Download App

Chapter 5: Kisah Cinta Yang Terkubur

"Tunggu, Ryan! Biar aku membawa mobilku sendiri," protes Steve pada pria yang sejak tadi memaksanya untuk masuk ke dalam mobil. "Jangan bilang kamu ingin mengajakku untuk mengikuti mobil yang membawa Angel dan Wilson," lanjutnya lagi tanpa menghentikan usahanya untuk membuka pintu mobil.

Tiba-tiba saja, suara gelak tawa Ryan memenuhi mobil itu. Dia menatap Steven sambil melemparkan senyuman sinis pada sepupu yang juga merangkap menjadi asistennya.

"Kamu pikir aku segila itu?" Ryan kembali tertawa melihat sepupunya yang terlihat bingung dengan tingkahnya. "Tenanglah, aku akan menyuruh sopir untuk mengantarkan mobilmu ke kediaman nyonya besar," tambah Ryan lagi tanpa menghentikan senyuman di wajahnya. Seseorang yang baru saja disebutnya dengan 'Nyonya Besar' adalah ibunya sendiri. Hubungan ibu dan anak itu kadang penuh dengan drama yang menegangkan. Walaupun sesungguhnya mereka berdua saling menyayangi satu sama lain.

"Kemana kamu akan membawaku?" Steve merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan sepupunya itu. Dia berpikir jika Ryan sedang merencanakan sesuatu yang mungkin saja cukup gila dan merugikan dirinya. "Jika kamu tak menghentikan mobilnya, aku akan melompat keluar," ancamnya dengan wajah cemas.

"Aku akan mengajakmu menjemput tamu kebesaran kita di bandara. Duduklah dengan tenang atau aku yang justru melemparmu keluar dari mobil ini." Ryan justru membalas sepupunya dengan sebuah ancaman yang tak kalah menakutkan.

Steve tak mampu lagi menyanggah perkataan seorang Ryan Fernandez. Dia hanya bisa duduk tenang sambil memperhatikan jalanan yang sangat padat di hadapannya. Pria itu menolehkan wajahnya ke arah pria yang mengemudikan mobil dengan wajah kesal. Steve tahu jika Ryan mulai tak sabar melajukan mobilnya di jalanan padat yang terlalu macet.

"Ada apa dengan wajahmu? Haruskah kita bertukar tempat duduk?" tawarnya sambil tersenyum penuh kemenangan. Steve sangat tahu jika Ryan tidak terbiasa menghadapi kemacetan jalanan perkotaan. Terlihat beberapa kali klakson mobil berbunyi cukup nyaring.

"Harusnya kita membawa helikopter ke bandara, bukannya terjebak dalam kemacetan yang memuakkan ini," kesal Ryan sambil memukul kemudi mobil di depannya.

Pria itu memperhatikan sekeliling untuk mencari celah dalam padatnya jalanan pagi itu. Namun usahanya sia-sia, mobilnya tak mungkin maju atau mundur. Setelah jalanan mulai lancar, mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi menuju bandara. Ryan terus saja mengeluarkan umpatan karena kekesalan di dalam hatinya. Dia tak pernah melalui jalanan semacet dan sepadat siang itu. Rasanya pria itu ingin mengamuk karena tak mampu mengendalikan dirinya.

Steve hanya bisa menggelengkan kepala melihat sepupunya yang terus-menerus mengeluarkan umpatan dari mulutnya. Meskipun ia sangat mengenal Ryan, lelaki itu selalu saja sangat mengesalkan.

"Bisakah kamu menutup mulutmu sebentar saja, Ryan? Kepalaku rasanya mau pecah mendengar ocehanmu." Kali ini Steve tak ingin menahan dirinya lagi, dia sudah tak tahan mendengar umpatan kekesalan dari Ryan.

Ryan justru terkekeh mendengar kekesalan Steve. Dia tak menyangka jika sepupunya itu bisa marah. Padahal selama ini, Steve selalu sabar dalam memperlakukan dirinya.

"Kupikir kamu tak memiliki emosi sedikit pun, Steve. Baru kali ini aku melihatmu sangat kesal," ledek Ryan sambil senyum-senyum melirik sepupunya.

Bukan karena kesal mendengar umpatan Ryan, sebenarnya Steve merasa sangat cemas dengan kembalinya Reine ke tanah air. Rumitnya hubungan Steve dan Reine membuatnya enggan untuk kembali bertemu dengan perempuan itu.

Ryan sebenarnya sangat tahu alasan Steve menolak untuk menjemput adiknya ke bandara. Dia tahu jika sepupunya itu tak ingin bertemu dengan Reine. Apalagi alasan kepergian adik perempuannya itu adalah karena Steve menolak cintanya. Reine memutuskan untuk mengubur perasaan cinta pertamanya pada Steve dan memilih untuk kuliah di luar negeri. Tak ada yang tahu dengan hal itu kecuali mereka bertiga.

"Apakah kamu takut jika Reine akan kembali jatuh cinta padamu?" tanya Ryan pada sosok pria di sebelahnya.

"Aku tak ingin membicarakan hal ini!" Steve langsung memalingkan wajah dan menatap ke arah samping. Dia tak ingin mengungkit kejadian itu.

Akhirnya Ryan terdiam, membiarkan Steve menata kembali perasaannya pada Reine. Terlebih mereka berdua akan kembali bertemu. Hal itu mungkin akan sangat sulit baginya.

Hingga tak berapa lama, mereka berdua telah sampai di lobby depan bandara. Nampak Sophia dan juga Reine sudah akan masuk ke dalam mobil. Ryan bergegas turun dari mobil dan langsung menghampirinya ibu dan juga adiknya itu.

"Reine!" panggil Ryan pada adik perempuan yang selama ini lebih memilih untuk hidup sendirian di negeri orang.

Reine berpaling ke arah suara yang baru saja memanggilnya, perempuan itu tersenyum ceria bisa kembali bertemu dengan saudara laki-lakinya.

"Ryan .... " Reine langsung memeluk kakaknya untuk melepaskan kerinduan yang selama ini telah ditahannya. Rasanya sangat terharu dan juga membahagiakan bisa kembali berkumpul dengan keluarganya.

"Apakah kamu sedang menjalankan diet ketat? Mengapa tubuhmu sangat kurus?" Ryan melontarkan dua pertanyaan sekaligus pada adiknya. Dia khawatir jika Reine hidup menderita sendirian di negeri orang.

Bukannya menjawab pertanyaan itu, Reine justru memandang ke dalam mobil kakaknya. Dengan sekilas saja dia bisa melihat jika Steve ada di dalam mobil. Ada kekecewaan di dalam hatinya, saat menyaksikan sendiri jika Steve tak mau turun dan menyapanya.

"Apa sepupumu itu tak ingin keluar dan menyapaku?" Reine tampak kesal melihat hal itu. Meskipun kejadian sangat lama, perempuan itu tak pernah lupa jika Steve pernah menolak perasaannya. Sekuat hati, ia bersikap tenang dan seakan tak pernah terjadi apapun di antara mereka. "Aku akan menyapanya," ucap perempuan itu.

Reine berjalan ke arah sebuah mobil di mana Steve berada di dalamnya. Dengan sebuah senyuman yang sedikit dipaksakan, dia menyapa sepupunya itu.

"Apa kabar, Steve? Tidakkah kamu ingin menyapaku?" goda Reine pada seorang lelaki yang tampak cemas dengan wajah yang sedikit pucat.

Mau tak mau, Steve akhirnya membuka pintu mobil lalu keluar untuk menyapa sepupunya itu. Meskipun sedikit gemetar, dia berusaha untuk menekan perasaannya dan bersikap setenang mungkin.

"Apa kabarmu, Reine? Kuharap kamu baik-baik saja." Steve hanya bisa mengatakan hal itu. Dia terlalu bingung untuk mengatakan sesuatu pada seorang perempuan yang pernah benar-benar jatuh cinta padanya.

"Tidakkah kamu merindukan aku, Steve?" Reine menanyakan hal itu dengan senyuman tipis di wajahnya. Meskipun Steve selalu mengabaikannya, dia sama sekali tak bisa berpaling dari sepupunya itu.

Lelaki itu sangat terkejut mendapatkan sebuah pertanyaan yang tidak terduga. Steve sangat bingung untuk menjawabnya.

"Apa!" Begitulah respon sepupu dari Ryan dan juga Reine Fernandez itu.

"Ayolah, Steve! Aku hanya bercanda." Reine terkekeh geli melihat wajah panik yang ditunjukkan oleh sepupunya. Dia tak menyangka jika Steve akan merespon dengan sedikit berlebihan.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C5
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login