Download App
13.33% call me adora

Chapter 2: chapter 2: hanya kau yang bisa melihatku, tuan

Sean terbangun dari tidurnya akibat sinar matahari yang menyelinap masuk lewat celah kecil yang ada di jendela. Duda anak 1 itu menggeliat di atas ranjangnya yang berukuran king size.

Sean memijat dahinya. Kepalanya terasa sakit. Mungkin karena terlalu banyak meminum alkohol tadi malam. Pria itu meraih segelas air di atas nakas Lalu menegaknya habis.

Duda anak 1 itu melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Ia ingin menyegarkan dirinya kembali sebelum berangkat ke rumah sakit untuk menjenguk putranya.

Namun, langkahnya terhenti saat matanya melihat sesuatu yang terletak di atas meja. Itu adalah sebuah kartu. Kartu yang diberikan wanita misterius kemarin malam.

Sean menatapnya lama sebelum akhirnya ia meletakkannya kembali. Pria itu kemudian menghilang di balik pintu kamar Mandi.

***

Seperti biasanya, Sean selalu menyempatkan dirinya ke rumah sakit terlebih dahulu sebelum ia berangkat ke kantor. Ia ingin melihat keadaan Ken dahulu sebelum memulai harinya dengan harapan keadaan putranya itu akan membaik.

Sama seperti sebelumnya, Sean hanya berdiri mengawasi Ken dari luar ruangan. Pria itu tak sanggup untuk melihat putra kesayangannya itu dari jarak dekat.

Tiba-tiba sesuatu yang mengejutkan terjadi. Tubuh Ken yang tadinya terbaring lemah tiba-tiba mengalami kejang-kejang. Sean yang melihatnyapun sontak merasa panik. Pria itu langsung berteriak memanggil dokter Richard.

Tak selang beberapa lama, Dr. Richard dan kedua perawatnya datang dengan terburu-buru. Pria paruh baya itu segera mengecek keadaan Ken.

Sean menunggu di luar ruangan dengan cemas. Pria itu tidak berhenti mondar-mandir sejak tadi. Tak jauh dari tempatnya berdiri, ada Daniel yang juga ikut menunggu.

"Pak tenanglah! Semuanya akan baik-baik saja. " Ucap Daniel mencoba untuk menenangkan Sean. Ia itu memberikan sebotol air mineral kepada Sean.

Sean menerima air mineral yang diberikan oleh Daniel. Pria itu mendaratkan pantatnya di atas kursi tunggu yang terdapat di depan ruangan ICU. Sean meneguk air mineral itu hingga tersisa setengah.

30 menit kemudian,Dr Richard bersama kedua perawatnya keluar dari ruang ICU. Sean yang menyadarinya, segera mendekati dokter paruh baya itu.

"Bagaimana dok? Apa Ken baik-baik saja?"

Dr. Richard tidak berani menatap Sean. Namun perlahan ia menganggukkan kepalanya sebelum akhirnya pria paruh baya itu menjawab. "Tadi ia sempat kritis dan putra anda berhasil melewati masa kritisnya. Tapi, tuan...,"

Ucapan Dr. Richard menggantung. Hal ini sontak membuat Sean penasaran. "Kenapa?"

"M...m-maafkan aku, tuan. Walaupun Ken sudah berhasil melewati masa kritisnya, kondisi putra anda itu semakin memburuk." Jawab Dr. Richard takut-takut.

Sean terdiam mendengar ucapan Dr. Richard. Baru saja ia dibuat lega dengan kondisi Ken yang selamat dari Masa kritisnya, sekarang ia harus dihadapkan dengan kabar buruk ini.

Pria tampan itu menatap putranya yang terbaring di dalam ruangan ICU. Setelah memberanikan dirinya, Sean memasuki ruangan itu lalu menghampiri ranjang Ken.

Duda tampan itu menatap wajah anaknya yang tengah tertidur pulas. Tubuh Ken tampak kurus kering dengan kulit putih pucat. Rasanya Sean ingin menangis. Andai saja ia bisa bertukar posisi dengan Ken. Seandainya saja, ia bisa menyerap seluruh rasa sakit itu. Biarlah saja ia yang merasakannya.

Tangan Sean bergerak menyentuh pucuk kepala Ken. Dibelainya lembut pucuk kepala bocah berumur 10 tahun itu. "Cepatlah sembuh, Ken. Daddy ingin melihatmu tertawa sepeti dulu lagi."

"Itu tidak akan terjadi." Suara seorang wanita mengalihkan perhatian Sean. Pria itu mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan dan menemukan sesosok wanita yang tengah berdiri santai di pojok kamar.

Wanita itu adalah wanita yang sama. Wanita yang menemuinya di bar tadi malam. Wanita dengan pakaian serba hitam. Sekarang juga seperti itu. Wanita itu adalah Adora.

Rahang Sean mengeras. Pria itu terlihat marah. Pasalnya selain kata-kata wanita itu yang terlampau kurang ajar, Adora juga telah memasuki ruangan ini tanpa seizinnya.

Adora dengan santai berjalan di dekat Sean. Lalu mendudukkan dirinya di atas kursi yang terletak di samping ranjang Ken. Seakan-akan ia tidak memperdulikan tatapan tajam dari Sean.

"10 hari lagi. Waktu anak manis ini hanya tinggal 10 hari lagi." Ucap wanita itu tanpa merasa bersalah.

"Apa kau ini Tuhan? Atau malaikat? Seenaknya saja memvonis kehidupan putraku!!" Bentak Sean emosi.

Adora tersenyum manis. Matanya masih menatap Ken yang tengah terlelap. "Aku memang bukan satu diantara mereka berdua. Tapi tentu aku tidak sama denganmu dan manusia lainnya."

"Apa aku terlihat perduli?" Tanya Sean dengan tatapan sinisnya.

Adora bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekati Sean. "Tawaranku masih sama, tuan Jacob."

"Keputusanku juga tetap sama. Aku tidak tertarik dengan apapun itu." Balas Sean tidak perduli.

Adora menganggukkan kepalanya. Ia kembali menatap Ken. "Hari ini dia mengalami masa kritis bukan? 3 hari lagi dia akan kembali kritis."

"Pergilah! Sebelum aku kehilangan kesabaranku." Ucap Sean dengan menekankan kata-katanya. Mukanya memerah menahan emosi.

Lagi-lagi Adora membalas ucapan Sean dengan senyuman manis. "Baiklah! Aku akan pergi. Tidak perlu khawatir! Setelah 3 hari itu, aku pastikan kau akan menemuiku. Aku akan menunggumu, Sean Marvin Jacob."

Sean sudah kepalang emosi. Ia mencengkeram lengan Adora Lalu menarik wanita itu keluar ruangan. "Tidak perlu! Tidak perlu menungguku! Aku tidak akan pernah menemuimu. Kita tidak akan bertemu lagi. Enyahlah dari hadapanku!!" Teriak Sean.

"Pak anda baik-baik saja?" Suara Daniel muncul bersamaan dengan kehadirannya. Pria itu memandang Sean bingung.

"Seharusnya aku yang bertanya kepadamu! Apa kau baik-baik saja? Kenapa akhir-akhir ini pengawasanmu longgar?! Kenapa kau membiarkan wanita jalang ini masuk ke ruangan Ken tanpa izinku??!"

Daniel tampak kebingungan. Pria itu menatap ke udara kosong yang ada di depan bosnya itu. "Saya tidak mengerti Pak. Tidak ada siapapun di sini selain kita berdua."

"A...a-apa??"

Adora yang sejak tadi memperhatikan percakapan antara Sean dan Daniel pun akhirnya mulai bertindak. Wanita itu menarik tangan Sean. Langkahnya terhenti di depan sebuah pintu yang terbuat dari kaca bewarna hitam.

"Beraninya kau!!" Ucap Sean sedikit berteriak.

"Lihat!" Adora menunjuk pintu itu menggunakan dagunya. Walaupun kesal, Sean mengikuti arah yang ditunjukkan wanita itu.

Betapa terkejutnya Sean saat melihat pantulan dirinya di pintu kaca itu. Di sana, pria itu hanya melihat bayangan dirinya saja tetapi tidak dengan bayangan Adora. Tidak ada pantulan wanita itu di sana. Hal itu sontak membuat Sean kebingungan.

"Hanya kau yang bisa melihatku di sini, Tuan!" Bisik Adora tepat di telinga Sean.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login