibe yang ia pikirkan saat ini ia harus mendapatkan nomor sang pujaan hati sahabatnya.

"08229945xxxx"

"Oke, Thanks ya, Ibe." Jena langsung meninggalkan lelaki yang bernama Ibe itu.

"AURAAAAAA?!" teriak Jena dari depan pintu saat memasuki kelasnya. "Sumpah sumpah sumpah! Ini penting demi langit dan bumi yang berjauhan, demi diri lo yang baru patah hati!" Jena berkata dengan heboh tak perduli dengan tatapan teman sekelasnya yang tertuju padanya.

"Apa sih?" Aura yang baru saja selesai menyalin PR Jena langsung menutup kedua buku tersebut, lalu menatap Jena.

"GUE TAU NOMOR COWOK YANG LO SUK—"

"SUMPAH DEMI APA?!" Aura langsung terlonjak. Ia berdiri, mendekat ke arah Jena. Jena pun mengagguk semangat. "Berapa nomor dia? Kasih tau gue! Kasih tau!!!" Aura langsung kelabakan mencari ponselnya.

"08229945xxxx"

"Ini beneran 'kan?"

"Bener!"

"Kalo bohong?"

"Kita potong kuping Ibe. Soalnya ini dari dia."

Aura tersenyum bahagia. "Aaa ... thanks ya Jen. Gue sayang sama lo! Lo sahabat terbaik gue." Ia pun langsung memeluk sahabatnya saat mengatakan itu.

"You too."

Tanpa mereka tau yang terbaik tak 'kan selamanya bertahan menjadi yang terbaik, karna roda hidup penuh perputaran dan di situlah teruji kesetiaan.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login