Download App
5.53% ZOMBIE AREA

Chapter 15: Penyerangan

Kicauan-kicauan burung elang nan riuh rendah berulang-ulang menyadarkan seorang perawat dari tidurnya di atas rumput-rumput halaman panti jompo. Setengah kesadaran yang baru terbangun menuntun dirinya untuk menoleh ke belakang. Matanya buram, tapi masih tampak wujud seseorang di dekat kursi besi bersama seekor anak anjing. Sekelebar ingatan yang membawa dirinya pada dua puluh menit yang lalu kini membangkitkan kembali sebagian kesadaran yang lain.

Menurutnya, seseorang harus tahu kejadian ini. Pelan dan kaku ia beranjak dari rumput-rumput. Suara-suara elang di kawasan panti mengusiknya. Meski jauh beberapa ratus kaki di udara, suara hewan itu terasa dekat di gendang telinga. Bola matanya merah, memandang dua ekor elang yang terbang berputar-putar, berharap dapat menggapai dua hewan itu lalu mengunyah dengan gigi-giginya nan gatal.

Reyn, gadis itu berjalan tertatih membawa noda darah yang menetes dari lengan kiri dan kanan yang sudah terkoyak dan membawa kulitnya yang menjuntai panjang.

Aroma manis gurih menghentikan langkahnya sejenak di teras panti. Darah yang melumuri lengan, membasahi baju hingga lutut terasa sesak di hidung, menciptakan rasa lapar yang tiba-tiba. Tangannya gemetaran, banyak luka terkotak di lengan, tapi sumber rasa sakit tubuhnya bukanlah luka koyak itu. Kulitnya yang keras dan menebal terasa mati rasa, akan tetapi rasa sakit yang bersemayam di kepala mulai mengikis kesadarannya.

''So-o Hw-an!'' panggilnya pada seorang teman yang diajak bicara tiga puluh menit lalu. Suaranya parau sampai-sampai nama temannya sulit disebutkan.

Bunyi benturan yang keras pada kaca merambat ke dalam ruangan kantin. Mengundang perhatian sebagian besar lansia yang berada di depan TV maupun di sofa sebelah kiri pintu.

Reyn masih berusaha keras melangkahkan kaki yang mulai berat dan kaku menuju pintu masuk, sampai ia harus menyisir permukaan kaca untuk mempertahankan posisi tubuhnya. Lengan yang terkoyak menyusuri permukaan kaca, meninggalkan jejak segar darah merah. Mulutnya gemetar hendak menyebut nama perawat lain, ingin sekali seseorang dapat membantunya, tetapi pita suara sulit difungsikan. Sekalipun bersuara, bukan terdengar seperti dirinya.

Untuk kesekian kali, kepalanya terasa pecah, ngilu sehingga pandangannya juga terpengaruh. Wajah-wajah para lansia yang terlihat terkejut perlahan makin pudar dalam pandangannya. Merah, kuning, putih tercampur menjadi satu warna dan dalam sekali kedip pandangan sekitar merah seluruhnya.

Tak ada satupun yang dapat dikenali dari raut-raut wajah yang memperhatikan dirinya. Kepala berdenyut bagai denyut nadi dan tubuhnya lepas kendali. Satu hal yang masih dirasakan diambang sadar, perut yang mual hingga semua isi perut berupa cairan gelap dimuntahkan di depan pintu kantin.

Semua orang yang melihat tak mampu untuk mengalihkan mata dari penampilan Reyn yang terbilang acak-acakan, tragis dan seolah-olah mendapatkan perlakuan anarkis.

Mereka beranjak dari kursi, berdiri dengan membawa sejumlah pertanyaan dan kekhawatiran pada si perawat magang itu.

Tak berselang beberapa menit, terdengar lagi suara di sisi lain. Pada pintu masuk ke dua di dekat ruang makan, nenek Hana berdiri. Tubuhnya pucat dan rambutnya berantakan sekali. Matanya putih dan mulutnya terlihat kering. Mereka yang memperhatikan tampak telah menyadari ada hal aneh yang telah terjadi. Netra nenek Nam tertarik pada tetes-tetes darah di belakang nenek Hana.

''Hana, apa kau baik-baik saja?'' tanya nenek Nam. Ia meletakkan tali rajut dan berjalan menuju meja makan, niatnya hendak menghampiri nenek Hana di ambang pintu.

Dari arah yang tak terduga, nenek Jennie berjalan mendahului nenek Nam. Lalu orang itu berkata, ''Kenapa masih berdiri di sana?'' Ia menggandeng tangan nenek Hana lalu membantunya berjalan. ''Ah, kau terlihat aneh hari ini. Biasanya kau tak akan mau keluar dengan rambut yang berantakan begini,'' celoteh nenek Jennie tanpa memperhatikan nenek Hana.

Di lain posisi, Soo Hwan dengan raut khawatir berderap menuju temannya, Reyn. Namun, langkahnya tersela oleh teriakan para lansia. Ia melihat dengan mata telanjang, nenek Hana sangat buas menggigit leher nenek Jennie. Habis dicabiknya, daging kulit itu ditariknya dengan gigi-gigi yang berlapis darah. Mengucur seperti air mancur cairan merah pekat hingga membasahi lantai.

Semua orang ricuh ketakutan dan berdesakan mundur, menjaga jarak.

Kemudian saat itu, sebuah berita imbawan terdengar dari televisi. ["Pusat penelitian darurat telah menyatakan, aksi kejahatan ini disebabkan karena wabah virus berbahaya yang dapat menular dari gigitan. Status zona merah telah resmi untuk seluruh daerah selatan daratan Korea selatan. Provinsi Gyeonggi, Gangwon dan Chungchaongbuk! Harap menghentikan aktivitas sosial apapun hingga tim isolasi menjemput!'']

Soo Hwan beserta anak magang lainnya bergegas mengunci pintu, baik pintu di depan nenek Hana maupun yang berada dekat dengan Reyn. Semua orang berkumpul di tengah-tengah ruang kantin.

Nenek Hanna masih makan temannya sendiri dengan lahap sekali. Suara ia mengunyah membuat perut mereka menjadi mual. Beberapa lansia yang tak sanggup menyaksikan kanibalisme itu tersungkur si lantai dan mengalami kejang-kejang. Perawat yang berjumlah enam orang di sana dibuat kerepotan menangani para lansia yang tak sadar karena shock, mulai dari gejala kejang sampai kelumpuhan otot gerak area mulut. Bahkan sang juru masak harus turun tangan untuk membantu.

''Soo Hw-an!'' panggil Reyn, suaranya serak dan besar. Beberapa pasang mata memandanginya dengan perasaan ngeri.

Pemuda itu ragu untuk mendekat. Namun ia kuatkan kaki-kakinya untuk berjalan menuju Reyn.

''Dia terluka, jika berita itu benar ... besar kemungkinan Reyn akan ...,'' kata hatinya.

''Reyn, aku tidak bisa membawamu masuk. Apa yang terjadi pada mu?'' tanya Soo Hwan. Ia berdiri di depan pintu kaca tempered nan kokoh, bahkan suaranya harus lantang agar orang di luar dapat mendengar. Tetapi, tak berlaku bagi Reyn yang mulai hilang kemanusiaannya. Gadis itu dapat menangkap suara kecil di dalam kantin yang tak semestinya dapat di dengar manusia biasa.

''Berhati-hatilah!'' Gadis itu memperingatkan. ''Ada seekor anjing liar. Dia menggigitku setelah berhasil menggigit nenek Hana ...,'' Reyn menggoyang-goyangkan kepalanya. Lehernya bergidik dan sesekali tangannya bengkok dan kaku. ''Kurasa, aku ...'' suara gadis itu makin besar dan parau. ''Soo Hwan!'' suara yang parau berubah menjadi makin besar hingga tak dapat membentuk kalimat apa-apa.

''Reyn! Kuasai dirimu, Reyn!'' Soo Hwan mendekat untuk mengamati wajah temannya yang mendadak menunduk.

Meski setengah sadar, gadis itu merespon panggilan temannya. Kepalanya kadang kala bergerak-gerak seperti ada masalah dengan tulang lehernya. Perlahan ia mengangkat wajah, matanya bersua dengan Soo Hwan yang terperanjat, kaget. Paras wanita itu telah berubah menjadi mengerikan, matanya putih kemerahan, giginya kehitaman dan suaranya tak lagi seperti manusia.

Soo Hwan terjungkal begitu Reyn membenturkan kepala ke dinding kaca. Beberapa perawat lain menarik tubuh Soo Hwan yang tiba-tiba lumpuh akibat ketakutan.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C15
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login