Download App

Chapter 20: Teman baru

"Tentu. Kamu tidak mau berteman denganku?" Tiara menatap sedih Nia. Bibirnya mengerucut, kecewa tak bisa berteman dengan Nia.

"Eh? Aku mau kok." Nia menggelengkan kepalanya. Senyumnya merekah, paras cantiknya terlihat manis saat tersenyum. Kelopak matanya ikut tersenyum, membentuk bulan sabit.

"Baguslah, mulai sekarang kamu temanku, Nia," ujar Tiara senang dan kembali merangkulnya.

Dua gadis berbeda warna kulit itu bercengkrama panjang lebar. Mereka membicarakan banyak hal. Sesekali gelak tawa keluar dari bibir tipis Nia. Ia tak menyangka Tiara punya selera humor yang cukup bagus. Gadis seputih susu itu senyum manis. Sudah lama ia tak tertawa sebanyak ini.

"Wah senyummu manis juga Nia. Oh ya, boleh minta nomormu? Masa teman gak saling tukar nomor?"

"Oh boleh. Ini nomorku." Nia memberikan nomornya pada Tiara dan langsung disimpan olehnya. Tiara juga memberikan nomornya. Semua ini terasa seperti mimpi bagi Nia. Mimpi yang terlalu indah hingga takut terbangun dari mimpinya.

#

.

.

Bel yang paling ditunggu berbunyi. Semua siswa berhambur keluar. Mereka saling himpit, tak sabar ingin cepat keluar dari kelas yang membosankan. Gadis seputih salju dan rambut sekelam malam keluar dari kelasnya sambil menggendong tas ranselnya. Kakinya berhenti saat dua orang laki laki berkumis tipis menghadang Nia. Ia melangkah ke kanan, tapi pemuda itu ikut ke kanan. Melangkah ke kiri, diikuti lagi.

"Ck minggir! Aku mau lewat," perintah Nia lalu mendorong pemuda di depannya. Para pemuda itu tak berhenti, mereka berdua memegang ransel Nia, membuatnya tertahan.

"Mau kemana?" tanya salah satu pemuda.

"Ya pulanglah masa mau ke rumah kalian?" jawab Nia sinis. Gadis yang memakai jepit rambut itu menepis tangan si pemuda dari ranselnya dan kembali jalan. Tapi mereka tak kehilangan akal. Mereka berdua menahan tangan Nia, lalu salah satunya mengambil tas Nia, membawanya lari.

"Kembalikan tasku! Ck lepas!" bentak Nia saat tangannya dipegang. Pemuda kulit coklat dengan rambut keribo tertawa. "Hahaha galak sekali. Ikut aku yuk, kita main. Tadi di kelas, kamu terlihat kuat, pasti kamu kuat juga saat main denganku," goda laki laki itu yang terlihat menjijikan. Nia rasa ia ingin muntah sekarang juga. Nia menepis tangan pemuda kribo itu dan lari mengejar orang yang membawa tasnya.

Sekolah terlihat seperti sarang semut jika dilihat dari atas. Terlalu banyak orang sampai Nia kesulitan mengejar pemuda yang mengambil tasnya. Di sudut jalan, seorang gadis berkulit semanis coklat memperhatikan Nia. Ia lalu mendekati pemuda yang memegang tas Nia.

Ia mengangkat kakinya saat pemuda itu lewat, membuatnya jatuh tersungkur. Seketika orang orang disekitarnya menertawakan aksi jatuh tak elitnya. Wajah pemuda itu merah padam lalu lari menerobos kerumunan.

Gadis manis itu mengambil tas Nia yang tergeletak di tanah. Tiara lalu menghampiri Nia. "Ini tasmu. Dia kurang ajar sekali!" Tiara berdecak sebal. Nia senyum tipis, hatinya terasa hangat saat Tiara menolongnya.

"Terimakasih Tiara." Nia memakai ranselnya. Gadis di depannya tersenyum dan membersihkan belakang ransel Nia yang kotor. "Anytime. Teman harus saling bantu," ucapnya riang. Teman, sosok yang sangat berarti untuk Nia. Semoga Tiara memang orang yang tepat untuk menjadi temannya.

#

.

.

Bel pulang sudah berbunyi sejak tadi. Sekolah yang tadinya ramai seperti kerumunan semut kini mulai sepi. Suara bising kendaraan mulai berkurang. Begitupun dengan senda gurau para siswa. Kini, hanya tersisa beberapa orang di sekolah. Sore ini matahari bersinar sangat terang hingga panasnya tak jauh beda dengan siang hari.

Gadis berponi itu duduk di halte sekolah, menunggu jemputan. Ia sudah menunggu cukup lama hingga pantatnya terasa panas. Gadis di sebelahnya menemani Nia, "Kasihan kalo Nia menunggu sendirian," katanya. Mereka menggunakan kipas mini untuk menepis gerah. Untungnya atap halte bewarna hijau cukup melindungi orang dibawah dari terik matahari.

"Kamu pulang saja Tiara. Aku bisa menunggu sendiri," kata Nia tak tega. Ia tak mau merepotkan teman barunya. Tapi Tiara menggeleng, ia bersikukuh menemani Nia.

Saku Nia bergetar, sepertinya ada orang yang menelfonnya. Ia mengambil ponsel dari saku rok dan mengangkat telfon. "Yah jadi Pak Rama gak bisa jemput? Iya, aku bisa naik taksi." Nia menghela napas lalu menatap temannya. "Supirku tidak bisa jemput, kamu pulang saja, aku mau naik taksi."

"Baiklah. Hati hati dijalan. Kabari kalo sudah sampai rumah," ucapnya lalu menghentikan bus yang lewat dan masuk ke dalam bus. Nia mendesah kecewa, merasa sia sia menunggu Pak Rama. Kepalanya menunduk, kakinya ia goyangkan.

"Hai nona cantik, butuh tumpangan?" tanya seseorang di depannya. Refleks Nia mendongakkan kepalanya. Raut wajahnya berubah sinis. Lagi lagi pemuda kulit pucat dan mata sipit mengganggunya.

"Tidak. Terimakasih," jawabnya ketus. Pemuda itu memarkirkan motornya di pinggir halte lalu duduk di samping Nia. "Kau yakin? Supirmu gak bisa jemput kan? Daripada naik taksi lebih baik sama aku."

"Lebih baik aku naik taksi," ketus Nia. Gadis berponi itu menggeser duduknya, menjauh dari Kevin. Pemuda pucat sadar, ia menggeser tubuhnya mendekati Nia. "Ck jauh jauh sana," sinis Nia yang kembali menggeser duduknya. Mata gadis jangkung itu membulat saat tubuhnya hampir jatuh. Dengan cekatan Kevin merengkuh punggung Nia dan kembali mendudukkan Nia di kursi halte.

Jantung Nia berdetak kencang, entah karena kaget hampir jatuh atau karena wajah pemuda mancung itu sangat dekat dengannya. Ditambah tangan pemuda itu masih berada di punggung Nia. "M-menjauh!" Nia mendorong tubuh Kevin. Ia memalingkan wajahnya dan menghembuskan napasnya perlahan, berusaha menetralkan detak jantungnya.

"Sama sama," sindir Kevin lalu menjauhkan tubuhnya dari Nia. Gadis putih itu membalikkan tubuhnya. "Ck Makasih. Sudah yah aku mau naik taksi," jawab Nia malas. Ia melambaikan tangannya saat taksi lewat. Kevin buru buru menutup pintu taksi dan menarik Nia menjauh. "Maaf pak, teman saya ini diantar saya."

Supir taksi mendelik. "Anak jaman sekarang senang mengerjai orang tua," kesal supir itu lalu melajukan mobilnya. Nia menepis tangannya yang digenggam Kevin. "Siapa yang bilang mau diantar kamu?"

"Tidak ada, tapi kau yakin mau pulang sendirian? Sekarang sudah sepi. Bus jarang lewat. Taksi? Kamu tidak lihat berita seorang siswi SMA diperkosa supir taksi? Aku hanya mengkhawatirkanmu," jelas Kevin panjang lebar. Nia termenung, ada benarnya perkataan Kevin. Lagipula tubuhnya letih, ia ingin cepat berbaring di ranjangnya yang empuk.

"Baiklah, antar aku."

Bibir Kevin tertarik ke atas membentuk senyuman yang lebar hingga matanya seperti segaris. "Yosha! ayo berangkat," teriak Kevin senang.

Nia menggelengkan kepalanya ketika Kevin heboh sendiri. Sepertinya stamina pemuda pucat itu terlalu banyak hingga susah disuruh diam. Nia duduk di belakang Kevin dan berpegangan pada ujung motor.

Kevin memperhatikan Nia dari spion. Bibirnya tersenyum jahil. "Pegangan atau kau akan jatuh," ucapnya lalu menancap gas. Manik coklat gadis itu terbelalak. Sontak tubuh Nia terdorong ke belakang. Refleks tangannya melingkar ke perut Kevin. "Kau sengaja yah?" bentak Nia yang masih memeluk erat perut Kevin.

"Sudah ku bilang, pegangan," kata Kevin jahil. Senyumnya mengembang saat melihat tangan Nia diperutnya. Kevin sungguh pintar mengambil kesempatan. Bisa sekali ia membuat Nia terpaksa berpegangan padanya.


CREATORS' THOUGHTS
nia_rahmah nia_rahmah

"Keinginan berteman adalah pekerjaan cepat, tetapi persahabatan adalah ibarat buah yang lambat matang."

Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C20
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login