Download App

Chapter 3: Welcome To Jakarta

"Hati-hati di jalan, jangan lupa kabarin kakak kalau kamu udah sampai di Jakarta," tutur Lisa dengan mata berkaca.

"Iya kak, mas. Aku bakal kabarin. Kalian juga jaga diri ya, semoga aja waktu aku pulang sudah ada ponakan," ledek Gisell dengan cengingisan.

"Do'a saja, semoga dia segera hadir," sambung Farhan dengan nada penuh semangat.

Gisell hanya bisa menahan tawa meski pun, sejujurnya ia merasa pilu ketika harus berpisah dengan mereka berdua.

"Udah sana masuk, keburu busnya berangkat," ujar Lisa. Matanya sangat lekat menatap Gisell yang terpancar aura kebahagian, sebelumnya pun ia tak pernah melihat Gisell sebahagia ini.

"Gisell pamit ya kak, mas. Assalamulaikum," salam Gisell sembari mencium punuk tangan sepasang suami istri itu.

"Walaikumsalam," jawab Farhan dan Lisa bersamaan.

Sepasang suami istri itu menatap punggung Gisell hingga hilang dari pandangan mereka berdua.

Perpisahan yang memilukan sekali meski, terkadang dirinya sering kesal. Namun, hal itu terjadi hanya untuk beberapa menit saja selebihnya Lisa sadar, saat ini adiknya sedang membutuhkan arahan yang baik untuk masa depan.

"Sudah jangan terlalu diratapi nanti kamu bakalan sedih terus. Percayalah, kelak Gisell akan membuat kita bangga," tutur Farhan sambil mengelus-elus kepala istrinya.

"Iya mas, aku ikhlas kok," sahut Lisa. Air mata yang membasahi pipi segera di hapusnya.

"Ayo, kita pulang. Busnya juga udah berangkat," ajak Farhan.

Lisa mengangguk-anggukan kepala lalu melangkah berdampingan bersama Farhan.

Bagaimana hari kedepannya Lisa berusaha tegar dan senantisa berdoa untuk keselamatan Gisell dan berharap adiknya bisa mendapatkan kehidupan yang layak.

Asap hitam yang berasal dari berbagai kendaraan membuat polusi udara, sehingga oksigen yang terhirup serasa kotor dan menganggu pernapasan.

Namun, itulah kota Jakarta yang terkenal dengan logat bahasanya yang gaul dan lingkungan yang kumuh.

Perjalanan dari Bandung-Jakarta cukup membuat tubuh Gisell lelah, matanya berbinar saat turun dari mobil.

Gisell masih tak menyangka jika, dirinya benar-benar sudah berada di kota orang.

"Huawww, ramai sekali ternyata," sanjung Gisell. Matanya menatap setiap sudut terminal yang di penuhi orang yang berlalu lalang.

Kakinya mulai melangkah mesti, hatinya bingung ia akan memulai dari mana.

"Mau naik angkot neng?" tawar seorang lelaki setengah abad.

"Eee-ee, enggak pak. Makasih," jawab Gisell.

Gisell teringat pesan Lisa jika, kota yang saat ini dirinya tempati adalah kota yang keras dan banyak kejahatan.

Namun, hal itu tak membuat Gisell mengurungkan niatnya.

Terik matahari, membuat orang merasa dahaga.

Kaki terus melangkah di bawah teriknya sang surya, tangan kanan terasa mulai pegal karena harus membopong barang bawaan yang cukup banyak.

"Aduh aku lelah banget, tanganku juga pegel," eluhnya sembari duduk di trotar.

"Dulu kalau aku capek, kakak selalu mijitin tangan aku. Tapi, sekarang," dengus Gisell sembari toleh ke kanan dan ke kiri, terlihat tak ada siapa pun yang dirinya kenal. Semua orang yang ada di depan matanya terasa asing.

Saat tangannya tengah sibuk memijat kaki, tiba-tiba Gisell terkejut saat mendapati koin yang berada di samping kakinya.

"Uang kion?" batin Gisell dengan keadaan kepala tertunduk.

"Ini mbak, semoga saja cukup untuk beli makanan," ucap pejalan kaki sambil menyodorkan uang.

Gisell tak memberikan tanggapan apa pun. Ia tetap terdiam dan merasa bingung.

"Oh Tuhan, jangan-jangan gua dianggap pengemis sama tuh orang," Ucap Gisell dengan mata yang melotot.

Ketika hatinya sedang di penuhi dengan kekesalan, tersebsit di otaknya akan pesan dari Farhan dan Lisa.

Jika, apa pun yang terjadi dengan dirinya saat ini. Hatinya harus sabar dan tak boleh emosi.

***

Farhan merasa heran melihat tingkah istrinya yang sedikit aneh. Sejak adik iparnya pergi wajah Lisa terlihat selalu gelisah.

"Sayang, kamu kenapa?" tanya Farhan sambil duduk di samping Lisa.

"Mas, akuu.." potong Lisa. Ia ragu untuk melanjutkan kalimatnya.

"Kenapa?" tanya kembali Farhan. Kedua mata lelaki itu menatap lekat wajah istrinya, dari situ ia paham.

"Kamu khawatir sama Gisell ya?"

"Iya mas, kamu tau sendirikan dia itu adik satu-satunya yang aku punya. Dan aku juga sayang benget sama dia mana sekarang dia lagi di kota orang. Jakarta itu luas dan keras mas," ujar Lisa.

Air mata yang membentuk bendungan akhirnya jatuh juga mengenai pipi Lisa.

"Sudahlah, dari pada hati kamu gelisah begini, mendingan kamu sholat gih. Doakan Gisell semoga senantiasa sehat dan bahagia," tutur Farhan. Perlahan-lahan tangan Farhan mengusap air mata yang jatuh di pipi istrinya.

"Iya mas, aku juga belum sholat duhur," Ucap Lisa sambil tersenyum.

Teriknya matahari di siang hari kini mulai berganti malam yang gemerlap. Di setiap sudut selalu terpancar lampu hingga membuat terang seisi kota.

Nasib Gisell hari ini belum cukup baik karena, ia belum juga menemukan tempat tinggal.

"Duhh, nasib-nasib," dengus Gisell.

Tanpa melihat kanan kiri, Gisell tetap santai berjalan menyebrangi jalan.

*Tin Tin Tin!!!

Dari kejauhan terdengar suara klakson mobil yang begitu keras namun, Gisell tak mempedulikannya ia tetap menyebrang dengan langkah yang santai.

"Woi mbak, minggir ada mobil!!" teguran dari salah satu pejalan kaki dengan nada yang keras.

Saat mendengarkan suara itu, Gisell barulah sadar jika di depan matanya ada mobil yang melaju dengan kencang.

"Akkhhh!!!" jerit Gisell.

*BRAKH!!

Terdengar suara yang tak lirih, hingga membuat perhatian semua orang yang berada di pinggir jalan.

Tubuh Gisell terpental hingga jarak 5 cm meter sedangkan mobil BMW M3 itu menabrak sebuah pohon yang berada di sisi jalan.

Semua orang yang menyaksikan kejadian tersebut segera menghampiri wanita yang tergeletak di jalanan dengan keadaan tubuh penuh dengan darah.

"Kak Lisa, kak," ringik Gisell dengan nada yang lirih. Setelah menyebutkan nama Lisa, Gisell pun seketika menutup matanya dan tak sadarkan diri.

1 Minggu kemudian...

Setelah kejadian itu Gisell belum juga sadarkan diri, karena mengalami pendarahan yang cukup parah hingga membuat wanita itu harus kehilangan banyak darah.

"Mas, kok dia belum sadar juga sih," eluh wanita dari balik kaca. Hatinya merasa tak tenang karena, ia takut jika wanita yang di tabrak suaminya meninggal.

"Aku juga gak tau Fely dan ini sepenuhnya juga bukan salah aku," jawab lelaki itu dengan nada serak.

"Tapi, mas semua orang taunya kamu yang bertanggung jawab atas kejadian ini," desak Fely.

"Permisi Pak Arga, apakah saya bisa bicara dengan anda?" ucap dokter.

"Bicara di sini saja dok, saya juga istrinya Mas Arga," sahut Fely.

"Baiklah kalau begitu, saya ingin menyampaikan kepada kalian. Jika, kondisi pasien tersebut saat ini mulai membaik dan kemungkinan besar dalam jangka beberapa hari dia akan segera siuman," jelas dokter.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C3
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login