Download App

Chapter 3: Pengkhianatan (Caramel)

Aku mengeringkan rambut setelah selesai mandi. Tuut... tuut... ponselku berbunyi, satu pesan masuk tertulis di layar ponselku. Ah, paling pesan dari operator yang menawarkan promo lagi, aku mengabaikannya dan melanjutkan mengeringkan rambutku.

Hari ini aku mengenakan oversized crop sweater dengan geometric skirt dipadukan dengan hijab warna senada sangat nyaman bagiku dengan kondisi cuaca yang sedikit mendung.

Berkali-kali aku menghadap cermin memastikan penampilanku tidak ada yang kurang. Kulirik arloji yang melingkar di tanganku, baru setengah delapan, masih banyak waktu sebelum aku berangkat ke kampus.

Aku kembali meraih ponselku, membaca pesan yang barusan kuabaikan merupakan satu-satunya pilihan yang kupunya. Lebih baik dari pada biasanya aku hanya mengotak-atik menu. Pesan masuk dari Dito. Jantungku berdebar kencang, karena Dito menghubungiku.

"Selamat pagi Sayang," tulis Dito. Aku tidak bisa mengendalikan senyumku yang mengembang hanya karena membaca pesan singkat dari Dito.

“Selamat pagi juga,” balasku, tak lama kemudian masuk lagi pesan dari Dito,

“Hari ini ke kampus? Aku antar ya?” Tanya Dito, membaca itu membuatku melompat kegirangan. Aku merasa sangat senang sampai pada batas yang tidak bisa ditentukan.

“Nggak apa-apa nih? Nggak ngerepotin?” Tanyaku memastikan.

“Nggak kok, 10 menit lagi aku jemput ya,” Balas Dito.

Sepertinya badai salju sudah berlalu, sekarang tiba saatnya musim semi bagiku. Untung saja sedari tadi aku sudah berdandan rapi, sekarang hanya tinggal menunggu Dito.

Sesuai janjinya sepuluh menit kemudian Dito datang menjemputku dengan sepeda motornya. Dengan celana hitam dan kemeja abu-abu yang rapi membuat level ketampanannya meningkat.

“Ini untuk kamu,” ujar Dito sambil menyerahkan sekotak coklat padaku.

“Kenapa?” ujarku bingung, setauku hari ini bukan hari ulang tahunku atau hari penting lainnya.

“Kok nanya kenapa?” ujar Dito sambil tersenyum. “Masa nggak boleh ngasih coklat buat pacar sendiri,” sambung Dito, yang seketika langsung membuat wajahku merona.

“Udah ayok, nanti telah lo,” ujar Dito. Aku pun langsung naik dan duduk di jok motor belakang Dito.

“Pegangan, biar nggak jatuh,” Dito menarik tanganku agar merangkul pinggangnya.

“Iya... iya,” balasku mengiyakan. Jarak dari rumahku dan kampus sekitar tiga kilometer, bisa ditempuh dalam waktu lima menit dengan kecepatan empat puluh kilometer per jam.

Lima menit kemudian aku dan Dito sampai di kampus. Dito berhenti tepat di depan gerbang fakultasku.

“Makasih ya,” ucapku dan turun dari motor Dito.

“Yang semangat belajarnya,” ujar Dito.

“Iya,” balasku sambil tersenyum.

“Nanti pulangnya aku jemput ya,” ujar Dito lagi.

“Hah?” kataku kaget, Dito hanya tersenyum kemudian pergi sambil melambaikan tangannya padaku.

Tampaknya kekhawatiranku tentang perubahan sikap Dito kemarin hanyalah kekhawatiran yang tidak beralasan. Mungkin kemarin dia memang sedang sibuk. Sekarang dia kembali perhatian padaku, bahkan lebih perhatian lagi. Tampa sadar senyum mengembang lagi di wajahku.

“Duuh... senang banget yang habis diantar pacar,” ujar Nada teman sekelasku.

“Apa sih Nad,” balasku, aku jadi merasa malu ada yang memergokiku senyum-senyum sendiri.

“udah yuk ah masuk kelas nanti telat,” aku menarik tangan Nada agar dia berhenti meledekku.

“Oh ya Ra, kemarin ada Sella, anak fakultas Hukum nyariin kamu. Kamu kenalkan sama Sella?” tanya Nada.

“Sella Diah Pratiwi? Tanyaku memastikan.

“Iya, katanya dulu dia satu SMA sama kamu,” jawab Nada.

“Oh iya aku kenal, kenapa Nad?” tanyaku penasaran.

“Aku kurang tau juga Ra, aku punya teman anak fakultas hukum yang juga temanan sama dia. Kemarin dia minta kontak kamu sama aku, tapi aku nggak kasih, takutnya kamu nggak ngebolehin.”

“Nggak apa-apa Nad, kamu kasih aja.”

“Oke deh Ra.” Aku jadi semakin penasaran, dulu Sella lumayan dekat denganku, tapi semenjak kuliah dan masuk fakultas yang berbeda hubungan kami jadi renggang.

Pikiran tentang Sella agak sedikit mengangguku. Kalau dia sampai datang ke fakultasku untuk mencariku itu berarti ada hal yang penting. Ya sudahlah aku tinggal menunggu dia menghubungiku.

**

Aku senang Dito yang dulu kembali lagi. Akhir-akhir ini dia lebih perhatian padaku, walaupun dia tidak selalu menemuiku tapi dia tidak pernah absen menghubungiku lewat telepon ataupun pesan singkat.

Matahari menunjukkan keperkasaanya, siang ini suhu sudah mencapai 34 derajat celcius. Aku sudah mengatur kipas angin sampai ketingkat paling kencang tapi aku masih merasa kepanasan.

Pikiran tentang Sella tempo hari masih mengangguku. Memikirkan tentang Sella membuatku teringat kembali masa SMA, dia selalu mencariku jika ada yang mengganggu pikirannya, dan ajaibnya kata bijak yang entah kudapat dari mana dapat membuatnya lebih tenang. Mengingatnya membuatku tersenyum sendiri.

Lamunanku terhenti saat dering ponselku berbunyi. Nomor tak dikenal. Awalnya aku ragu untuk mengangkatnya karena sudah dua kali aku hampir menjadi korban penipuan lewat telepon.

Tapi aku teringat lagi dengan Sella, mungkin saja ini Sella. Aku pun memencet tombol untuk menjawab. Kubiarkan si penelepon berbicara lebih dahulu.

“Halo,” suara perempuan.

“Halo, Ra,” sudah teridentifikasi ini adalah suara Sella, aku sangat mengenal suara perempuan yang dulu pernah menjadi sahabatku itu.

“Ya halo,” responku singkat.

“Ini aku Sella, ini Caramel kan?”

“Iya Sel, ini aku. Kamu apa kabar?”

“Baik Ra, kamu apa kabar?”

“Alhamdulillah aku juga baik Sel.”

Tidak ada suara untuk beberapa saat, hampir saja aku mengira telepon sudah terputus. Aku sampai melihat layar di ponselku ternyata masih terhubung.

“Ra, kamu masih pacaran dengan Kak Dito?” suara Sella muncul kembali.

“Masih Sel, kenapa ya?” awalnya aku kira ini adalah pertanyaan yang biasa.

“Sudah berapa lama hubungan kalian Ra?” tanya Sella lagi. Disini aku mulai curiga, ada yang aneh dengan pertanyaan Sella.

“Sebenarnya ada apa Sel?” aku tidak percaya kalau Sella hanya sekedar bertanya mengenai hubunganku dengan Dito, pasti dia ingin mengatakan sesuatu.

“Sebenarnya aku nggak enak ngomongnya Ra.” Suara Sella tertahan.

“Ngomong aja Sel, ada apa?” tanyaku dengan nada setengah memaksa.

“Aku punya grup kumunitas yang sama dengan Dito, dan di grup itu banyak yang gosipin dia sama Sania.”

“Sania itu siapa?” tanyaku dengan perasaan mulai gelisah.

“Dia junior yang satu tingkat di bawah kita Ra, banyak yang gosipin mereka jadian di grup itu dan kak Dito malah nggak menampik itu. Pas aku tanya langsung sama dia, dia bilang kamu dan Sania adalah calon istri yang akan dikenalin sama ibunya, tapi Kak Dito bilang jangan kasih tahu kamu dulu” urai Sella.

Aku hanya terdiam, lidahku kelu, aku tidak mampu bereaksi apapun. Hanya air mataku yang tampa sadar sudah membasahi wajahku.

“Sebenarnya aku udah bilang sama kak Dito untuk ngomong terus terang ke kamu, tapi dia bilang belum saatnya dia jelasin ini ke kamu dan dia minta aku untuk merahasiakan hal ini. Tapi aku nggak enak sama kamu Ra, makanya aku ngomong sekarang.”

“Makasih ya Sel, udah ngasih tau hal ini,” aku sudah tidak kuat lagi mendengar apa yang dikatakan Sella, tampa basa-basi aku langsung mengakhiri panggilan.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C3
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login