Download App

Chapter 3: Siapakah Calon Suami Kate?

Salah seorang pengawal menahan tawa, ketika melihat keadaan Kate di dalam bagasi mobil. Ia puas sekali bisa membalas dendam pada Kate untuk mata bengkaknya.

Kate yang berusaha turun dari bagasi mobil langsung merasakan kakinya gemetar kesemutan.

Terpaksa ia berjalan dengan tertatih-tatih bagaikan simpanse sambil digiring oleh kedua orang pria yang menculiknya tadi.

Sambil berjalan ia baru melihat bahwa rumah yang ada di hadapannya ini sangatlah besar dan mewah.

'Wah, bagus sekali rumah ini!' pikir Kate dalam hati.

"Di mana aku sekarang?" tanya Kate pada kedua orang yang menculiknya itu.

Namun mereka berdua tetap tidak menjawab. Malah salah satu dari mereka mendorong punggungnya agar terus maju.

Akhirnya Kate sampai di depan pintu utama yang merupakan pintu ganda berukuran super besar dan mewah.

Pintu terbuka, seorang kepala pelayan menyambutnya dengan sikap hormat.

"Selamat datang, Nona!" sambut kepala pelayan itu kepada Kate.

"Tuan besar sudah menunggu Anda!" katanya lagi sambil membungkuk hormat pada Kate.

"Saya, Dimitri! Kepala pelayan di rumah ini," katanya menjelaskan.

"Silahkan ikuti saya!" pintanya dengan sopan.

Kate berjalan mengikuti Dimitri sambil menoleh kesana kemari.

Kate yang melihat isi dalam rumah itu bahkan lebih terpana lagi. Seumur-umur ia belum pernah memasuki rumah semewah ini. Semuanya berukir indah dan perabotannya semua sudah pasti mahal. Lantainya saja sangat mewah.

Ingin sekali rasanya Kate meluncur seperti anak kecil di lantai yang mulus berkilau itu. Tapi ia tahu itu tidak mungkin.

Seumur-umur Kate tidak pernah merasakan yang namanya kemewahan. Sejak lahir ia sudah akrab dengan hidup dalam kemelaratan.

Ibunya hanya seorang penyanyi sewaan yang bernyanyi dari cafe ke cafe. Penghasilannya tidak menentu. Sementara ayahnya, semenjak dipecat dari kantornya menjadi terpuruk.

Howard hanya bekerja serabutan saja. Dan akhir-akhir ini Howard malah menggemari hobi barunya. Yakni berjudi.

Hobi baru ayahnya inilah yang menyebabkan mereka hidup serba susah. Karena Howard bukannya menang namun kerap kali ia malah kalah.

Namun bukannya jera, Howard malah semakin kecanduan berjudi. Ia berharap suatu hari nanti ia akan bisa menang besar dan melunasi semua hutangnya. Akan tetapi bukannya berkurang, hutangnya malah semakin bertambah.

Sebagai akibatnya, Kate harus menghadapi kekacauan demi kekacauan yang dibuat oleh ayahnya.

Di usia sebelas tahun saja, Kate sudah harus menghadapi para preman penagih hutang judi ayahnya.

Ketika ia berusia tiga belas tahun, sang ibu, Aileen, kabur dari rumah untuk menikah dengan pria lain. Meninggalkannya seorang diri untuk tinggal bersama dengan ayahnya.

Sampai sekarang usianya sudah menginjak dua puluh tiga tahun, ia masih sering kali harus melunasi hutang-hutang ayahnya.

Jumlah itu seakan tidak ada habisnya. Kate sempat sering putus asa karenanya.

"Sudah sampai, Nona!" kata Dimitri menyadarkan Kate dari lamunannya.

"Dimitri, tunggu!" seru Kate kepada Dimitri yang hendak beranjak pergi.

"Siapa yang kau sebut-sebut dengan 'tuan besar' itu, sih?" tanya Kate penasaran.

"Mengenai hal itu, Nona silakan langsung masuk ke dalam saja dan lihat sendiri," kata Dimitri lagi, kemudian membukakan pintu besar berganda berikutnya.

"Silahkan, Nona!" ujar Dimitri lagi sambil mempersilahkan Kate masuk ke dalam.

Kate mengintip ke dalam ruangan. Di dalam sana terdapat interior ruangan yang sama mewahnya dengan bagian-bagian rumah lainnya yang sudah ia lewati tadi.

Ruangan itu sepertinya merupakan ruang kerja. Di balik sebuah meja berukir mewah duduklah seorang pria yang sudah tua.

Rambut dan kumis serta jenggotnya sudah memutih. Meski demikian, ia memiliki aura bagaikan seorang bangsawan kuno sejati.

Pria itu melihat Kate datang dan langsung menyambutnya dengan ramah.

"Ah, kau pasti Katharina, betulkan!" sambut pria itu sambil memilin kumisnya.

'Astaga, mati aku!' kata Kate dalam hati.

'Kakek-kakek inikah yang akan menikahi aku?' Kate merasa pusing seketika, dunia tempatnya berpijak seakan bergoyang dengan kencang.

"Eh, betul!" jawab Kate dengan sedikit ragu.

Andaikan ia bisa berbohong ia pasti sudah akan melakukannya.

"Nah, duduklah Katharina!" pinta pria tua itu.

'Ia tahu namaku. Ayahku pasti sudah memberitahukan namaku padanya," pikir Kate .

"Tolong, jika Anda tak berkeberatan, panggil saja aku, 'Kate'," pintanya.

Ia kurang suka jika dipanggil dengan nama panjangnya.

"Baiklah, Kate! Silahkan duduk," perintahnya pada Kate.

Kate menurut dan duduk di hadapan pria tua itu.

"Nah, Kate," panggil pria tua itu lagi setelah diam sesaat dan mengamati wajah Kate.

"Perkenalkan. Namaku Henry. Henry McDowell," kata pria tua itu lagi.

Kate hanya diam saja mendengarkan dan tidak mengatakan apapun.

"Apa kau tahu apa yang membuatmu dibawa kemari?" tanya Henry kepada Kate.

"Yah, aku tahu!" jawab Kate.

"Ayahku berhutang sejumlah uang kepada Anda."

"Dan untuk menebusnya, maka ia menjadikan diriku sebagai alat untuk melunasi hutangnya," kata Kate menjawab pertanyaan Henry.

"Tepat sekali," kata Henry sambil tersenyum senang.

"Maaf, jadi malah menyusahkanmu," kata Henry lagi.

"Mr. McDowell?" panggil Kate.

"Ya, Kate?" jawab Henry.

"Apakah perjanjian antara Anda dan ayahku bisa diatur ulang?" tanya Kate.

"Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk melunasi hutang ayahku."

"Aku bersedia bekerja apa saja yang Anda suruh."

"Asalkan Anda bersedia untuk membatalkan perjanjian pernikahan antara saya dengan Anda," kata Kate berterus terang.

Henry McDowell terdiam sebentar mendengar perkataan dan maksud dari pernyataan Kate barusan. Kemudian ia tertawa terbahak-bahak.

"Ada apa? Mengapa Anda tertawa?" tanya Kate bingung.

"Apakah Howard mengatakan bahwa aku yang akan menikahimu?" tanya Mr. Henry lagi sambil menghapus air mata tertawanya.

"Eh, sepertinya begitulah yang dikatakan oleh ayahku!" kata Kate yang kini merasa malu karena telah bersikap bodoh.

Ia tak yakin ayahnya mengatakan dengan jelas siapa yang akan dinikahinya. Ayahnya hanya mengatakan Mr. McDowell. Apakah ada Mr. McDowell lain di rumah ini?

"Bukan! Bukan aku, Kate!" seru Mr. Henry sambil tertawa terkekeh.

"Aku sudah tua begini, mana mungkin kau bisa tertarik padaku?" tanya Mr. Henry lagi.

Wajah Kate memerah ketika mendengar perkataan Mr.Henry. Jadi selama ini ia telah salah sangka.

"Aku ingin menikahkan dirimu dengan cucuku," kata Mr. Henry lagi.

"Namanya Hans. Hans McDowell!" kata Mr. Henry memberitahukan pada Kate.

"Cucuku itu ...." Mr.Henry berhenti sebentar kemudian menggelengkan kepalanya dengan sedih.

"Dia itu benar-benar ...." katanya terputus lagi, seolah ingin mencari kata yang tepat bagi cucunya.

"Dia itu benar-benar sulit!" kata Mr. Henry akhirnya.

"Aku tak mengerti dirinya sama sekali," kata Mr. Henry.

"Di satu sisi, ia begitu anti terhadap wanita."

"Sampai-sampai beredar gosip bahwa ia lebih menyukai sesama jenis daripada lawan jenisnya."

"Entah hal itu benar atau tidak, tapi aku tidak ingin gosip itu menyebar semakin tak terkendali, Kate!"

"Maka dari itu, aku mulai mencari calon mempelai untuk cucuku itu."

"Tapi yang terjadi ternyata malah sebaliknya."

"Ia mengencani semua wanita itu bagaikan seorang Playboy sejati, kemudian membuat mereka semua patah hati," Mr. Henry menggelengkan kepalanya lagi.

"Rasanya sudah tidak ada lagi wanita yang bisa kukenalkan padanya."

"Maka dari itu, ketika Howard berhutang padaku dan mengatakan akan menebusnya dengan putirnya yang cantik aku langsung menyetujuinya."

"Kau memang cantik, Kate!"

"Entah apa kau akan bisa berhasil membuat Hans kembali menyukai lawan jenis, atau kau akan 'ditendang' juga seperti para wanita lainnya."

"Bagaimana, Kate?" tanya Mr. Henry.

"Apa kau bersedia menerima permintaan dari seorang kakek tua ini?" tanya Mr. Henry lagi kepada Kate dengan mata penuh harap.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C3
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login