Download App

Chapter 2: MOVE

SELAMAT MEMBACA!

Another level of menyesal adalah, lo gak bisa bahagiain orang tua lo karena terlalu sering menjauh dari mereka.

***

Natasha dengan tanpa membawa apapun, ingat saja bahwa dia baru tujuh belas tahun hari ini. Automatically, dia gak punya SIM atau bank and naik mobil sesaat setelah keluar dari aula gedung Greenland. Pikirannya terus saja berputar pada hari ini, hari kelahirannya dan hari kematian orang tuanya.

Dia berhenti berjalan, menatap sejenak zebracross dengan pikiran kosong. Tangannya menengok sejenak ke arah uang yang dia bawa dalam paperbag brown, uang pemberian manager papahnya.

Natasha tertawa, "Dark seventeen," tawa sumbang nya terdengan menyakitkan.

"Bahkan setelah mereka gak ada, aku tetep nangis,"

Natasha memang tidak pernah terlalu dekat dengan mereka, kedua orang tuanya. Sejak kecil dia di asuh oleh babysitter, itupun berganti-ganti bisa satu atau bahkan dua kali dia berganti pengasuh selama satu tahun. Maka dari itu, Natasha tidak pernah tau bagaimana rasanya menyayangi dan di sayangi oleh seseorang. Papah dan bunda juga jarang memperhatikan dirinya, keduanya hanya tau tentang 'uang adalah kebahagiaan untuk anaknya' argument mereka hanya itu.

Dan Natasha pernah berpikir untuk membenci keduanya dengan tidak berhubungan selama tiga tahun, sedari dia duduk di bangku sekolah menengah atas, detik itu bahkan orang tuanya hanay berpikir tentang 'mungkin saja dia memang ingin mandiri tanpa orang tuanya' uang selalu masuk ke rekening pribadi Natasha, uang bulanan tidak pernah telat dikirim ke sekolah elite nya Simple nya adalah, Natasha hidup tidak pernah kurang jika di lihat dari sudut pandang orang lain.

Natasha menggelengkan kepalanya menghilangkan pikiran buruk untuk menyebrang sebelum lampu merah menyala, dia menyamping dan bersandar di tembok restauran yang sudah tutup. Melipat kedua kalinya dan menenggelamkan kepalanya di antara dia lutut.

"Terakhir kali aku nangis, hari ini. Hari ini aku cape, aku mau ngeluh sehari aja!" gumamnya pada diri sendiri.

Natasha memeluk dirinya dengan erat seolah-olah tanpa dirinya, dia tidak akan pernah kuat. Dia kuat karena dirinya sendiri yang menguatkan, jika sedetik saja ia hilang arah, mungkin Natasha sudah tidak ada lagi di kehidupan ini.

Belum sampai satu menit, Natasha mengusap air matanya.

"Aku belum packing baju, apartemen bukan tempat yang aman sekarang," dia bangkit menghadang taksi untuk pergi ke apartemennya.

Natasha adalah salah satu murid pintar yang bersekolah di GSH (Garuda High School) dengan predikat sekolah terbaik se-Indonesia. Dia masuk ke dalam salah satu anak yang selalu mendapat tiga besar juara paralel setiap tahunnya, bahkan setelah libur lama dan harus mengikuti banyak lomba. Bahkan setelah ini Natasha percaya dia akan cepat lupa dengan kesedihannya seperti biasa setelah berhadapan dengan kegiatannya di sekolah.

"Baju bawa secukupnya, mantel, sepatu, barang yang paling penting dan paling aku butuhin," ucapnya bermonolog,

Setelah dirasa sudah cukup barang bawaannya, Natasha segera turun membawa kunci apartemennya. Tetapi saat sudah berada di depan apartemennya, Natasha melihat ada sekitar tiga atau lima orang yang datang ke arahnya. Tanpa sadar dia belum mengunci apartemennya dan berjalan berlawanan arah dengan menarik koper miliknya.

Natasha paling takut dengan aksi kejar-kejaran, dia berbelik masuk ke dalam lift yang langsung menuju ke basement. Para pria berbaju hitam itu tampak mengikutinya, keringan Natasha mengalir lumayan deras ketika dia sedang ketakutan dan khawatir. Tetapi dewi fortune berpihak padanya ketika lift menutup tepat waktu dan bergerak turun.

Basement ada di lantai paling bawah, Natasha menarik kopernya dan masuk ke dalam taksi yang dia pakai untuk kemari tadi.

"Ah, sorry!"

Natasha menarik kopernya lagi saat tak sengaja menabrak orang yang akan naik ke lift sebelumnya.

"Sorry pak, kelamaan ya."

"Ah, tidak apa-apa, neng."

Di satu hari itu, Natasha hampir menghabiskan seratus ribu yang menurutnya sekarang adalah hal yang berharga untuk mencari rumah yang bisa dia tempati untuk tidur malam itu. Dan kelanjutan hari-hari setelahnya, benar-benar di luar prediksi Natasha. Pertama, pertemanannya hancur karena orang tuanya diduga korupsu. Kedua, uang sekolahnya mendadak tidak lancar karena tidak ada saldo yang masuk, Natasha memilih untuk meninggalkan sekolah itu dan mencari sekolah negri yang mampu menampungnya melalui jalur beasiswa. Ketiga, dia harus mencari pekerjaan.

Kehidupan buruk Natasha Aluna di mulai sekarang, bergelimang harta dan berkecukupan tidak membekali dirinya menghadapi dunia yang benar-benar jahat untuk mental semut seperti dirinya.

"Hari ini aku cape banget, hari ini izinin aku ngeluh sebentar ya. Cuman hari ini aja,"

Kata-kata itu yang dulu hanya keluar satu kali mungkin dalam satu tahun, sekarang bisa keluar setiap hari bahkan perdetik terlintas di pikirannya tentang rasa ingin mengakhiri ini semua dan menyerah. Tetapi dia akan bangkit lagi ketika memikirkan hal-hal yang pernah dia lewati dengan mudah dan menyenangkan.

Dan gak jarang Natasha merindukan kedua orang tuanya yang mati matian dia bilang ke dirinya sendiri bahwa, 'aku gak kangen kalian, aku bisa kok sendiri. Kan dari dulu kalian gak pernah ada' Natasha salah, bukan orang tuanya yang tidak ada tetapi dia yang tidak membuka perasaan untuk menerima bagaiamana sistem keluarganya. Dia yang menjauh, dia yang salah.

"Aku yang salah,"

Happy sweet seventeen Natasha Aluna, disaat lo jatuh di jurang terdalam lo. Mau gak mau lo harus jadi lilin untuk diri lo sendiri, terbakar untuk mencari jalan, meleleh untuk terbentuk lagi.

Ya, Natasha harus bangkit untuk dirinya sendiri? Siapa lagi yang harus diandalkan olehnya selain dirinya sendiri? Harus belajar bagaimana rasanya jatuh dan terbentuk lagi, berulang kali, Natasya bersyukur setidaknya dia memiliki niat untuk tetap hidup daripada menyusul orang tuanya. Sedari dulu Natasha berpikir untuk mengakhiri hidupnya atau pergi ke pedalaman dan mengasingkan diri, tetapi itu hanya wacana seorang anak yang tidak memiliki semangat hidup dan kehidupan yang tidak berpihak pada dirinya.

"Hari ini kamu bisa nangis bahkan berkata lelah berkali-kali, berulang kali, dan kamu bisa menyalahkan siapapun. Asal kehidupan bukan tentang kebahagiaan semata, dan hargai lagi kehidupan yang sedang kamu jalani daripada menyesal setelahnya."

Natasha mengangguk, dia bangkit dan menepuk pelan rok pendeknya. Dia harus bangkit bukan? Natasha harus menjadi dirinya sendiri, dia harus tetap percaya bahwa semua dan segala sesuatu akan selesai saat dia berdamai dengan dirinya. Harus ingat itu, Natasha!

"Butuh waktu bukan? Setidaknya satu hari, dunia ini kejam dan kamu tau kebenarannya bukan?"

Natasha berdiri di pinggir trotoar dengan koper di sampingnya, dia harus mencari tempat tinggal yang lebih murah, tidak dengan apartemen itu.

"Mereka ninggalin aku dengan utang melimpah!"

SEE YOU NEXT CHAPTER!


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C2
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login