Download App

Chapter 25: SECRET NICKNAME

Sonia semakin senang dari hari ke hari dan ia begitu excited begitu melihat perutnya yang mulai menonjol terlihat. Kaca adalah benda yang ia lihat pertama setiap hari untuk melihat anggota tubuhnya yang berubah.

"Sayang kapan jadwal kamu ke Dokter? aku ingin ikut!" tanya Edward.

Sonia berhenti mengelus perutnya. "Ah, aku sudah pergi ke Dokter jadi mungkin agak lama,"

Edward mendekati Sonia. "Baiklah, kabari tanggalnya sayangku, aku ingin melihat buah cinta kita," kemudian kecupan melesat di pipi Sonia yang mulus.

Edward berlalu masuk ke kamar mandi. So ia melirik ke arah suaminya pergi, "Maaf Edward, aku ingin pergi dengan Steve, aku ingin mental anakku tidak terpengaruh dan Ayah kandungnya yang harus ada di dekatku selalu!" lirih Sonia.

Sonia begitu peduli pada bayi yang ada di rahimnya sekarang, ia bahkan tak bisa berpikir jernih lagi dan tak bisa membedakan mana yang benar dan salah Ia benar-benar menomer satukan kesehatan bayi yang sangat ia harapkan bertahun-tahun itu.

Untuk itu, peran ayah cukup penting dalam menjaga kesehatan otak bayi dalam kandungan. Selain membantu proses tumbuh kembang otak anak menjadi optimal, rajin mengajak bayi berbicara dalam kandungan juga mampu menstimulasi fungsi pendengaran dan bahasa sejak dalam kandungan. Sonia dan Steve bahkan memiliki panggilan imut khusus untuk bayi mereka itu.

Mereka bertemu di lagi hari ketika Edward sudah berangkat bekerja. Sonia turun dengan cepat menuruni anak tangga, dan hal itu membuat Steve segera menghampirinya untuk menghentikan langkah gadis itu yang sangat membuatnya khawatir dan panik sekaligus.

Sonia yang seperti merasa tak bersalah hanya tersenyum. "Steve, aku lapar!" ucap Sonia yang memakai baju dress longgar berwarna putih itu.

Steve mengangguk, "Ayo kita sarapan!" Ajak Steve.

Mereka duduk di meja makan, semua makanan untuk sarapan sudah di persiapkan seperti untuk Edward tadi pagi. Namun mual Sonia membuatnya tak bisa menemani sang suami sarapan.

Mereka kini hanya berdua di meja makan setelah para pelayan meninggalkan meja makan.

"Sonia, apa arti namamu?" tanya Steve sembari mengoleskan selai nanas di roti tawar tanpa pinggiran yang ada di tangannya.

Sonia mengingat sebentar akan arti namanya. "Sonia adalah emas?" lirihnya kemudian.

"Ah, arti yang bagus," jawab Steve."Bagaimana denganmu?" tanya Sonia.

"Aku, Steve adalah bangsawan atau orang yang terkenal!" jawabnya sembari dengan bangga menaikan bahunya.

"Apakah kita bisa membuat nama panggilan untuk bayi kita?" lirih Sonia hampir tak terdengar.

Steve mengunyah roti yang sudah ia beri selai nanas banyak itu. "Karena nama mu emas dan namaku bangsawan, berarti itu adalah sebuah keberuntungan dan kebahagiaan, bagaimana jika nama panggilan nya Sachiko?"

"Sachiko?" tanya Sonia memastikan pendengaran nya.

"Ya! Sachiko memiliki arti penuh keberuntungan dan kebahagiaan,"

Sonia tersenyum mendengar penuturan Steve. "Wah, dari mana kamu menghapal arti nama?" tanya Sonia menggoda.

Steve hanya menggelengkan kepalanya.

Sonia mengelus lembut perut nya. "Nah, dengar Sachiko! Daddy memberikan kamu nama panggilan dengan harapn yang sangat indah" ucap Sonia.

Steve berhenti mengunyah air matanya jatuh, membuat Sonia bingung. "Kenapa kamu menangis?"

"Kamu mengatakan Daddy, apakah dia akan memanggil aku dengan sebutan itu?"

Sonia mengangguk untuk kesekian kalinya. "Tentu saja, Steve Leonardo adalah Daddy Sachiko, dan akan tetap seperti itu!" Sonia mengatakan dengan sungguh, membuat Steve sangat bahagia.

Steve begitu bahagia setiap Sonia mengatakan apapun tentang nya ataupun bayi nya itu. Saat kecil Steve selalu di nomor dua kan walau ia adalah anak sulung, selaku saja Edward yang menjadi nomor satu di rumah karena kepintarannya yang selalu memuaskan hasrat orangtuanya.

Walaupun begitu, hanya Edward lah yang mengerti dia di rumah. Kedekatan mereka sebagai saudara memang tak di ragukan lagi.

Berita pernikahan Steve dan Katrine semakin mencuat keluar. Katrine sibuk menerima wawancara bahkan panggilan di media untuk klarifikasi dan menjelaskan bagaimana Steve dan Katrine bertemu.

Dengan bangga gadis cantik itu menjelaskan bagaimana keromantisan Steve padanya, tentang semua barang mewah yang ia dapatkan dari keluarga Leonardo. Dan seberapa jauh persiapan pernikahan yang tinggal menghitung hari itu.

Sonia mendengus keras sehingga membuat Steve melirik ke arahnya. "Kenapa?" tanya nya, ia tahu perempuan itu sedang kesal terdengar dari nada nya.

"Apakah kamu benar-benar sangat romantis pada Katrine?" tanya Sonia, sembari mematikan televisi dengan satu klik remote di tangannya.

"Tidak, bahkan setelah press conference itu aku belum pernah bertemu dengannya, tidak menelpon juga!"

Sonia menaikan satu alisnya,"Benarkah, kenapa dia berkata seperti itu di media?" lanjut Sonia.

"Karena dia adalah publik figur, itu hanya untuk menjaga intensitas harga dirinya!" jawab Steve enteng.

"Bukankah itu suatu kebohongan?"

"Tentu saja, bahkan pernikahan ini juga suatu kebohongan!"

Sonia menatap wajah Steve, ia tahu betul bahwa lelaki di sampingnya sangat tertekan karena pernikahan bisnis untuk menyenangkan mertuanya yaitu Mr. Leonardo.

Suara mobil di depan rumah mewah itu terdengar, Sonia membetulkan duduknya begitupun Steve. Mr. Leonardo datang dari pintu atama membawa sebuah paper bag berwarna kuning cerah.

"Ayah!" seru Sonia begitu melihat mertuanya yang terkenal itu.

Steve juga bangkit dari duduknya dan menghampiri ayahnya,"Ayah, tumben kesini?" tanya Steve penasaran, jarang-jarang Ayahnya mengunjungi rumah Edward.

"Steve, kenapa kamu disini?" Mr. Leonardo malah bertanya dengan pertanyaan lagi.

Steve kaku dan bingung, pertanyaan Ayahnya seperti membuat penekanan untuk dirinya sendiri. "Ah, aku main di sini dan ikut sarapan!" jawab Steve kemudian.

"Pantas kamu selaku hilang pagi buta!"

"Ayah, ayo duduk!" Ajak Sonia.

Mereka semua duduk di sopa berbeda namun tetap berdekatan.

"Son, tadi Ayah pergi ke pusat perbelanjaan dan melihat topi pantai yang sangat cantik jadi ayah membelinya!" ujarnya menjelaskan, sembari memberikan paper bag itu padanya.

Sonia mengambilnya. "Terimakasih Ayah," Sonia membuka topi pantai yang di sebut ayah nya itu namun ia malah bingung.

"Ayah, tapi ini sangat kecil apakah ini untuk pita memakai jepitan?" tanya Sonia, ia baru pertama kali melihat fashion itu namun terlalu besar jika memang ini adalah benda yang ia pikirkan.

"Sonia, ini untuk cucu Ayah bukan untukmu!" jelas Mr. Leonardo.

Sonia membelalakkan matanya.

"Ya, ayah sangat ingin cucu ayah memakainya suatu hari nanti jadi ayah membelinya" jelasnya.

Ya! Topi itu memang cocok untuk bayi. Topi mahal dari merk Fendi.

Siapa yang tidak tau Fendi? Perusahaan asal Italia ini sukses memproduksi fesyen untuk orang dewasa. Namun, siapa sangka jika perusahaan ini juga memproduksi fesyen untuk bayi. Fesyen bayi yang mereka produksi antara lain topi pantai senilai US$ 137 atau Rp 1,85 juta dan kereta bayi senilai US$ 1.092 atau Rp 14,76 juta.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C25
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login