Download App

Chapter 7: Jalan-jalan di taman hiburan

Anak-anak mendorong kursi roda dan berjalan cepat di depan, sedangkan Andika berjalan santai di samping Ve. Ia ingin bicara berdua dengan gadis itu, tapi suasana saat ini tidak tepat. Andika hanya bisa menahan diri.

Mereka berjalan sambil saling melirik sesekali. Langkah kaki terasa semakin berat saat tujuan mereka sudah terlihat. Di depan gerbang, Andika menarik tangan Ve, membawa gadis itu pergi dengan motornya. 

Astari menoleh kepada mereka dengan perasaan sedih. Ia merasa dibohongi oleh adik angkatnya, Ve. Semalam, ia bertanya kepada gadis itu tentang perasaannya terhadap Andika. Ve menjawab dengan pasti, bahwa ia tidak menyukai laki-laki itu.

Kenyataannya, gadis itu tidak menolak saat Andika membawanya pergi. Astari pergi ke kamar dan berbaring di tempat tidur. Ia menghadap ke arah jendela, membelakangi pintu, sehingga ia tidak tahu kalau ibunya sedang melihatnya dengan perasaan yang sama sedihnya.

'Mama tahu, kamu menyukai Andika sejak lama. Tapi, perasaanmu hanya bertepuk sebelah tangan. Kalian bertiga adalah anak-anak kesayangan mama dan itu membuat mama bingung.'

Mirna tidak tahu harus bagaimana. Jika Ve dan Andika menikah, hati putri kandungnya itu pasti akan terluka lebih dalam. Namun, ia juga ingin melihat Andika bahagia dengan gadis yang dicintainya.

Mereka bertiga memiliki kepahitan hidupnya masing-masing. Astari yang ditinggalkan bersama Mirna oleh ayah kandungnya sendiri, Ve yang dibuang ke panti asuhan itu oleh ayah kandungnya sendiri, dan Andika yang kehilangan kedua orang tuanya karena sebuah kecelakaan.

***

Andika membawa gadis itu ke sebuah taman hiburan. Ve merasa malu karena memakai baju rumah. Laki-laki itu menculiknya dari panti tanpa memberitahu akan pergi kemana.

"Kamu menculikku dari panti dengan baju seperti ini. Aku malu, tahu. Lihat! Semua orang memakai baju rapi, sedangkan aku memakai baju rumah. Udah gitu, kotor," ucap Ve pelan.

"Kamu cantik, kok. Pakai baju apa pun, kamu tetap cantik," puji Andika.

"Oh, kalau itu sudah jelas. Tapi, sebagai seorang perempuan, apalagi masih gadis …. Penampilan itu sangat penting," ujar Ve. Entah kapan ia mulai merasa harus memikirkan penampilan? Biasanya, ia sangat cuek berpergian kemana saja dengan baju ala laki-laki itu.

"Begitu, ya? Kalau begitu, kita beli baju dulu ke sana," ucap Andika sambil menunjuk sebuah toko baju di samping gerbang taman bermain.

Ia menarik gadis itu dengan tergesa-gesa. Memilih sebuah dress pendek tanpa lengan. Warna yang dipilih Andika sangat cantik, membuat Ve terpukau dengan penampilannya sendiri. Sayang sekali, resleting gaun biru muda itu tersangkut.

"Mbak, bisa minta tolong, tidak?" tanya Ve sembari menjulurkan kepala di balik tirai di ruang ganti. "Kemana pelayan tokonya?" Ve kebingungan melihat pelayan toko itu tidak ada. Hanya Andika yang berdiri tidak jauh dari ruang ganti.

"Kenapa, Ve?"

"Pelayan tokonya kemana?"

"Dia sedang pergi ke toilet umum, katanya sakit perut. Ada masalah apa?"

"Ini … resletingnya tidak bisa ditarik. Tadinya mau meminta pelayan untuk membantuku," jawab Ve dengan wajah bingung.

"Biar aku saja yang menariknya untukmu," ujar Andika. Ia berjalan mendekati gadis itu.

"Tidak mau!" Ve memajukan tangannya, menahan laki-laki itu agar tidak masuk. Namun, Andika sudah terlanjur menerobos masuk. Dalam ruang ganti yang sempit, ia bisa mencium aroma parfum maskulin yang menempel di leher laki-laki itu.

Mereka saling berhadapan. Degup jantung mereka naik drastis. Gadis itu sampai menahan napas saking gugupnya berdekatan dengan sang bos.

"Biar aku yang membantumu," ucap laki-laki itu mengulang perkataannya.

"Masalahnya, itu …." Ve tidak mau menunjukkan punggungnya kepada laki-laki itu, apalagi ia sedang tidak memakai baju dalaman. Hanya kain penutup dada saja yang dipakai Ve saat ini. Posisi resleting itu tersangkut cukup rendah.

"Tidak perlu berbalik. Aku akan membantumu seperti ini," ucap Andika yang mengerti situasinya. Ia melingkarkan tangannya di kedua sisi tubuh Ve.

Andika semakin dekat karena harus menarik resleting gaun itu. Posisi mereka sekarang seperti sedang berpelukan. Setelah selesai menarik resleting, tirai ruang ganti tiba-tiba saja terbuka.

"Kalian …?"

Penjaga toko itu terkejut saat melihat tokonya dalam keadaan kosong. Ia khawatir kedua pelanggan yang tadi datang itu melarikan diri dengan bajunya. Tidak disangka, kedua pelanggan itu ada di dalam ruang ganti. Ia sudah bersiap memaki Ve dan Andika, tapi laki-laki itu sudah lebih dulu menutup mulutnya dengan mengakui apa yang terjadi sebenarnya.

"Resletingnya tersangkut. Istri saya mencari Anda tadi, tapi karena Anda sedang tidak ada, jadi saya yang menariknya. Jangan berpikiran yang macam-macam, Mbak," ucap Andika panjang lebar.

"Oh, maaf. Saya pikir … ah, sudah dipastikan pilihannya, Mas?"

"Iya. Saya beli yang ini,'' jawab Andika sambil memberikan kartu berwarna gold.

Pelayan segera menggesek kartu dan memberikan tas karton untuk membawa baju milik Ve. Mereka pun pergi sambil tersenyum ramah. Andika bahkan menggandeng tangan Ve.

"Terima kasih, semoga hari Anda menyenangkan." Pelayan itu membukakan pintu toko untuk mereka.

Ve menepis tangan Andika setelah mereka masuk ke taman hiburan. Gadis berjalan cepat dengan wajah cemberut. Ia masih tersenyum di toko tadi, tapi sekarang seperti seorang istri yang sedang merajuk.

"Kenapa dia?" gumam Andika bertanya-tanya heran sambil mengernyitkan dahi.

'Sembarangan saja bicara. Pakai ngomong kalau aku istrinya. Dasar laki-laki! Mereka pasti menganggap kata-kata itu tidak berarti apa-apa, tapi aku kan cewek. Bagaimana kalau ada laki-laki tampan yang ingin mendekatiku, lalu kabur karena berpikir aku sudah menikah dengannya.'

Ve berjalan sambil menghentakan kaki dengan kesal. Terus menggerutu dalam hati karena kesal dengan ucapan Andika yang mengaku sebagai suaminya. Sampai akhirnya ia sadar, ia terpisah dari laki-laki itu.

Sementara Andika yang tadi sempat mengikuti, kehilangan jejak Ve, dan berlari kesana-kemari mencari gadis itu. Di antara ramainya pengunjung di hari libur, ia sedikit kesulitan untuk mencarinya. Meskipun, Ve pasti bisa pulang sendiri, tapi ia merasa bertanggung jawab terhadap gadis itu.

"Ve!"

Andika berlari sambil memanggil nama gadis itu dengan suara lantang. Namun, sampai tiga puluh lima menit berlalu, ia masih belum menemukannya. Laki-laki itu mencari tempat tinggi agar bisa melihat orang-orang yang berjalan di arena permainan.

Dari atas menara pengawas, ia melihat gadis itu sedang duduk santai di dekat pintu gerbang. Andika turun dari menara dan berlari cepat menghampiri gadis itu. Saat tiba di gerbang, ia segera memeluk erat gadis itu sambil bertanya dengan suara bergetar.

"Kenapa kamu pergi? Aku sangat takut."

Ve tercengang mendengar suara laki-laki itu. Suara itu seolah Andika merasa dunia akan runtuh jika ia kehilangan Ve. Gadis itu terharu dengan perhatian Andika dan kekesalannya terhadap laki-laki itu pun sirna seketika.

*BERSAMBUNG*


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C7
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login