Download App

Chapter 2: -×Albelda×-

Diikat nya pita hitam di pinggang. Tak lupa menguncir kuda rambut hitamnya. Poni miliknya dibiarkan begitu saja di dahinya, membuat semua orang lupa jika ia ini adalah seorang dayang.

"Elene, selamat pagi~" sapa Cherryl dengan senyum merekah di wajahnya.

"Selamat pagi." balas Elene.

Elene beranjak menuju ruang makan para pelayan dan pembantu. Di ruangan besar dengan meja-meja kayu yang tersusun rapi tersebut, berkumpul para dayang, pembantu dan pelayan di satu tempat.

Di kediaman keluarga Phantom, pelayan lelaki sengatlah sedikit, mereka ditempatkan di ruangan yang lebih kecil dibanding untuk perempuan dan jumlahnya hanya mencapai sekitar 15 pelayan saja dan mereka lebih sering dipekerjakan diluar kediaman.

Elene mengambil piring dan mangkuk dari rak, lalu berjalan mengambil sepotong ayam panggang yang masih panas dan sepotong roti lembut menggunakan capitan. Lanjut ia menyedok sup jamur dari dalam panci kuali lantas mengambil tempat duduk di deretan meja kedua.

Baru saja Elene hendak mendaratkan sendok berisi sup jamur ke dalam mulutnya, seseorang menepuk bahunya dengan keras.

"Elene...!!! Seperti biasa kau menyendiri, ya! Dimana Cherryl?"

"Rachel...."

Rachel Olivier, dayang dari adik Chlodd, Elbia Charlotte Phantom. Seorang gadis berusia 15 tahun, memiliki watak ramah pada semua orang tanpa terkecuali. Ia tak terlalu dekat dengan Elene tetapi kadang kala ia suka mengajaknya bicara secara tiba-tiba dan kadang membuat Elene risih.

"Tolong jangan menepuk pundak saya dengan keras seperti itu, saya tak suka." Elene menepis tangan Rachel.

Sudah biasa para dayang, pelayan atau siapapun yang bekerja atau tinggal di kediaman Phantom menghadapi sifat dingin Elene. Ia hanya menunjukkan emosinya di depan Chlodd saja. Meskipun begitu Elene cukup terkenal karena menjadi dayang yang sangat telaten dan parasnya yang sangat cantik, saat keluarga Phantom sedang mengadakan perjamuan khusus untuk sesama bangsawan, banyak di antara mereka yang mengira Elene adalah anggota keluarga Phantom yang tak terekspos.

Sayang rasanya jika berlian seperti ini dibiarkan menjadi dayang, itulah yang dipikirkan para bangsawan-bangsawan di luar sana yang bahkan meminta Elene untuk menjadi anggota keluarga mereka. Tetapi hal itu tentu saja Elene tolak, ia tetap setia pada Chlodd.

Usai habis makanan miliknya, Elene berjalan menuju bak cuci, menaruh piring, mangkuk dan sendok ke dalamnya. Biar saja nanti anggota dapur yang bersihkan.

"Elene? Kau akan pergi begitu saja?" cegat Cherryl.

".....mulai hari ini saya bertugas sebagai dayang nona Albelda, saya harus cepat." jawab Elene sambil bergegas keluar dari ruang bawah tanah.

"Elene! Tunggu!" panggil Cherryl.

"Apa kau tahu kamar nona Albelda dimana?!"

Elene tersentak, lalu terdiam beberapa saat.

"Dimana?" tanyanya.

Semua orang yang sedang asyik makan di meja dan kursi masing-masing langsung mendonggak tidak percaya.

'Elene bisa lalai seperti itu?!'

Sebagai gadis yang mencakup tiga pekerjaan sebagai dayang, pelayan dan pembantu Elene adalah orang yang sangat cekatan dan serius dalam melakukan sesuatu. Contohnya ketika ayah dari Chlodd, Count Elbia Alpen Phantom meminta tolong padanya untuk menyiapkan baju pesta untuk Charlotte karena Rachel sedang sakit, Elene sudah menyiapkannya sehari sebelumnya serta mencari tahu seperti apa gaun kesukaan Charlotte. Bahkan ia sudah memperkirakan jam berapa Charlotte bangun dari tidur dan mandi juga memperkirakan kapan Charlotte akan menginjakkan kakinya keluar dari kamar.

"Kau pasti tahu mansion disebelah kediaman ini, kan? Di lantai dua, sebelah ruang jamuan, ruangan paling kiri, disitu nona Albelda berada." bisik Cherryl.

Tak ada tanggapan, Elene langsung bergegas menuju mansion, ia berjalan menuju pintu keluar dengan kakinya yang lincah, hanya butuh beberapa menit hingga sampai di mansion.

"Nona Albelda, apa anda di dalam?"

Elene mengetuk pintu sebuah ruangan besar namun tidak ada respon. Apakah Albelda masih tidur?

"Nona, maaf atas tidak kenyamanannya, saya izin memasuki ruangan."

Elene memasuki ruangan tanpa suara sedikitpun, ditatap nya sebuah ranjang besar dengan gorden putih yang terikat rapi di tiang ranjang. Dan benar saja, Albelda masih tertidur pulas di bawah hangatnya selimut.

"Maaf jika saya mengganggu. Tetapi nona, ini sudah pagi, matahari sudah berada di ufuk timur dan tinggal menunggu waktu hingga benar-benar memunculkan seluruh badannya di langit. Ada baiknya anda segera bangun dan membersihkan diri."

Elene menatap paras Albelda. Paras cantik dengan surai berwarna biru gelap yang berkilau, kulit seputih porselen tanpa bedak dan bibir merah muda yang tertutup tak lupa bulu mata lentik yang menambah kecantikannya meskipun sedang tidur.

"Uhn...."

Perlahan Albelda membuka matanya dan bergerak duduk di atas ranjangnya. Sedikit demi sedikit kelopak matanya membuka, memperlihatkan dua pasang bola mata berwarna merah muda yang cantik.

"Anda sudah bangun, nona? Apakah anda berminat membasuh wajah anda dengan handuk hangat?" Elene sedikit menyejajarkan tingginya dengan Albelda yang masih terduduk di kasur.

"Siapa kau?"

"Maaf atas kelancangan saya untuk menerobos masuk ke kamar nona. Perkenalkan saya Elene Yegard, dibawah perintah tuan muda Elbia Chlodd Phantom, saya akan melayani anda sepenuh hati."

"....."

"Nona?"

"Jadi kau dayang baruku, ya? Mohon bantuannya...!"

Tanpa diduga-duga Elene jatuh dalam pelukan Albelda. Ia ditarik masuk oleh Albelda dengan hangat. Elene yang kaget, hampir mendorong tubuh kecil Albelda, namun ia tahan.

'Dia pasangan tuan muda, aku tak boleh melukainya.'

"Namamu tadi... Elene Yegard? Namamu cantik ya. Omong-omong apa kau seorang bangsawan? Kulitmu lembut sekali dan parasmu berbeda dengan orang biasa... Tapi kenapa bangsawan bekerja sebagai dayang?"

Baru saja bertemu sudah disodorkan pertanyaan seperti itu Elene hanya manggut-manggut, lalu menggeleng.

"Saya bukan bangsawan nona. Saya hanya rakyat jelata yang lahir di perbatasan lalu diambil oleh keluarga Phantom sebagai pelayan." balas Elene dengan gaya khas nya yang dingin.

"Benarkah? Aku tak percaya."

Albelda tersenyum manis, lalu berjalan menuju kamar mandi.

"Nona, akan saya siapkan dahulu peralatan anda untuk mandi, nona menunggu saja di kamar." Elene bergegas menyusul Albelda, lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Sraassshhhh

Elene menyalakan keran untuk air hangat, setelah penuh, ia menaburkan beberapa kelopak bunga mawar untuk perawatan kulit dan bubuk penghalus kulit ke dalam air hangat tersebut. Lanjut ia menyiapkan handuk dan beberapa peralatan mandi.

"Nona, basuh dulu wajah anda dengan handuk ini..." Elene dengan lembut mengelap wajah putih porselen Albelda hingga wajahnya memerah karena uap dari handuk.

"Elene... Aku mau mandi sendiri, tolong siapkan gaun, ya!"

"Tidak nona saya-"

"Tak apa, aku bisa mandiri kok!"

Albelda tersenyum meyakinkan, Elene hanya mengangguk, membuka pintu kamar mandi dengan sopan.

Setelah Albelda sudah memasuki kamar mandi, waktunya Elene untuk menyiapkan gaun untuk majikannya yang baru. Dibuka olehnya sebuah lemari putih di dekat jendela, ia menyisir tiap gaun yang ada.

"Warna rambutnya berwarna biru tua, berarti..."

Elene mengambil sebuah gaun berwarna merah muda peach dengan renda berwarna putih yang simpel. Lalu ia mengambil beberapa hiasan rambut berbentuk bunga, lalu menaruhnya di atas meja.

"Elene..."

"Ada apa, nona?"

"Bisakah kau mengambilkan handuk baju?"

"Tentu saja nona."

Elene berjalan menuju laci handuk kaku mengambil handuk baju yang dipinta, lalu menyodorkan nya pada Abelda.

"Nona, apakah ada kendala? Jika ada saya akan bantu."

"Hm? Tidak kok! Handuk ku masuk ke dalam bak, hehe." Abelda tertawa.

Tak lama, setelah sekitar 10 menit, Albelda keluar dari kamar mandi dengan handuk bajunya. Elene yang sedang berdiri mematung di pojok kamar segera berlari mendekati Albelda, lalu menuntunnya menuju meja rias.

"Nona, saya akan memakaikan anda pakaian, mohon bantuannya."

Elene dengan tangannya yang telaten memakaikan gaun pada Albelda dengan cekatan. Tangannya yang lincah nan rapi mulai mengikatkan pita di pinggang ramping Albelda. Tetapi setelah selesai, Elene sempat terdiam.

"Nona ingin gaya rambut seperti apa?"

"Gaya rambut? Yang bagaimana juga boleh. Lagipula kalau Elene yang menata pasti akan cantik."

"Terimakasih atas pujiannya, nona."

Elene mengambil sisir di atas meja, menyisir lembut rambut panjang Albelda.

5 menit setelahnya.

"Nona, sudah selesai."

"Terimakasih~"

Waterfall Braid, gaya kepang dimana ada rambut yang digerai di sela-sela kepangan. Ditambah dengan hiasan rambut simpel yang menambah kesan cantik Albelda bertambah.

"Oh- omong-omong kau tidak merias wajahku?"

"Karena tidak ada peralatan merias dikamar ini saya pikir anda tidak terlalu suka dirias."

"Ahahah, benar. Kalau merias wajah rasanya ada yang menempel di wajahku."

"Tetapi jika nona berkenan, saya bisa mengulang dari awal agar anda bisa dirias. Bukankah anda akan pergi jalan-jalan dengan tuan muda Chlodd?" tanya Elene.

"Eh? Kau tahu darimana?"

"Sudah sewajar-"

"Bell....!"

Brak-!

Pintu kamar didobrak dari suaranya saja sudah terlihat siapa pelakunya.

Elbia Chlodd Phantom.

"Bell~ milikku, hari ini kau sangat cantik-!"

Chlodd datang dan memeluk Albelda di hadapan Elene, membuat dadanya sesak.

"Chlodd~ aku sudah menunggumu~!!"

"Kau sangat manis hari ini walau tak memakai riasan sedikitpun."

"Terimakasih...!!"

Memandang duo sejoli di hadapannya, Elene hanya bisa diam mematung, lalu menghela nafas.

'Dasar lelaki tak tahu diri, entah kenapa saya membenci anda sekarang.'

Ƚσ

Ⴆҽ ƈσɳƚιɳυҽԃ.


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login