Download App
0.51% G-A-M-M-A

Chapter 2: Haidar bingung

Haidar mengambil langkah didepan Raina lalu menghadap ke belakang untuk melihat wajah cantik Raina, "Haidar kalo jalan yang bener kenapa si, nanti kamu jatuh gimana." omel Raina saat melihat Haidar yang berjalan mundur.

"Haidar aku nggak bercanda ya."

Haidar hanya bisa mengulas senyum bahagianya sambil menyentuh dada, "Ternyata senyaman ini saat gue lagi sama lo, Rain." ucapnya dalam hati

"Haidar, aku bilang jalan yang bener bisa nggak sih."

Kening Haidar mengerut saat melihat Raina yang tiba-tiba berhenti jalan sontak membuatnya berhenti, "Lho kenapa berhenti, Rain. Halte masih didepan."

"Mending kamu balik ke rumah aja deh, Dar. Aku bisa berangkat sendiri."

Cowok yang memakai setelan jaket serta celana training yang ada aksen garis tiga berwarna putih itu mengambil langkah mendekati Raina, "Kenapa, Rain. Aku sal-"

"Ya kamu ngeliatin aku terus dari tadi aku kan nggak enak jadinya terus juga kamu jalannya mundur gitu ngebuat aku jalannya pelan nanti kalau aku-"

"Sssttt." desis Haidar sambil menempelkan jari telunjuk miliknya pada bibirnya, "Bisa nggak sih kalau nggak ngomel, gue cuma pengen tau aja gimana sih rasanya jalan mundur bukannya mau ngeliatin lo. Pede banget sih anaknya ayah Malik ini."

Haidar terkekeh melihat Rain yang menekuk wajahnya, "Iya-iya gue nggak akan jalan mundur lagi. Yaudah ayok jalan lagi katanya tadi takut telat."

"Yaudah kamu jalan duluan." suruh Raina.

Haidar hanya diam saja sampai Raina memilih untuk jalan duluan dan Haidar menyamakan langkah kakinya dengan Raina.

Kenapa author sendiri yang gemes sama dua sejoli ini huhu.

"Rain... Menurut lo gimana kalo tiba-tiba ada yang nembak lo, apa lo mau nerima?."

"Maksud kamu gimana?."

"Ya misalnya ada cowok yang nyatain perasaannya ke lo, apa lo mau nerima?."

"Ehm... Ya kalau emang ada cowok yang nyatain perasaannya ke aku mungkin aku akan nerima-"

"Beneran lo mau nerima, eh?!." celetuk Haidar memotong perkataan Raina.

"Kenapa kok kamu seneng gitu kelihatannya?."

Sontak Haidar menggelengkan kepalanya, "Nggak - nggak, lanjutin yang tadi."

Raina hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku teman kecilnya yang aneh itu, "Ya aku akan nerima kalau ada cowok yang ungkapin perasaannya ke aku karena aku nggak bisa ngelarang orang buat suka sama aku, Dar. Tapi kalau pacaran kayaknya enggak deh."

Haidar memelankan langkah kakinya membiarkan Raina berjalan lebih dulu darinya, "Kenapa?" tanyanya lirih.

"Kamu tau kan dalam islam kita dilarang untuk pacaran, lagipula orang yang jadi pacar kita sekarang belum tentu akan jadi pasangan kita kelak dipelaminan jadi buat apa kita nyia-nyiain waktu buat pacaran sih, Dar." ujar Raina tanpa melihat ke belakang dimana Haidar tengah menatap punggungnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan oleh siapapun.

"Tapi kalau ada yang dateng kerumah dan meminta restu langsung sama ayah dan bunda mungkin aku bisa mempertimbangkan."

"Rain..."

Raina menoleh ke samping dan sedikit terkejut karena tidak mendapati Haidar di sampingnya namun tidak lama kemudian Raina langsung menengok ke belakang dan melihat Haidar yang sedang menatapnya serius.

"Lho jadi dari tadi aku ngomong sama angin?."

Hening.

Pernyataan Raina sama sekali tidak ditanggapi oleh Haidar, cowok itu terus menatap Raina dengan tatapan yang sulit diartikan membuat Raina tidak nyaman karena terus ditatap seperti itu oleh Haidar, akhirnya gadis cantik itu pun menunduk.

"Apa yang lo bilang tadi serius?."

Raina mendongakkan kepalanya ketika mendengar langkah kaki Haidar berjalan mendekatinya, "H-hah?"

"Kalau ada yang dateng langsung kerumah dan minta restu ke ayah sama bunda, lo akan mempertimbangkannya?."

"Iya."

"Tapi kenapa Rain?."

"Bukankah yang berani dateng kerumah buat nemuin ayah sama bunda aku itu adalah cowok yang serius, Dar. Kalau dia nggak serius dia nggak mungkin nemuin ayah sama bunda aku buat minta restu."

"Meskipun lo harus nikah muda?."

"Hmmm." jawab Raina cepat.

"AYAH BUNDA LAMARIN RAINAYA DEWI MALIK BUAT HAIDAR!!!." teriak Haidar dalam hatinya.

Haidar mengacak rambutnya frustasi, "Rain sebenarnya..."

Raina mengangkat kedua alisnya mendengar kalimat yang menggantung dari mulut Haidar, "Sebenarnya apa?."

"Sebenernya gue... Ehmm."

"Haidar jangan ahm ehm ahm ehm terus."

"Sebenernya gue mau ngomong kalau sebenarnya gue itu-"

Kring Kring

"Zayyan." panggil Raina pada adik lelakinya yang tengah mengayuh sepeda kearahnya.

Haidar menolehkan kepalanya ke belakang begitu Raina nyebut nama adiknya.

"Bukannya cepet-cepet berangkat ke kampus eh malah ngobrol ditengah jalan mana yang satu bengong lagi." sindir Zayyan pada Haidar sesampainya dihadapan Raina dan Haidar.

Haidar menghela napasnya lega dengan kedatangan Zayyan, "Hufftt untung nih bocil dateng, kalau enggak pasti gue bakal kelabakan kalau sampe Raina nyuruh gue buat ngelanjutin yang tadi." ujarnya dalam hati.

"Ini nih, mas Haidar ngajak ngobrol mbak mulu Yan jadinya berhenti deh." sahut Raina.

"Bukannya tadi didepan rumah udah ngobrol ya?."

Haidar sama Raina langsung nengok kearah Zayyan secara bersamaan, "Lo/kamu tahu darimana?." tanya Haidar sama Raina barengan lagi.

Zayyan menggigit bibir bawahnya sebentar lalu melepasnya lagi, "Ah itu tadi bunda bilang kalo mbak Raina dipanggil sama mas Haidar jadi ya aku nyimpulin kalo kalian tadi ngobrol... Kenapa sih ngelihatinnya gitu amat."

"Ya kakak curiga aja dek kalo kamu diem-diem suka kepoin kalau kita berdua lagi ngobrol." tuding Raina.

"Eleh apa untungnya buat aku sih kak, lagian Zayyan juga nggak terlalu kepo sama hubungan kalian kok-"

"Kalo nggak diem-diem ngepoin ya biasa aja dong jawabnya, kok ngegas sih." sindir Haidar halus pada Zayyan.

"Mbak tadi cas hpnya udah aku balikin ke kamar kakak ya kalo ilang berarti bukan Zayyan yang ngilangin." ujar remaja baru gede itu mengalihkan topik pembicaraan.

Raina hanya menganggukkan kepalanya, "Oh iya. Tadi kamu mau ngomong apa, Dar?"

"Hah? Enggak kok, yaudah ayok lanjut jalannya nanti lo keburu telat."

"Zayyan kamu duluan gih." suruh Raina.

"Bentar deh, ini mas Haidar beneran mau nemenin mbak Raina jalan ke halte nggak?."

Haidar melirik Zayyan yang masih nangkring disepeda ontelnya, "Emangnya kenapa?."

"Ya kalo mas Haidar nggak nemenin, biar kak Raina boncengan sama Zayyan aj-akhh!." pekik Zayyan saat Haidar mukul kepalanya pelan, "Mas Haidar ihh kasar banget didepan mbak Raina juga." sungut Zayyan kesal.

"Lagian lo sih, mana bisa Raina boncengan sama lo."

"Lho kenapa nggak bisa?." tanya Raina penasaran.

"Lo nggak liat sepeda Zayyan macem apa, kalo lo di boncengin dia lo mau bonceng dimana?."

"Iya juga ya." sahut Raina yang membenarkan perkataan Haidar.

Soalnya tuh sepeda ontel milik Zayyan itu model  sepeda gunung gitu dan nggak ada boncengan dibelakangnya, terus Raina mau disuruh bonceng dimana nya?.

"Udah Yan mending lo buruan berangkat deh nanti telat loh kalo kelamaan ngobrol sama kita, jam masuk sekolah anak SMK beda sama jam masuk anak kuliahan jadi cepetan berangkat sana." suruh Haidar pada Zayyan untuk segera pergi, lebih tepatnya seperti mengusir secara halus.

Raina menepuk pundak adiknya, "Iya bener kata mas Haidar, lebih baik Zayyan cepet berangkat gih biar nggak telat. Mbak Raina udah biasa jalan kaki kok lagian haltenya juga nggak jauh dari sini ada mas Haidar juga yang nemenin mbak jalan kesana."

Zayyan mengangguk lalu bersiap-siap untuk mengayuh sepedanya, "Mas Haidar mending lo tembak mbak Rainanya sekarang deh takutnya keburu diambil sama orang lain." bisiknya pada Haidar lalu mulai mengayuh sepedanya meninggalkan kakak perempuannya dan cowok yang udah dia anggep sebagai abangnya sendiri itu.

Mendengar itu Haidar langsung deg-degan, dia takut kalo apa yang dibilang Zayyan tuh bener-bener kejadian. "Gimana kalo besok Raina ditembak sama orang lain terus jadian, gue bisa apa?." diliriknya Raina yang masih melihat kearah perginya Zayyan.

Bisa galau Dar!.

"Nggak-nggak, bahkan tadi Raina bilang kalau nggak mau pacaran jadi nggak mungkinlah misalnya besok Raina ada yang nembak terus mereka jadian-"

"Tapi gimana kalo besok ada yang dateng kerumah dan ngelamar Raina? Huwaaaa Haidar nggak mau Raina sama yang lain." begitulah kata hati Haidar.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C2
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login