Download App

Chapter 2: Chapter 2

Jeritan dan teriakan memenuhi akademi. Kepulan asap bersemu ungu dapat terlihat dari seberang gedung, tempat di mana lapangan latihan berada.

Rain bergegas menuju tempat kejadian tanpa memedulikan sahutan para sahabat. Salah satu hal yang menjadi kelebihan sekaligus kelemahannya adalah empati yang besar. Ia mungkin kurang peka ketika menghadapi perasaan seseorang, namun jika melihat seseorang membutuhkan bantuan, dia adalah orang pertama yang akan mengulurkan tangan.

Kekacauan itu terlihat jauh lebih buruk dibanding yang dirinya kira. Sebuah lubang besar tercipta di tengah-tengah lapangan sementara tak sedikit murid yang jatuh pingsan di sekitar. Kepulan asap ungu merambat keluar dari dalam lubang dengan cahaya keunguan tersebut.

Rain mengepalkan tangan melihat banyak murid hanya berlari menjauh tanpa memedulikan mereka yang pingsan. Ia bergegas ke sana, mulai mengangkat masing-masing tubuh ke dalam koridor akademi. Meski dia tak dapat menggunakan sihir penyembuhan, setidaknya mereka aman di dalam sana. Dan entah mengapa, Rain dapat merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi dari lubang keunguan yang dalam itu.

Ketika mengangkat tubuh keempat barulah para sahabatnya berdatangan dengan wajah panik. Mereka berlari mendekat, terkejut sekaligus penasaran terhadap lubang yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Kita harus pergi dari sini" Sergah Ryan.

"Silahkan. Tapi aku tidak akan meninggalkan mereka begitu saja" Balas Rain cepat sambil berlari menuju murid berikutnya. Keringat mulai membasahi pakaian, mengalir turun dari dahi menuju dagu sebelum kemudian menetes ke tanah. Rain tak pernah menyangka, mengangkat tubuh sama melelahkannya dengan olahraga.

Tahu akan sifat keras kepala sahabatnya itu, Ryan dan yang lain mulai membantu, membentuk seulas senyum terima kasih dari Rain. Tak terasa, koridor yang tadinya luas, kini mulai berdesakan oleh murid-murid yang pingsan, menunggu giliran bagi Willow untuk menggunakan sihir penyembuhan pada mereka.

Namun, meski telah dibantu, masih cukup banyak tubuh bergeletakan. Rain dapat merasakan napasnya tersengal-sengal dengan tiap otot tubuh menjerit kelelahan. Kevin sudah duduk di tanah, berusaha mengambil napas banyak-banyak seakan paru-paru dia bocor. Alex berdiri dengan punggung disandarkan pada dinding luar koridor, merebahkan kepala ke atas sama capeknya seperti Kevin. Sementara Ryan, sudah terbaring lemas tak jauh dari Rain. Dadanya naik-turun dengan cepat. Lengan kanan ia letakkan di atas dahi yang bercucuran keringat.

Rain menggertakkan gigi, berusaha memaksa tubuh melewati batasnya. Ia tidak bisa meninggalkan mereka begitu saja. Karena dirinya sudah berada di sini, setidaknya dia harus membawa mereka ke tempat aman, walau tubuh harus pingsan nantinya.

Ia melangkah maju, merendahkan tubuh berniat mengangkat seorang gadis yang kotor akan tanah dan abu. Tapi, dibalik semua itu, Rain dapat melihat dia adalah seseorang yang cantik. Rain mengangkatnya sembari mengerant kuat, berusaha melawan rasa sakit di sekujur badan. Ia berbalik dan begitu melangkah, sebuah gelombang energi kuat muncul dari dalam lubang, layaknya desiran ombak beruntun. Gelombang energi itu berhasil mementalkan Rain cukup jauh ke depan dengan dia bertindak sebagai landasan agar gadis tersebut aman dan tak membentur tanah.

Rain meringis sakit ketika tubuhnya menghantam tubuh dia menghantam tubuhnya. Tetapi, perhatian Rain langsung teralihkan oleh auman keras dari dalam lubang tersebut. Tanah bergetar kuat dalam irama pelan, seakan sesuatu yang besar sedang melangkah/memanjat dalam kasus kali ini.

Tak lama, sebuah tangan raksasa muncul dari dalam, berwarna abu-abu dan memiliki tekstur seperti batu dengan tiap kerak mengeluarkan cahaya ungu terang. Tangan tersebut meraih ke luar, menancapkan jari-jari besarnya ke dalam tanah, membantu mengangkat tubuh sesosok raksasa berwujud manusia namun dalam rupa batu, keluar dari dalam lubang. Di sisi kiri dada terdapat sesuatu berbentuk bulat, berwarna ungu terang, berputar pelan layaknya badai dahsyat mengamuk dalam suatu planet yang jauh. Mata ungu itu melirik kanan dan kiri, kemudian sebuah seringai tercipta di wajah yang tampak seperti dipahat, seolah memastikan bahwa dirinyalah yang membuat kekacauan di sekitar. Ia lalu melihat pada Ryan yang sedang berusaha mengangkat tubuh seorang gadis ke dalam koridor.

Seringaian itu menghilang, tergantikan oleh geraman penuh amarah. Ia meraih sebuah kapak besar di belakang punggung, melemparkannya pada Rain yang reflek membalik tubuh untuk melindungi gadis tersebut dan mengarahkan lengan kanan ke arah datangnya kapak.

Terdengar suara hantaman keras, menciptakan kepulan debu dari angin kencang akibat benturan tadi. Kapak besar milik raksasa batu terlempar kembali ke belakang, menyentak kaget si raksasa batu yang dengan mudah menangkapnya.

Perlahan kepulan debu menghilang, memperlihatkan sebuah lingkaran sihir emas, berputar pelan di depan telapak tangan Rain. Lingkaran sihir tersebut tampak kokoh tanpa adanya retakan, mengingat besarnya kapak besi yang menghantam, mustahil untuk dilakukan seorang remaja berumur 18 tahun. Bahkan seorang petarung terlatih setidaknya akan terluka menghadapinya.

Si raksasa batu berniat melempar lagi, namun melihat tatapan tajam laki-laki tersebut, ia mengurungkan niat dan memilih untuk mengukur kekuatan Rain. Sehingga, setelah mengetukkan pangkal kapak ke tanah beberapa kali dalam irama yang mirip seperti genderang perang, mahluk seukuran manusia dewasa memanjat keluar layaknya kawanan semut. Jumlah mereka sangat banyak dan berdesakan.

Beberapa dari mereka menusuk dada kiri tiap murid yang belum sempat diselamatkan Rain, kemudian menghisap mana serta jiwa mereka dan mengerang bahagia seperti baru saja merasakan makanan sedap di tengah-tengah bencana kelaparan. Sesudahnya, beberapa dari mereka menjadi lebih ganas dan mengincar murid yang masih sadar. .

Tangan Rain terkepal dengan kuat menyaksikan pemandangan mengerikan di depan mata, di mana mahluk-mahluk itu mulai memperebutkan beberapa tubuh hingga terpisah bahkan terkoyak. Dengan cepat ia menutup mata gadis yang sementara dalam dekapannya ketika menyadari dia akan siuman "Kumohon, percayalah padaku dan jangan membuka matamu. Hiraukan tiap suara mengerikan itu" Pintanya, meski dia sendiri tak yakin dapat menghiraukan jeritan-jeritan dari tiap murid yang mulai siuman, namun mendapati mereka mengalami kematian menyeramkan sedetik kemudian.

Gadis tersebut awalnya ingin memberontak, karena siapa yang takkan panik saat membuka mata, tahu-tahu seseorang sedang menutup matamu dengan sengaja. Tetapi, sesudah mendengar kata-kata Rain, entah mengapa ia justru merasa hangat dan nyaman meski tak dapat melihat apa-apa. Tak sampai lima detik berikutnya, gadis itu bersyukur telah mendengarkan Rain dan tanpa sadar, meringkuk makin dalam padanya.

Kini, tiap mahluk dengan wajah seperti kumbang dasar laut tanpa mulut tersebut bergerak mendekat, merentangkan lengan hitam besar mereka sembari mengeluarkan suara-suara seperti desisan uap, seolah memberitahu, bahwa Rain tak memiliki jalan keluar. Melihat dua bilah pedang satu sisi yang terhubung pada masing-masing lengan mereka, tidak heran mereka merasa menjadi mahluk superior, terlebih melawan empat remaja yang baru saja lulus akademi.

Sayangnya, disitulah letak kesalahan mereka.

Ketika salah satunya maju menerjang, sebuah tinjuan keras melayang di wajah mahluk tersebut, berlanjut pukulan bertubi-tubi yang difokuskan pada bagian dada hingga kulit keras mirip cangkang itu pecah, mengalirkan darah biru terang lalu hancur layak barang pecah belah. Kevin meraih jantungnya dan meremukkan bagian tubuh tersebut kemudian kembali dalam posisi kuda-kuda, menunggu lawan berikutnya.

Itulah Kevin. Seorang anak manusia yang dididik keras oleh ayahnya sehingga memiliki pukulan bagai godam besi, mampu menghancurkan pertahanan milik petarung tingkat Yellow Core ke bawah tanpa perlu menggunakan mantra. Jika ia memakai aliran mana, maka pukulannya dapat menembus pertahanan seorang dari tingkat Second Red Core.

Ryan tak tinggal diam. Ia meraih dua palu berat di belakang punggung dan mulai mengayun-ayunkannya sembari tertawa penuh semangat.

Ryan mungkin terlihat friendly dan ramah, namun jangan pernah berada di dekatnya jika adrenalin bocah itu aktif. Dia bisa bersemangat melebihi batas wajar dan bertarung layaknya orang gila. Yang jujur saja, berhasil membuat petarung dari tingkat First Red Core mundur ketakutan. Sekarang, dia sudah berhasil menghabisi lebih dari sepuluh mahluk asing tersebut. Darah panas seorang Dwarf mengalir deras di dalamnya.

Lalu Alex, tipe yang lebih menggunakan otak ketimbang otot. Ia tidak maju ke garis depan seperti Kevin dan Ryan. Itu juga yang membuatnya menjadi murid tercerdas dalam ajaran sihir, jika saja dia tidak malas.

Alex mulai merapalkan mantra sulit, dua buah lingkaran sihir biru tercipta di atas permukaan tanah tepat di depan. Dari dua lingkaran sihir itu, muncul dua boneka besi berupa zirah lengkap mulai dari kepala hingga kaki yang kosong tanpa seseorang, namun dapat bergerak, bertarung melawan monster-monster asing dengan gerakan yang berbeda satu sama lain. Belajar mengendalikan satu saja sudah sulit, apalagi mengendalikan dua yang berarti harus membagi fokus. Hanya Alex yang mampu melakukannya.

Rain bangkit berdiri sesudah meminta gadis itu tetap menutup mata. Ia tak dapat tinggal diam memerhatikan ketiga sahabatnya bertarung, terlebih dia adalah seorang 'Master Elementals' atau seseorang yang mampu menguasai setiap Elementals tak terkecuali satupun. Keempat sahabatnya masih belum mengetahui ini, mereka cuma tahu Rain adalah seorang pengguna Fire Element karena keberadaan Master Elementals harus dirahasiakan. Ini jugalah yang sulit membuatnya dapat menembus tingkatan lebih tinggi karena harus fokus terhadap semua elemen. Alhasil dia masih berada di tingkat First Yellow Core, begitu terbelakang dibanding remaja seumuran dia yang telah mencapai Last Yellow Core.

Bukan berarti dirinya lemah. Karena Rain harus fokus terhadap elemen lain, tiap elemen dalam tubuhnya juga mengalami peningkatan kekuatan melebihi Elementer biasa. Sayangnya tidak dengan menembus tingkatan selanjutnya. Cara yang lebih simpel adalah Rain memang masih dalam tingkatan First Yellow Core, tetapi kekuatannya telah mencapai Last Red Core. Hanya saja, dia tak pernah memperlihatkan kekuatan tersebut, sebagai bagian dari rahasia yang harus dirinya jaga.

Namun, kemunculan lingkaran sihir emas tadi seharusnya sudah membuat ketiga sahabat dia bertanya-tanya. Lingkaran sihir emas adalah milik Light Element yang terkenal akan kekuatan perlindungan, sulit ditembus, berbanding terbalik dengan Dark Element yang terkenal akan daya rusak tinggi. Salah satu alasan tiap pengguna Dark Element wajib masuk akademi kemiliteran, demi keamanan kerajaan meski alasan sebenarnya adalah agar mereka dapat terus diawasi.

Rain meraih gagang pedang, menariknya keluar dan mengaliri api pada bilah pedang tersebut. Api miliknya masih berwarna kuning terang, sesuai tingkatan dia sekarang, tetapi hanya Rain dan mangsanya yang akan menyadari seberapa panas api ini sebenarnya. Ia tak lupa menciptakan dinding kuning transparan demi melindungi murid-murid dalam koridor yang mulai siuman. Untuk lebih jelasnya, dia menciptakan barrier berbentuk kubus yang mengurung dirinya dan ketiga sahabat Rain bersama para monster itu, sehingga mereka tak dapat keluar dari area lapangan latihan.

"Rain kau gila!" Sahut Kevin, namun tak tampak raut wajah kesal di sana, hanya semangat yang meluap-luap.

Begitu pula Ryan yang tersenyum makin lebar sembari memutar-mutar palu dengan bahagia, bahkan Alex yang biasa tenang, kini bertepuk tangan sembari menyahut "Woooohoooo!!"

Rain tersenyum, menggenggam pedang dengan kuat, mengucapkan..

"Kalian memilih lawan yang salah"


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login