Download App
27.27% Love Rules

Chapter 3: Dendam Alesha

Senja telah pergi berganti malam yang sepi nan sunyi, terlihat Alesha yang sedang duduk termenung didekat jendela kamarnya, menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya. Kerlipan bintang seakan mengajak bernostalgia menapaki kehidupan masa lalu. Ia teringat ayahnya yang sedang dalam penjara, Ia memikirkan bagaimana nasib ayahnya selama ditahanan.

"Apakah beliau sudah makan? Apakah beliau bisa tidur nyenyak? Apakah beliau bisa tenang tanpa memikirkan nasib aku dan ibu disini? Bagaimana dengan penyakit ayah? Apa beliau benar-benar menjaga kesehatannya?" Itulah Pertanyaan yang selalu terlintas dalam benaknya selama ini.

Rasanya sedih sekali bila teringat kejadian hari itu. Ayahnya bernama Pak Hasan dilaporkan oleh saudaranya sendiri, yaitu pamannya Alesha. Yang dia pikir masalah itu masih menyangkut perikemanusiaan dan masih bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Namun apalah daya pamannya lebih memilih jalur hukum.

Kala itu keluarga Alesha benar-benar miskin dia tidak punya apa-apa, bahkan untuk makan sehari-hari saja ayahnya harus kalang kabut untuk mendapatkan sesuap nasi. Ditambah keadaan ayahnya yang sakit leukimia membuatnya tidak bisa bekerja ekstra. Sangking miskinnya Ia pun harus kenyang akan hinaan dari para tetangga-tetangganya. Alih-alih mereka kasihan dengan keadaan keluarganya malah justru sebaliknya, mereka terus menghina keluarganya.

Sampai suatu hari ayahnya kepergok mengambil beberapa singkong dikebun pamannya. Ayah mengaku terpaksa mengambil singkong untuk makan keluarganya karena hari itu keluarganya belum makan sama sekali. Pamanya yang bernama Nurdin itu pun tidak terima dan menjadikan kasus itu sebagai senjata untuk menempuh jalur hukum.

Namun apalah daya, tidak ada satupun orang yang peduli dengan ayahnya. Mereka selalu menyalahkan ayahnya seolah-olah telah menggelapkan uang negara milyaran rupiah. Mereka tidak peduli betapa malang maksud dari tindakan ayahnya itu.

"Ayah hanya ingin kami bertahan hidup. Dimana hati nurani kalian." Ucap Alesha lirih yang tanpa sadar meneteskan air mata, Ia menangis tersedu-sedu

Padahal hanya sebiji singkong yang mungkin bagi sebagian orang tidak ada apa-apanya. Bahkan jika ditemukan dipinggir jalan pun tidak semua orang akan mengambilnya. Jangankan mengambil meliriknya pun seakan tak sudi.

Begitulah cara pandang kebanyakan orang terhadap strata sosial. Yang dianggap rendah seakan tidak boleh melakukan kesalahan. Negara kita kaya akan sumber daya alam,tapi miskin etika dalam menilai seseorang.

Paman Alesha memang sangat kejam, Ia tidak punya hati nurani, hanya karena Ia cemburu karena waktu kecil ayahnya paling disayang oleh kakek neneknya. Pamannya telah dibagi buta oleh dendam masa kecil.

Kini bukan hanya ayahnya yang membuatnya sedih, ibunya sejak dua tahun lalu mengalami depresi karena merasa terpukul atas kejadian itu. Ibunya terus terdiam dan tidak bisa diajak berkomunikasi, beliau hanya mendengar apa yang orang katakan namun tidak pernah memberikan respon balik. Seakan-akan seperti patung. Melihat itu Alesha merasa tidak tega, kenapa harus kedua orang tuanya yang merasakan semua hal itu.

Ia pun menangis tersedu-sedu meratapi nasib keluarganya, ayahnya yang dipenjara, ibunya yang sakit, dan sekarang Ia harus menjalani kehidupan menyakitkan dikampusnya. Ia terus menangis sampai matanya terlihat merah dan membengkak.

"Kenapa harus aku.. kenapa ya tuhan.. kenapa?" ucap Alesha.

Ia terus menangis sampai tiba-tiba tangannya memukul meja dengan sangat keras dan dia mengucapkan kata-kata yang membuat ibunya kaget mendengarnya.

"Aku bersumpah! aku bersumpah akan membalas apa yang telah orangtuaku tanggung selama ini!!!" Ucap Alesha dengan mengepalkan tangannya dan memukulkannya pada meja didepan cermin.

Beberapa detik Ia melihat kearah cermin yang ada didepannya sambil meratapi dirinya dan nasib keluarganya yang malang. Kemudian Ia kembali menangis tersedu-sedu, Ia tak kuasa menahan air mata yang Ia tahan.

"Aku bersumpah ya tuhan... aku bersumpah.. tapi apa yang bisa kulakukan dengan wajahku yang begini," ucap Alesha sambil menangis sembari tersenyum tipis.

"Jangankan membela orangtuaku, membela diriku saja didepan para bedebah itu aku tidak bisa," sambung Alesha, kemudia Ia tertawa terbahak-bahak, lalu Ia pun menangis lagi, ia tampak seperti orang gila malam itu.

Seketika itu Ia tergeletak di lantai sembari menangis sambil memegangi kakinya. Ia kini benar-benar merasa sendirian. Tidak ada satupun orang yang peduli dengannya.

Diruang tengah diam-diam ibunya mendengar apa yang dikatakan Alesha, namun tetap saja ibunya hanya terdiam. Ibunya menangis mendengar anak gadisnya harus menjalani takdir yang begitu menyakitkan. Ia pun diam-diam mendoakan anaknya itu, dalam hatinya ia berdoa semoga anaknya bisa menggapai cita-citanya menjadi pengacara agar suatu saat bisa membebaskan ayahnya dari penjara.

Kemudian Alesha keluar dari kamarnya, Ia berniat ke kamar mandi untuk membersihkan wajah yang lengket karena guyuran air matanya itu. Ketika Ia membuka pintu kamar, Ia melihat ibunya yang tengah meneteskan air mata. Alesha pun mendekati ibunya dan menanyakan perihal kenapa beliau menangis.

"Ibu kenapa ibu menangis?" Namun ibunya tetap menjadi manusia yang bisu, yang terus terdiam.

"Ibu kenapa Bu? Ada yang menyakiti Ibu? Katakan padaku Bu, katakan?!" Ucap Alesha sambil mengusap air mata diwajah ibunya.

Ibunya tetap terdiam dan tidak mengucapkan sepatah katapun. Alesha berpikir kalau ibunya sedih sebab teringat ayahnya yang sedang dipenjara. Kemudian Alesha memeluk ibunya dan ikut menangis melihat ibunya menangis.

"Ibu jangan menangis, aku tidak bisa melihatmu sedih seperti ini," ucap Alesha.

"Denger Bu, Alesha janji akan mengeluarkan ayah dari penjara itu, Alesha bersumpah akan membalas semua kejahatan yang telah dilakukan kepada keluarga kita. Siapapun itu walaupun pamannya sendiri!" Lirih Alesha sambil memegangi pipi ibunya.

"Alesha bersumpah Bu, Alesha benar-benar bersumpah," sambungnya dengan wajah penuh marah dan dendam.

Setelah beberapa saat, kemudian Ia mengantarkan ibunya ke kamar untuk tidur. Ia membaringkan tubuh ibunya yang lemas dan tak berdaya itu. Ia mencium kening ibunya dan meminta ibunya untuk tidur. Kemudian Ia pun keluar dari kamar ibunya menuju kamar mandi.

Setelah membersihkan diri, Ia pun pergi menuju kamarnya, Ia mencoba berbaring di kasur dan memejamkan matanya namun tidak bisa. Ia ulangi berkali-kali namun tetap tidak bisa.

Kemudia Ia pergi ke meja belajarnya yang berwarna putih itu, Ia mengambil buku diary dari dalam laci mejanya. Kemudian Ia membiarkan jari-jarinya menulis diatas kertas. Ia menulis seluruh keluh-kesahnya.

"Tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya. Semua masalah pasti ada hikmahnya. Tuhan telah merencanakan sesuatu yang indah dibalik masalah yang aku hadapi, tinggal bagaimana aku harus bisa meraihnya.

Perihal mimpiku semoga suatu saat aku bisa duduk dimeja pengadilan mendampingi ayah dan aku sendiri yang akan mengeluarkan ayah dari fitnah keji itu. Walaupun dunia berkata tidak mungkin, tapi aku akan tetap berjuang mewujudkan mimpi-mimpiku."

"Impian akan membuat dua kemungkinan dalam hidup seseorang, dimana dia akan bahagia atau terluka.

Bahagia karena dia dapat mengubah impiannya menjadi realita,

Terluka karena dia hanya berangan-angan, berharap akan sesuatu tanpa dia mau memperjuangkannya."

Yutama, Sabtu 4 September 2021.

Tanpa disadari Ia terlelap dimeja belajarnya.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login