Download App

Chapter 2: Saksi bisu

Keadaan yang begitu membuatku sulit sampai-sampai aku tidak tahu caranya untuk bersikap jika nanti bertemu dengannya. Jikapun aku harus lari, tapi kemana aku harus lari? Apalagi hidupku sudah begitu bergantung padanya. Selain aku mendiamkan diri dan mencoba melupakan apa yang sudah terjadi diantara kita walaupun aku tahu itu sangat sulit apalagi di setiap sentuhannya sungguh membuatku ingin meminta lebih dan lebih.

Malam itu menjadi saksi bisu diantara kita. Aku mengetahuinya, namun kamu mengingatnya bersama dengan orang lain. Walau aku sadar selama ini hanyalah menjadi sahabat, tetapi jujur dari hati yang paling dalam bahwa aku sudah menaruh perasaan terhadapmu.

Entah berapa lama aku sudah duduk terdiam sembari mengingat di setiap jejak sentuhannya. Bagaikan mimpi saat ia mulai menyentuhku, apalagi saat sentuhannya begitu membuatku terpesona ditambah dadanya yang bidang dan perutnya bagaikan roti sobek yang begitu nikmat untuk disantap.

"Oh ... Nicole, andai malam itu kau mengingat wajahku," gumam ku sembari tersenyum seorang diri.

Keesokan harinya.

Seperti biasa rutinitas yang sedang kujalani saat ini. Aku bergegas untuk kembali bekerja walaupun perasaanku masih bimbang. Tapi, kucoba tuk bersikap biasa saja dan menganggap tidak pernah terjadi apa-apa. Di ruangan yang besar aku memulainya dengan membersihkan setiap meja dan juga ku hiasi dengan beberapa peralatan makan yang belum lengkap.

Semuanya selesai kulakukan, sebelum akhirnya aku harus menyiapkan beberapa gelas minuman yang nantinya akan di sediakan untuk para tamu yang datang. Saat diriku sedang sibuk dengan pekerjaanku tiba-tiba saja Nicole datang dan mencoba menghampiriku.

Ia berjalan mendekat lalu duduk tepat di sampingku. Nafasku mulai memburu di saat dirinya mulai menatapku, dia sangat aneh seperti sedang mengingat sesuatu. Tatapannya terus menatapku, tapi Nicole hanya terdiam tanpa mengatakan apapun. Melihatnya seperti itu sungguh membuatku grogi dan salah tingkah.

'Kenapa dia terus menatapku seperti itu? Apa mungkin dia mengingat tentang kejadian semalam? Ya Tuhan betapa malunya aku jika memang dia mengingatnya,' batinku mencoba untuk tetap tenang walaupun rasanya aku ingin kabur dari hadapannya.

"Ehem! An, bolehkah kita bicara sebentar? Ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu," ucap Nicole dengan tiba-tiba.

Ucapannya hampir membuat dadaku sesak, lalu aku pun mengiyakan ajakannya dengan anggukan. Nicole pun menarik tanganku walaupun saat itu pakaianku hanya sebagai seorang pelayan bar. Kami berjalan kesebuah tempat yang lumayan sepi, tempat tersebut berada dipojokkan dan tentu saja orang lain tidak akan mungkin berlalu-lalang di sana.

Nicole melepaskan genggaman tanganku lalu membawaku duduk dengan tatapannya yang belum berpindah dari mataku.

"An, tolong katakan sejujurnya padaku. Apa semalam Jenny datang kemari?" tanya Nicole dengan serius.

'Apa? Jenny? Jadi dia membawaku kesini hanya untuk menanyakan tentang wanita itu? Padahal wanita itu tidak datang kemari, tapi aku harus menjawab apa padanya?' batinku.

"Aduh ... Nicole, kenapa tiba-tiba kamu menanyakan Jenny? Apa kamu bermimpi sesuatu tentangnya?" tanyaku balik agar aku tidak terlihat sedang cemburu.

"Bukan seperti itu, Anna. Hanya saja ... semalam aku seperti sedang berhubungan dengan seorang wanita, tapi malam itu dipikiran ku adalah Jenny. Menurutmu apa itu dia? Lalu jika dia kenapa dia langsung pergi meninggalkanku?" tanya Nicole dengan raut wajah cemberut dan menunduk.

Melihatnya seperti itu sungguh membuatku tidak semangat, meskipun aku tahu bahwa semalam kitalah yang sedang berhubungan, tapi aku mencoba untuk tersenyum walaupun hatiku sakit di saat kamu mengingat wanita lain. Aku pun mencoba untuk memegang wajahnya lalu mengusapnya dengan pelan. Berusaha membuat ia tenang meski aku tahu hatinya gelisah.

"Menurutku itu Jenny, tapi mungkin dia sedang terburu-buru makanya pergi. Um, Nicole. Apa kamu begitu menyukainya?" ucapku sembari bertanya, tanpa melepaskan usapan di wajahnya.

Nicole mengangguk mengiyakan, lalu menjawab. "Tentu saja, An. Aku menyukainya, tapi aku sangat tidak mengerti dengan sikapnya. Jika memang semalam kami berhubungan lantas kenapa dia tidak menungguku bangun? Padahal terbangun dengan melihat seseorang yang kita cintai rasanya sungguh menyenangkan. An, apa yang harus kulakukan?"

Dia begitu antusias hingga membuatku tidak tega. Aku tersenyum saat mendengar semua curhatannya. Dalam hati ku berkata. 'Andai kamu tahu, Nicole. Bahwa semalam kita berada di satu ranjang yang sama, andai aku bisa mengatakan itu.'

"Aku juga tidak tahu apa yang harus kau lakukan, Nicole. Hanya saja ... jika memang itu dia kenapa kamu tidak menanyakannya langsung atau lihatlah rekaman dari cctv. Bukankah tempat itu memiliki cctv?"

"Ah benar sekali! Kenapa sejak tadi aku tidak kepikiran? Padahal semua itu mudah untuk kulakukan. Ya sudah, An. Kalau begitu aku pergi dulu dan kamu lanjut lagi kerjanya. Rasanya sungguh tidak sabar melihat Jenny berada di dalam genggamanku. Ayo, semangat! Anna!" Nicole begitu antusias dan semangat. Dengan cepat ia bergegas pergi.

Melihat kepergian Nicole, sungguh membuatku dilema. Bagaimana jika nantinya dia tahu bahwa realitanya adalah aku bukan Jenny. Harusnya tadi aku tidak mengatakan hal itu. "Ah bodoh sekali aku ini," bergumam sembari memukul-mukul kepalaku sendiri.

Di lain sisi.

Nicole yang sedari tadi begitu semangat hingga ia dengan cepat-cepat memasuki ruangan cctv. Ia bahkan menyuruh keluar orang yang bertugas di dalam tempat itu. Untung saja rekaman cctv ditempatnya hanya dibuka apalagi dibutuhkan dan tentu saja memiliki kode privasi tersendiri di beberapa sisi ruangan.

Ia langsung mengotak-atik layar monitor didepannya. Dengan senyuman yang terlukis di wajah tampannya. Beberapa saat kemudian hasil rekaman itu terlihat jelas, namun sungguh membuatnya terkejut lantaran orang yang dia inginkan berbeda dan jauh dari ekspetasinya. Matanya melotot saat melihat dirinya bersama Anna sedang berada di satu ranjang yang sama.

"Anna? Kenapa harus dia? Ya ampun ... bagaimana ini?!" Nicole kebingungan seraya mengusapkan wajahnya dengan cepat. Ia lalu kembali fokus kepada layar monitor didepannya.

Ia melihat semuanya, lekuk tubuh Anna, bahkan yang seharusnya tidak mereka lakukan akhirnya terjadi. Namun, sampai di titik penyatuan mereka, Nicole tidak melihat padahal saat itu Anna sedang menangis setelah dirinya menyebutkan nama wanita lain. Dengan cepat Nicole mematikan rekaman itu lalu ia mendorong apapun yang ada didepannya seraya mengamuk.

"Arrgh! Sial! Kenapa Anna tidak melawan? Harusnya dia melawan, tapi kenapa dia seperti wanita murahan?! Apa mungkin dia menyukainya? Padahal kita adalah sahabat. Bisa-bisanya dia menikmati momen itu tanpa melawan sedikitpun. Benar-benar wanita itu, aku harus menjumpainya," ketus Nicole dengan tatapan tajam dan penuh kebencian.

Rahangnya yang keras hingga membuat Nicole terlihat begitu garang. Sampai ia berjalan tanpa senyuman dan lirikan. Matanya berfokus kedepan sampai-sampai membuat karyawannya yang lain kebingungan menatap bosnya seperti sedang kerasukan setan.

Nicole mencari Anna kesana-kemari, namun ia tidak menemukan wanita itu. Ia pun berteriak sampai membuat semua orang panik dengan ulahnya. "Anna! Anna! Di mana kamu?! Aku ingin berbicara denganmu!"

Tak seperti biasa, Anna mengabaikan panggilan dari bosnya. Lalu Nicole mengutus seorang pelayan laki-laki untuk mencarinya.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C2
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login