Download App

Chapter 28: Ken Itu Baik

Waktu istirahat tengah berlangsung di sekolah elit di mana Ken menempuh pendidikan, dia yang tak memiliki teman memutuskan untuk tetap di kelas sampai pulang nanti.

Namun, sepertinya Wiyana akan mengacaukan rencananya itu sebab sejak tadi gadis itu tak henti hentinya menghubungi Ken.

"Aku nggak akan peduli," kata Kan bertekad.

Wajahnya masih saja pucat, Ken tentu masih demam. Kepalanya juga sakit, tapi dia masih bisa keras kepala. Ken memang anak yang luar biasa.

Tiba pada akhirnya Wiyana mengirimkan sebuah foto pada Ken, yang mana isinya adalah foto selpi gadis itu tengah duduk lesehan di depan gerbang. Tak lupa Wiyana menuliskan pesan yang isinya.

'Aku laper, Ken. Apa kamu tega biarin aku kelaperan di sini?'

Begitulah isi chat Wiyana, Wiyana sangat pandai memeras perasaan Ken.

"Baiklah aku nggak salah menyebut dia tante Bodoh," gumam Ken pasrah.

Dengan itu, dirinya mengambil bekal yang sudah disiapkan pelayan rumah.

Ken bawa bekalnya keluar kelas, dia tak akan makan sebab Ken sedang tak berselera. Ketika sakit, dia memang akan seperti itu.

Tak butuh waktu lama, Ken sampai di gerbang. Dia menemui satpam terlebih dahulu dan meminta izin untuk membukakan gerbang.

Sang satpam menurut, buru buru dia membuka gerbang.

Wiyana yang duduk tepat di gerbang tersenyum kecil, dia tahu Ken tidak akan tega melihat dirinya kelaparan.

"Bangkit, Tante!" suruh Ken.

"Siap, Bos!" seru Wiyana dengan semangat empat lima.

Ken mengajak Wiyana masuk ke pekarangan sekolah, tidak ada larangan untuk itu. Selagi Wiyana tak menganggu jam pelajaran tidak akan menjadi masalah kalau dia masuk ke sana.

"Makan!"

Ken meletakkan kotak bekalnya di depan Wiyana, Ken memilih taman sekolah dengan pemandangan kolam ikan untuk tempat istirahatnya.

Wiyana tersenyum semakin lebar, buru buru dia buka kota bekal Ken. Isinya hanya roti isi dan susu kotak.

Wiyana ambil dua roti isinya, dia berikan pada Ken satu dan yang lainnya dia masukkan ke mulutnya.

Alih alih menerima, Ken malah mendorong kembali tangan Wiyana ke dekat gadis itu.

"Aku nggak laper," tolaknya halus.

Ken sendiri enggan melihat Wiyana, ingat Ken tidak akan melupakan apa yang Wiyana lakukan kemarin.

"Kamu masih marah?" tanya Wiyana hati hati dengan mulut penuh akan roti.

Ken tak menjawab, dia sibuk melihat ikan ikan koi tengah berenang bebas di dalam air.

"Ken?"

Wiyana sentuh punggung tangan Ken, anak kecil itu masih saja mencuekkan Wiyana.

Menganggap kalau Wiyana tidak ada di sana.

"Okelah, kamu masih marah. Ya, udah nggakpapa. Marah aja sampai kamu puas," tambah Wiyana pasrah dengan keadaan.

Toh Ken tidak akan marah untuk selamanya, pasti ada saat di mana nanti Ken tenang.

"Aku tunggu kamu di luar lagi, ya? Jangan khawatir, kali ini aku bakal temenin kamu sampai ke rumah, okey?"

Nada suaranya sangat girang, Wiyana seperti tengah bicara pada temannya sendiri.

Seperti sudah menjadi kebiasaannya, Wiyana suka sekali mengusap puncak kepala Ken. Rambutnya sangat halus dan wangi, Wiyana suka itu.

"Kenapa, Tante di sini? Maksudku, gimana bisa Tante dateng ke rumah pagi pagi dan terus ekori aku sampai ke sekolah?"

Ken bertanya, tapi tak jua mengalihkan perhatiannya pada Wiyana.

"Mulai sekarang, aku pengasuh kamu."

Mendengar itu sontak saja Ken langsung menoleh pada Wiyana, wajahnya berkerut seakan tak yakin pada apa yang Wiyana katakan.

"Gimana mungkin?"

"Mungkin aja, buktinya aku di sini," cakapnya girang.

***

Untuk pertama kalinya, ketika pulang sekolah. Begitu sampai di rumah Ken tidak lagi kesepian.

Di sana ada Wiyana yang sedang sibuk memasakkan sesuatu untuknya, apa yang Wiyana lakukan jelas membuat tiga koki di rumah besar itu terheran heran.

"Om, om sekalian. Hari ini istirahat aja, ya! Biar saya yang masak," kata Wiyana sopan.

Ke tiganya saling pandang, hanya bertahan beberapa detik. Sebab selanjutnya mereka melihat Ken yang duduk manis di pantry menyaksikan adegan di depan matanya.

Ken terlihat senang dengan ujung bibir yang terangkat.

Melihat Ken sepertinya senang, mereka bertiga pun akhirnya mengalah. Membiarkan Wiyana berbuat sesukanya di dapur itu.

"Ken, kamu mau makan apa?"

"Apa aja, Tente."

Ken sudah melupakan amarahnya sepertinya, dilihat dari tingkahnya yang mulai merespon Wiyana.

Lihatlah pandainya Wiyana membujuk bocah keras kepala itu.

Satu jam berlalu, masakan Wiyana sudah jadi. Dia menyusun masakannya di atas meja dengan rapi dibantu oleh pelayan lainnya.

Ken sudah duduk rapi di tempatnya, tak lupa Wiyana mengambilkan makanan ke piring Ken.

"Coba makan!"

Ken mengangguk dua kali, dia menyuapkan sup ayam panas itu ke mulutnya dengan hati hati.

"Enak, Tan."

Wiyana tersenyum menanggapinya, lama melihat Ken makan dengan lahap. Tak segaja mata Wiyana menyorot pada kursi kosong di ujung sana.

Itu adalah tempat Haidar, entah apa yang ia pikirkan saat memandang ke sana.

Tapi, yang pasti Wiyana sangat merindukan sosok Haidar yang dulu. Pria periang, penyayang, dan lembut.

"Ken, mau makan siang bareng papamu?"

Ken tersedak mendengar kalimat mustahil itu, buru buru Wiyana memberikan air putih pada Ken.

Ken teguk hingga tinggal setengah, begitu dia rasa sudah agak mendingan. Baru, ia melihat ke arah Wiyana.

"Tante, jangan suka bercanda," sungut Ken dengan ekspresi kesalnya.

"Kamu nggak percaya, ya. Bakal bisa makan siang bareng papamu?"

Memilih kembali makan, Ken mengabaikan Wiyana. Wiyana tak putus asa, dia mengambil ponselnya.

Mengotak atik ponsel itu beberapa saat, begitu Wiyana dapatkan nomor Haidar.

Ibu jarinya sudah siap untuk menekan ikon kamera di kontak Haidar, yang mana itu akan menyambungkan video call dengan sang bos.

Lama berperang dengan batinnya, akhirnya Wiyana yakin. Dengan berani dia menekan tombol kamera itu.

Panggilannya sudah berubah jadi berdering, suara deringan ponselnya yang menantikan Haidar angkat sukses membuat kerja jantung Wiyana semakin menggila.

"Tante lagi telepon sia––"

"Ada apa?"

Ken langsung kicep, dia diam seribu bahasa mendengar suara berat itu.

Sementara Wiyana hampir menangis karena senang bukan main, dia tidak menduga kalau Haidar akan langsung mengangkatnya pada panggilan pertama.

"Pa––pak, hai ... eh, selamat siang, Pak!" sapa Wiyana gugup setengah mampus.

Wajah datar Haidar yang memenuhi layar ponselnya, seperti biasa pria itu hanya akan menatap sebentar pada Wiyana.

Sedangkan gadis itu tak akan cukup waktu sebentar untuk menatap sang pujaan hati.

"Katakan ada apa? Kenapa menganggu saya, kamu tidak tau kalau saya sedang sibuk?"

"Ehem, sepertinya Bapak yang lupa kalau ini sudah waktu makan siang," timpal Wiyana berlagak berani.

Tatapan sinis langsung Haidar berikan pada gadis itu, Haidar menarik napas panjang. Lantas dia menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.

"Lalu apa kepentingan kamu menelepon saya?"

***


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C28
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login