Download App

Chapter 6: Andra Frustasi

"Pernikahan itu akan berlangsung secepatnya, saya bertanggung jawab atas kecerobohan yang terjadi hingga merugikan banyak pihak, termasuk tempat saya bekerja dan keluarga besar yang terlibat saat ini." Andra tegaskan hal itu pada pers hari ini. "Saya dan Jingga Narend Wijaya akan menikah, mohon doanya."

Peduli atau tidak, mereka seperti mendapatkan hadiah kali ini di mana tuntutan mereka akan hubungan yang dikabarkan gelap itu terpenuhi sudah.

Nama Jingga bukan saja menarik keluarga Andra kembali ke posisi semula dengan usaha yang kembali berjalan perlahan, tapi nama Jingga di sana juga menutup nama Amel yang sempat dihebohkan dan dianggap wanita sewaan Andra.

Jingga merangkap title buruk yang terserap dalam diri Andra, dia seperti perisai untuk pria dewasa nan rapuh itu.

"Ndra, lo serius?" tanya Syai, salah seorang temannya.

Andra mengangguk, semalam pandangan mata dan harapan ibunya tak bisa ia elak, hari ini terpaksa ia setujui apa yang menjadi tuntutan orang di luar sana.

"Gue mau ke rumah besar ngurus ini semua, orang tua Jingga ada di sana juga, lo mau ikut?" tawar Andra.

"Kalau gue ikut, nggak bakal dijodohin sama anak Narendra, kan? Bisa nggak joget lagi gue, Ndra!"

Andra berdecak lirih, pasalnya Syai tidak tahu kesepakatan yang ia buat bersama Jingga waktu itu, tidak akan ada larangan akan kebiasaan yang sudah Andra lakukan, hal yang terjadi jauh sebelum ia bersama Jingga, bukan dan tidak akan menjadi hal terlarang dalam rumah tangganya.

Tapi, apa bisa dia meniduri wanita, sedang ada istri nantinya? Andra tidak bisa memikirkan hal itu sekarang.

Di rumah besar setelah pers itu selesai dan ditayangkan live besar-besaran, semua orang melihat dan mereka merasa lega akan keputusan yang Andra ambil.

"Kamu nggak akan berhenti kalau nggak begini, udah jalannya!"

"Semangat, Ndra!"

"Nggak hanya belajar jadi baik, tapi jatuh cinta setelah menikah itu rasanya luar biasa."

"Dia gadis terbaik buat kamu, buka hati buat Jingga, Ndra."

"Kontrol diri dan jangan egois!"

Andra hanya mengangguk mendengarkan semua kalimat itu, ia disambut hangat oleh keluarga besar Jingga.

Awalnya sempat ada penolakan di sana, tapi entah kenapa dan apa yang Jingga katakan sampai keluarga besar Narendra tak menghalangi lagi, justru mengiyakan pinta Jingga akan pernikahan tanpa cinta itu.

"Jingga tahu konsekuensinya jalan sama kamu, Ndra. Apa kamu berniat melepaskan dia suatu saat nanti?" tanya Faren, dia yang tertua di keluarga Narendra sekaligus pimpinan besar di tempat Andra bekerja, Narendra Group.

Andra tak tahu harus menjawab apa, dia hanya tahu kalau saat ini tidak ada cinta untuk Jingga. Dia tidak benci, hanya saja tidak cinta.

"Kalau kamu mau lepasin dia suatu saat nanti, bawa dia secara terhormat ke rumah ini, tinggalkan dia dengan baik-baik dan jangan pernah kembali lagi karena yang kau tinggalkan di rumah ini tidak menjadi hakmu lagi untuk melihatnya, termasuk bila pernikahan itu ada anak yang hadir di sana," tuturnya.

Kedua mata Andra terbuka lebar, ucapan tuan besar itu memang terdengar ringan, tapi ada maksud besar dan menuntut di dalam sana.

Hal yang tentu tidak mudah ia mainkan, benar apa yang Syai katakan, tak ada penjara yang lebih buruk dan menyiksa selain keluarga Narendra, semua yang berjalan di sana seperti rantai di kaki mereka, tidak akan ada kepuasan di dunia malam.

Tapi, akan menjadi surga dan tempat terindah bagi mereka yang sudah siap untuk semua perubahan itu.

"Lo nggak lupa sama kesepakatan itu, kan?" Andra ambil duduk di samping Jingga.

Jingga mengangguk, "Kak Andra juga paham, kan?"

Andra menoleh, gadis kecil itu sungguh membuatnya terhimpit.

Tapi, dia tentu tidak bisa menyalahkan Jingga saja. Pasalnya, semua yang terjadi juga atas kecerobohannya malam itu.

***

Hanya anggap aku ada!

Empat kata yang saat ini berputar di kepala Andra, dia diberi kebebasan oleh Jingga untuk terjun dalam kebiasaan yang tak bisa dengan mudah ia alihkan.

Tapi, selama itu berlangsung, Andra harus memikirkan nama Jingga juga, tidak melupakan status mereka yang telah berubah, menghargai dan menghormati pasangan nantinya.

"Gimana gue bisa mabuk terus nyewa cewek kalau inget Jingga? Nganggep dia ada di mana-mana?" gumam Andra frustasi, bahkan saat ini dirinya duduk di unitnya yang penuh dengan banyak botol minuman.

Kesadaran Andra semakin terkikis, ingin ia maki Jingga yang memberinya kebebasan juga kekangan.

Ia belum siap untuk berubah dan kalau harus berubah, sesuai dengan rencananya di mana dia berubah bersama pasangan yang sepadan, tidak lain Amel yang Andra maksud.

"Lo di mana, Mel?" Andra lempar ponselnya yang terus diam, ponsel dengan warna dan type yang sama dengan milik Amel. "Dateng dan lurusin masalah ini, Mel, gue cinta sama lo!"

Andra benar-benar menggila malam ini, ia kunci unitnya hingga tak ada satu teman pun yang bisa masuk menemuinya.

Tanggal lamaran dan pernikahannya bersama Jingga sudah mereka tetapkan, antara jeritan hati dan senyum ibunya yang mengharu sore itu.

Andra terjebak dalam kondisi di mana dirinya ingin melangkah menjauh, sedang kakinya menolak hebat.

***

Krak,

Jingga tarik perban seadanya yang ia temukan di kotak obat unit itu, banyak tangan yang bisa membantunya masuk dan memaksa untuk bertemu dengan Andra.

Tak ada gadis yang frustasi karena pernikahan paksa kali ini, tapi pihak pria yang menderita frustasi di sini.

Jingga perban luka sayatan yang ada di kening dan tangan Andra, nama Amel terukir di sana seolah hati Andra sudah penuh dengan Amel saja.

"Ngapain sih lo ke sini, bocah?" tanya Andra berteriak.

Jingga tahan tangan yang endak menyentuh kepalanya itu, tubuhnya memang kecil, tapi tidak dengan kekuatannya.

"Gue nggak suka sama lo, Jingga. Pemaksa banget sih lo, gue nggak mau nikah sama lo!" ungkap Andra.

Jingga tetap bebal, ia tutup telinganya dan lebih fokus mengobati luka yang Andra buat.

"Kak Andra mau ketemu sama Amel?" tanya Jingga setelah perbannya tuntas.

Andra mengangguk, ia tatap penuh harap mata Jingga di sana.

"Nurut sama Jingga kalau mau ketemu sama dia, nggak jorok kayak gini, malu-maluin ke luar kayak orang gila gini tahu!" tegas Jingga, ia ajak Andra duduk tenang ke sofa besar ruangan itu. "Diem di sini sampe aku selesai beres-beres!"

Andra yang sudah lemah hanya bisa mengangguk menurut, ia pandangi punggung kecil itu.

Bukan Amel, seperti yang saat ini mata Jingga tangkap di dekat kamar Andra, begitu banyak foto Amel di sana.

"Wanita menyebalkan ini!" gerutu Jingga, ia singkirkan foto yang tak pantas itu.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C6
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login