Download App

Chapter 43: HANCUR

Evan melihat Dania yang tidur dengan wajahnya yang terlihat pucat. Evan bingung harus bagaimana dengan keadaan ini, karena dia harus segera menceraikan Dania agar bisa bersama dengan Bella. Tapi dia tidak bisa mengabaikana Dania begitu saja terlebih dengan kenekatan wanita itu yang berusaha untuk bunuh diri.

" Kenapa kamu lakukan ini? Apa kamu tidak ingat dengan Shakira?" kata Evan pelan.

Dia tidak tahu apa Dania mendengar atau tidak, tapi dia merasa harus mengatakan semua ini.

" Setelah kamu sembuh, kita harus bicara serius!" kata Evan lagi.

Pria itu mengusap wajah lelahnya, lalu berdiri dan duduk bersandar di sofa dengan memejamkan kedua matanya. Pakaiannya yang terkena darah Dania masih dipakainya. Perlahan nafasnya terlihat teratur, Evan tertidur tanpa disadarinya.

Sementara Bella duduk di ranjangnya dengan menatap benda pipih yang berada di sampingnya. Sudah beberapa kali dia mencoba menghubungi Evan, tapi tidak bisa. Hatinya merasa sangat resah dan takut dengan keadaan ini. Diraihnya kembali benda pipih itu lalu di tekannya nomor Evan, hanya tulisan memanggil yang tertera pada layar. Apa yang terjadi? Apa kamu...ah! Aku tidak boleh berpikiran macam-macam! Dia mencintaiku dan berjanji akan bersama kami! batin Bella sambil menggigit bibir bawahnya hingga sedikit bengkak karena perbuatannya jika merasa panik.

" Bel!" panggil Malv.

Tok! Tok! Tok!

" Bel!" kembali Malv memanggil Bella.

" Kak?" sahut Bella yang membuka pintu kamarnya.

" Makan...kamu kenapa?" tanya Malv yang melihat wajah sedih adiknya.

Wanita itu bergeming, dia masuk dan duduk kembali di pinggir ranjangnya.

" Apa Evan melakukan sesuatu?" tanya Malv yang menyusul masuk adiknya.

" Dia tidak bisa dihubungi, Kak! Bel takut!" kata Bella dengan wajah sedihnya.

" Baru sehari kamu tidak bertemu dia! Bukankah kamu memberikan dia waktu untuk melakukan sesuatu?" kata Malv mengusap wajah adiknya.

" Aku takut, Kak! Wanita itu memiliki banyak tipu muslihat!" sahut Bella memeluk pinggang Malv.

" Ssshhhh! Sudah! Kakak percaya Evan bisa mengatasi semuanya! Bukankah kamu mencintainya, hm?" tanya Malv mengelus rambut Bella.

" Sangat, Kak!" jawab Bella dengan mata berkaca-kaca.

" Jika memang seperti itu, kamu harus yakin jika dia tidak akan menghianati kalian!" kata Malv menenangkan adiknya.

" Ayo, kita makan!" kata Malv.

Evan terbangun saat ada yang menepuk-nepuk lengannya. Matanya mengerjap dan melihat wajah Ujang didepannya.

" Maaf, Tuan! Saya membawakan pakaian ganti!" kata Ujang.

Evan melihat ke arah meja, ada sebuah tas miliknya disana, lalu dia melihat ke arah brankar, Dania masih memejamkan kedua matanya.

" Trima kasih, Pak!" jawab Evan.

" Sama-sama, Tuan!" jawab Ujang.

" Jam berapa ini?" tanya Evan lagi.

" Jam 12 malam, Tuan!" kata Ujang.

Evan mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, lalu mengambil pakaian yang dibawa Ujang. Dia berdiri dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. Ujang lalu keluar dan menunggu di depan kamar rawat Dania. Beberapa saat kemudian, Evan keluar dengan pakaian yang dibawa Ujang dan wajahnya terlihat segar. Evan berdiri di samping brankar Dania dan menatap wajah istrinya yang masih terlihat sedikit pucat. Lalu Evan menuju ke pintu kamar dan membukanya. Dilihatnya Ujang duduk bersandar dengan mata terpejam.

" Tuan..."

Tiba-tiba Ujang terbangun dan melihat Evan yang berdiri di pintu kamar.

" Pak Ujang pulang saja!" kata Evan.

" Apa ada yang bisa saya lakukan, Tuan?" tanya Ujang.

" Bagaimana Ai?" tanya Evan.

" Nona menangis semalaman mencari Tuan! " kata Ujang.

" Besok pagi suruh Tini datang membawa sarapan dan pakaian kerja saya!" kata Evan.

" Baik, Tuan! Saya permisi pulang!" kata Ujang.

Evan mengangguk lalu masuk kembali ke dalam kamar dan duduk di sofa. Dia membuka tasnya dan melihat benda pipih miliknya disitu. Evan melihat dan menekan benda itu, mati. Dia lalu mencari charge di dalam tas dan tidak menemukannya. Dia lupa jika benda itu sedari semalam batereinya belum di charge.

" Kamu pasti mencariku!" ucap Evan lirih.

Evan berdiri sambil membawa ponselnya dan keluar dari kamar. Dia mendekati meja perawat dan melihat seorang perawat sedang serius menulis.

" Malam, sus!" sapa Evan.

Perawat itu terlihat terkejut saat melihatnya.

" Ya, Pak?" tanya perawat itu.

" Apa saya bisa meminjam telpon sebentar? Hp saya mati!" kata Evan memperlihatkan ponselnya.

" Bapak bisa menchargernya di ruang tunggu sebelah sana!" kata perawat itu menunjuk sebuah ruangan di dekat kamar Dania.

" Trima kasih!" kata Evan.

" Sama-sama!" jawab perawat itu.

Evan berjalan menuju ke ruang yang disebut perawat itu, lalu membuka pintunya. Dilihatnya ada 2 orang pria yang sedang menikmati TV, mereka menatapnya sesaat saat dia membuka pintu, lalu kembali melihat TV. Evan melihat kotak charge di dinding. Diraihnya sebuah charge dan ditancapkannya pada ponselnya. Ponselnya menyala dan terlihat angka dengan lingkaran yang berputar tanda baterei sedang diisi. Evan sejenak berdiri sambil meletakkan ponselnya. Setelah beberapa saat, dia mengambil ponselnya dan mencoba menyalakannya. Benda pipih itu menyala dan memperlihatkan merknya di layar. Kemudian terlihat gambar Evan dan Bella di wallpaper sedang berpelukan. Tidak lama ponsel itu berbunyi bertubi-tubi akibat banyaknya pesan yang masuk. Evan menghela nafasnya saat membaca siapa yang menelpon dan mengiriminya pesan.

" Sorry, babe! Aku akan menelponmu besok! Maaf membuatmu cemas!" ucap Evan lirih.

Diletakkannya ponsel itu setelah mematikannya kembali agar bisa terisi dengan cepat. Evan duduk di salah satu sofa yang ada di ruang tersebut. Pikirannya melayang pada kejadian dimana dia menemukan Dania di kamar mandi. Kamu bukan tipe wanita yang semudah itu berani melakukan tindakan ini. Apa yang kamu rencanakan? Jika itu membuatku berpisah dengan Bella...kamu tidak akan bisa! batin Evan bergejolak. Sejam kemudian ponselnya menyala menandakan benda itu telah terisi penuh. Evan berdiri lalu meraih ponselnya, dicabutnya kabel charger milik Rumah Sakit dan dinyalakannya ponsel tersebut sambil meletakkan kembali kabel tersebut ke asalnya. Evan kembali ke tempatnya duduk dan mulai membuka satu persatu pesan dari Bella. Dia tahu jika ibu dari putranya itu sangat mencemaskan atau bisa dikatakan cemburu dan ketakutan. Evan bisa tahu dari pesan-pesan dan banyaknya panggilan yang masuk ke ponselnya. Segitu cintanya kamu padaku, Ara? Apa aku pantas mendapatkan cintamu yang sangat besar itu? Evan berdiri dan berjalan ke arah kamar sambil memperhatikan ponselnya. Tiba-tiba dia merasakan kepalanya pusing dan pandangannya menggelap.

Bella merasa hatinya berdegub kencang saat tidak mendapatkan balasan apapun dari Evan sejak dia pulang dari apartementnya.

" Kamu kemana, sayang?" tanya Bella menatap layar ponselnya.

Cringgg! Sebuah pesan masuk ke ponsel Bella. Evan! Bella tersenyum menatap layar ponselnya. Dengan cepat dibukanya pesan dari Evan, wajah bahagianya seketika berubah saat membaca pesan tersebut dan melihat sebuah video yang dikirim padanya.

" Nggak....kamu nggak....nggak, Do! Brengsekkkkkkkk!"

Prangggggg! Bella melempar ponselnya ke arah kaca riasnya. Benda pipih itu pecah bersamaan dengan kaca yang jatuh berkeping-keping.

" Bel!" teriak Malv yang melihat adiknya tergeletak di lantai kamarnya.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C43
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login