Download App

Chapter 4: Sesuatu yang berharga

"Hiks … hiks …"

"Kak ... ka ... kakak ..., kakak jangan menangis ... aku bisa ikut menangis kalau kakak menangis seperti itu."

"Hiks... hiks ... A ... a ... aku tidak menangis. Mataku terkena debu, perih sekali."

"Hmm ..."

Seyuman ketidakpercayaan pun tersungging di wajah adikku.

"Bagaimana aku tidak menangis? Matamu ... matamu... maafkan aku. Maaf ... pada akhirnya aku tetap tidak bisa melindungimu ..."

"Ka … kak … Kau adalah pelindungku, a … aku akan selalu mengandalkan … mu …"

"Tetaplah menjadi seorang kakak yang baik, seorang kakak yang penyayang dan peduli. Maafkan aku, Kak, sepertinya tidak bisa berharap kepadamu lebih besar lagi, tidak bisa menemanimu lebih lama lagi"

"Jangan bicara seperti itu, kita tidak akan bisa dipisahkan, aku akan selalu bersamu, kita berdua menjelajah dunia, seperti yang sering kita bicarakan dahulu … Adikku …"

"Terima kasih, Kak … tapi sepertinya hanya sampai di sini saja, dunia tidak mengizinkan kita bersama lebih lama lagi, A-Aku akan selalu mengandalkan … mu …"

"Adik …"

"Aku akan selalu mengandalkan … mu …"

"Adikku, tolong …"

"Aku akan selalu mengandalkan … mu …"

"Jangan pergi! Jangan pergi!!!"

"Aku akan selalu mengandalkan … mu. Kakak, hiduplah dengan bahagia ... mataku adalah matamu, perlihatkan padaku dunia yang lebih baik, Kak."

"Jangan tinggalkan aku sendiri! Adikku!!!"

"Tidaaaaak …!!!

Hah … Hah … Hah

Ternyata mimpi itu lagi …

"Mimpi apa?"

Aku menolehkan wajah ke arah asal suara itu, dan …

"Oi, sedang apa kau di sini? Wa … wajahmu … dekat sekali."

"Ma… maaf aku tidak bermaksud mengagetkanmu …"

Setelah aku menoleh ke arah suara itu, tiba-tiba aku melihat wajah seseorang tepat di depan wajahku dengan jarak yang sangat dekat sampai-sampai hidung kami sedikit lagi bersentuhan dan mata kami pun saling bertatapan. Layaknya cermin, aku melihat pantulan mataku sendiri berada tepat di matanya, sedekat itukah sampai-sampai aku merasakan kehangatan wajahnya pada wajahku, atau karena aku merasa sedikit malu? Tapi baru kali ini aku melihat wajahnya sedekat ini.

Ada apa dengan hari ini? Kenapa dua hal tidak terduga bisa terjadi secara berurutan? Mimpi itu memang selalu menghantuiku … tapi baru kali ini, mimpi itu terulang disaat aku berada di taman ini. Aku merasa sangat kacau, kesedihan itu tak pernah bisa hilang, aku tak tahu apa yang harus aku lakukan untuk menghadapi kesedihan, ditambah dia yang tiba-tiba saja muncul. Perasaanku benar-benar bercampur aduk.

"Mimpi buruk ya? Aku khawatir, aku melihat kau tertidur di kursi dan mengucapkan hal-hal aneh. Apa kau bermimpi buruk tentang adikmu? Dan wajahmu, apakah kau demam? Aku melihat sepertinya kamu sedang tidak sehat"

Aku tidak bisa menjawab pertanyaan yang Ob berikan padaku saat ini, perasaan yang bercampur aduk, saat ini hatiku benar-benar terasa sakit, dadaku terasa sesak, kenangan yang tak henti-hentinya menghantuiku, sampai saat ini masih tidak bisa aku hentikan, aku benar-benar tidak tahu bagaimana cara menghentikannya, atau memang aku yang tidak mau melupakannya?

"Hei, apa kau masih bermimpi?"

Aku benar-benar tidak tahu, ternyata Ob bukan orang yang cuek, dia sedikit banyak mempunyai rasa peduli dengan sekitar. Dibandingkan dengan Ob yang selama ini aku kenal di kelas, Ob yang pendiam, Ob yang penyendiri dan Ob yang tidak peduli. Kenapa saat ini dia malah menunjukan sifat yang sangat bertolak belakang. Terlebih yang dia sekarang ajak bicara adalah aku … aku yang bukan siapa-siapa, semua orang takut kepadaku, semua orang yang menganggap aku seperti tidak pernah ada.

"Maaf kalau aku ternyata menggangu."

Keluar juga suara ketusnya.

"Maaf Ob, maaf. Aku dengar yang kau katakan dari tadi, aku tidak bermaksud untuk tidak menghiraukanmu, hanya pikiranku masih belum bisa fokus. Maaf, Ob. Ya, tadi aku memang mengalami mimpi buruk. Agak aneh memang, mimpi buruk di siang bolong seperti ini, mungkin agak sulit untuk dipercaya. Hmm… Bagaimana kalau kau duduk di sampingku dan kita mengobrol sebentar?"

"Hmm … aku terima permintaan maafmu, apa kau mau menceritakan mimpimu tadi?"

Oi, oi, kenapa wajahnya jadi memerah begitu? Apakah dia tidak merasa malu berada bersamaku di sini? Apakah dia tersipu malu karena berbicara denganku? Ob pun duduk di sampingku dan sepertinya dia memang terlihat sedikit tersipu malu, namun dengan kondisi itu, dia masih terlihat tenang dan santai, sambil memegang buku yang biasa dia baca dan menempatkan kedua tangan yang sedang menggenggam buku itu di atas pahanya.

"Ob, apakah kau mempunyai sesuatu yang kau anggap sangat berharga?"

"Mmm … aku tak mengerti maksudmu, apakah itu berbentuk barang?"

"Apa saja yang menurutmu sangat berharga?"

"Buku ini. Ini sangat berharga bagiku."

Seakan-akan aku hanya berpura-pura dan berbasa-basi menanyakan hal yang sebenarnya aku malas untuk tanyakan karena saat ini hanya ada satu orang dalam pikiran dan hatiku. Hanya mencari alasan untuk mengungkapkan rasa kesepian dan kerinduan terhadapnya. Aku ingin menyatakan, aku ingin mengatakan, aku ingin mengingat, aku ingin semua orang tahu ... tentang seseorang yang aku sayangi.

"Adikku … adikku sangat berharga bagiku. Tapi sekarang dia sudah tiada"

"Ma-Maaf, aku tidak bermaksud …"

"Tidak apa-apa, yang sudah terjadi terjadilah. Aku sudah tidak mempermasalahkannya lagi. Hanya saja aku tidak tahu, jika kehilangan sesuatu yang sangat berharga bisa sangat membekas seperti ini."

Hatiku tiba-tiba terasa sakit, sakit sekali sampai-sampai tak sadar sesuatu telah mengalir dari mata dan perlahan membasahi pipiku. Seakan lemas dan tak berdaya, aku hanya bisa duduk sambil menundukkan kepala, kaki dan tanganku gemetar, tak kuasa menahan jeritan hati, berusaha bekukan lidah dan meredam suara kesedihan. Sampai sesaat aku merasakan hangatnya sentuhan jari seseorang pada pipiku, sentuhan yang menghapuskan kesedihan yang mengalir dari mataku. Dia … Ob, dia menghadapkan wajahku dengan wajahnya, mengambil kesedihanku untuk kesedihannya. Sesaat aku merasakan sentuhannya menghapus air mataku, sesaat itu juga aku melihat air mata mengalir dari matanya. Iya, mata Ob yang terlihat seperti matanya. Mata seseorang yang aku sayangi, mata adikku. Iya, itu terlihat seperti mata adikku.

Ob pun terlihat langsung mengusap air mata dan memalingkan wajah ke arah pohon beringin tempat dia biasa duduk. Aku benar-benar tidak mengira Ob bisa melakukan hal seperti ini padaku. Dan aku sama sekali tidak bisa melakukan apa pun, hanya terpana dan terus menatap wajahnya dari samping.

Pipinya yang terlihat memerah.

Wajahnya yang tiba-tiba hari ini menjadi tidak asing bagiku.

"Hei, bisakah kau berhenti memanggilku Ob? Aku tidak ingin kau memanggilku seperti orang-orang memanggilku."

Wah, gawat. Aku sama sekali tidak menyadari kalau selama ini aku memanggil dia Ob.

Flashback off…


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C4
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login