Download App

Chapter 3: |3| The Fairy Tales Tree - 3

"Sungguh tidak akan pernah tercapai.", Rena mengusap air matanya yang mengalir.

Setelah membiarkan dirinya menangis berlama-lama, ia bangkit dari posisi duduknya dan meletakkan semua yang tadinya ia pangku ke atas meja yang dihiasi rumbai-rumbai disisinya.

Ia mencuci mukanya terlebih dahulu, lalu turun ke lantai bawah hendak makan siang.

"Hai bibi. Bibi masak apa hari ini? Rena lapar." kata Rena.

"Eh non Rena. Bibi hanya masak tumis sawi-brokoli dan ayam goreng. Silahkan nona, dimakan.", Sahut perempuan berumur 49 tahun itu.

"Wah... Makasih ya, bi. Bibi tau aja deh mood makan Rena, hehe." , senyuman manis tetapi mengandung banyak arti terletak di wajahnya.

Bibi Lisa mengerti dengan setiap mimik muka seseorang. Apakah orang itu baik atau tidak, sedang bahagia atau bersedih, jujur atau tidak. Semuanya dia tau. Jadi dia tau apa yang sedang dirasakan oleh anak majikannya ini. Apalagi matanya yang masih bengkak sehabis menangis itu. Tak dapat ditutupi kalau sang anak majikan baru saja menangis.

Apalagi dia tak sengaja beberapa kali mendengar tangisan kecil Rena dari ruang tengah, tepatnya disamping telepon rumah berada.

Dia hanya bisa bersimpati, karena dia tau diri. Dia hanyalah pembantu dirumah itu. Tak pantas jika menanyakan hal-hal privasi milik majikan maupun buah hati sang majikan.

Except, dia seorang psikolog, bisalah.

"Bibi?"

"Iya nona?"

"Bibi nanti tolong siapkan baju Rena untuk pergi ke kebun Rena ya.Simpel-simpel aja, yang bisa bergerak dengan leluasa, Bi.", pinta Rena. Ia telah merencanakan hal ini sebelumnya. Di waktu-waktu seperti ini, cocok baginya untuk menenangkan pikirannya. Agar semua yang dialaminya tak terlalu ia pikirkan. Yang ada nanti bikin stres lalu gila, terus masuk rumah sakit gila. Gak akan! Jauh-jauh deh.

.

.

.

Hari menunjukkan pukul 16.30. Waktu yang tepat untuk mengunjungi kebun buah miliknya.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit ke kebunnya, Rena pun sampai.

"Disini aja Pak. Nanti Bapak tunggu Rena disana saja ya." , sambil menunjuk ke arah jejeran pohon di depan mereka.

"Baik nona.", kata Pak Mito~supir pribadi Rena.

Rena melangkahkan kaki jenjang yang ramping miliknya keluar dari mobil. Menginjak jalan yang masih berupa bebatuan sedang berwarna hitam pucat.

Ia lalu menyusuri kebun berpagarkan pohon cedar dan teh-tehan. Matanya mengitari sekeliling dan memetik beberapa buah yang ada di depan matanya. Seperti jeruk dan apel.

Tak sadar, ia telah berada di depan pohon paling besar di kebunnya. Sembari memakan buah apel ia melihat pohon tersebut dari akar sampai ujung daunnya.

"Hmm... Tak pernah ku lihat sebelumnya. Besar. Kuat. Mayan.", Rena mengangkat salah satu bahunya dan memiringkan kepalanya sekejap, lalu memalingkan tubuhnya dan akan bersandar di batang pohon itu.

Tetapi tak ada rasa keras ataupun rasa lainnya di punggungnya.

"Hm", mata Rena melotot terkejut. "Huaaaaaaaaaaaaaaaa... Haaaaaaa... Huaa...!!!", saat ia terjatuh ke kedalaman yang tak terhingga Rena terus berteriak. Tangannya seakan-akan menari-nari diatas sana dan ia tak berhenti teriak.

Bruk!

Rena terjatuh dari langit sebuah desa yang ia belum tau namanya. Bisa dibayangin bagaimana Rena dapat menjadi pusat perhatian. Ia tergeletak di jalan yang berupa pasir tetapi rata tak berlubang. Ia melihat sekelilingnya dan menyadari orang-orang memperhatikannya.

Menggunakan pakaian modern, dirinya menjadi pusat beribu pertanyaan di desa bernama Desa Friclyn. Karena pada zaman itu, pakaian yang dipakai adalah gaun. Mulai dari model sederhana maupun model mewah.

Sementara Rena menggunakan celana pendek jeans diatas lutut dengan baju putih dihiasi bercak-bercak bunga berwarna merah gelap, lengan panjang.

"Maaf nona, boleh saya bantu?", tanya seorang pria paruh baya kepada Rena sambil memberikan tangan kanannya untuk meraih Rena.

"Ya, t'rimakasih Tuan.", ucap Rena berterimakasih kepada bapak itu.

"Tidak masalah. Nona sedang apa disini? Koq baring di jalan?" tanya pria itu lagi.

"Ah... Iya... Saya dimana ya? Papa? Mama? Abang? Ini dimana? Tuan ini dimana?", Rena seketika panik tak tahu ia sedang di Desa Frislyn.

"Permisi nona, jangan tergesa-gesa. Nanti sia-sia saja, saya tak dapat membantu nona jika nona berbicaranya cepat sekali." Benar saja pertanyaan yang dilontarkan Rena kepada tuan itu sangatlah dengan tempo yang cepat. Orang-orang yang dari tadi mengelilingi mereka ternganga karena Rena karena bicara cepat sekali.

"Huhh... Baik Tuan." Rena menghirup udara lalu membuangnya dan kembali berbicara, "Tadi saya akan bersandar di sebuah pohon tetapi tidak ada yang saya rasakan di punggung saya. Plong aja gitu. Terus saya sadar kalau saya sedang terbang di langit dan beginilah pendaratan yang saya dapatkan. Hiks... hiks...", tukas Rena kepada laki-laki, itu. "Kalau boleh tau nama Tuan siapa?" tambahnya.

"Oh ya. Perkenalkan nama saya Nald Roneo."

"Oh. Salam kenal Tuan, nama saya Rena" kata Rena sambil menyodorkan tangannya kepada Pak Nald hendak bersalaman. Tetapi Pak Nald sudah terlebih dahulu memberikan salam dengan cara menunduk sambil menaruh tangan kanannya ke dadanya sebelah kiri.

'𝑜ℎ 𝑏𝑎𝑖𝑘𝑙𝑎ℎ' batin Rena.

Rena pun ikut menunduk.

"Mari nona saya ajak anda ke rumah saya. Saya mempunyai istri dan sepasang anak. Yang sulung laki-laki dan yang bungsu perempuan. Umur anak sulung saya mungkin lebih tua dari nona, tetapi anak saya yang sulung kemungkinan setara dengan nona." ucap Pak Nald.

Pembahasan mengenai keluarga menjadi bahan pembicaraan Tuan Nald dan Rena diperjalanan.

"Ouu... Kalau saya punya ayah, tetapi sudah bercerai dari mama, jadi saya tinggal sama papa. Sementara abang saya bersama ibu saya."

"Ou...", Pak Nald mengangguk.

"..." ,Rena kembali bersedih. Tapi, kali ini ia tak menangis sepeti biasanya koq. Tenang aja. Rena tau kalo pembaca gak suka pemerannya nangis mulu, hihi.

Setelah beberapa lama diperjalanan akhirnya sampai juga di rumah Pak Nald. Rumah yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil juga, sedang-sedang saja. Dengan batu bata sebagai dindingnya. Di bagian sisi depan terdapat sebuah jendela dengan keadaan terbuka pada setiap dinding. Di teras terdapat berbagai macam tanaman hias jenis daun dan bunga. Ada yang ditanam dipot (terletak di lantai teras) dan ada yang ditanam di tanah (terletak di bawah jendela, yang pasti di tanah).

'𝑅𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙 𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑠𝑟𝑖. 𝑆𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙𝑘𝑢 𝑠𝑒𝑘𝑎𝑙𝑖', batin Rena kagum.

Mohon dukungannya ya, man-teman.

☺️☺️☺️

#may05_05


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login