Sekar yang melihat kepergian Bianca akhirnya tersenyum bahagia. Sekar merasa jika dirinya kembali menang, dalam mengambil hati Deon. Namun tidak dengan Bianca. Dia memang pergi saat Deon menyuruhnya. Tapi dibalik itu semua, Bianca mempunyai tak-tik untuk membuat Sekar malu, setidaknya di hadapan Deon.
"Sekar, kau bisa tersenyum di ruangan itu! Namun, lihat apa yang akan kulakukan padamu! aku yakin kau akan pulang tanpa permisi," ucap Bianca tersenyum licik.
Saat ini, Bianca melanjutkan aktivitas nonton tv-nya dengan bersantai, ditemani oleh cemilan, yang sudah tergenggam erat di tanganya. Namun hal itu, tidak membat Bianca bersantai cukup lama. Karna seperti dugaan, Sekar akan datang dan mengganggunya.
"Kau, mengapa kau tetap disini? seharusnya kau melayaniku. Buatkan aku minuman, aku haus!"
"Kau berbicara padaku? Apakau tidak punya tangan? Kau haus, mengapa menyuruhku, kau lihat dapur rumah ini kan?"
"Kau berani berkata itu padaku!?"
"Kenapa? Bukanya saat kau kemari, aku tidak pernah ingin melayanimu. Lalu mengapa kau ngotot sekarang. Oh, aku tahu, kau ingin mengambil cemilanku ini kan? Baiklah, berhubung aku ingin berbagi padamu. Ambil ini!" ucap Bianca menyodorkan cemilanya ke arah Sekar.
Sekar merasa, saat ini Bianca sudah sangat kurang ajar padanya. maka dari itu, Sekar berjalan dengan cepat ke arah dapur, mengambil segelas air, lalu dengan sengaja menyiram Bianca.
"Rasakan itu, kau puas sekarang, kan? Itu akibat, karEna kau tidak sopan padaku."
"Hm, segelas air yang kau ambil ini, asal kau tahu saja air itu larutan obat. Dan larutan obat itu milik Deon."
Sekar yang mendegar ucapan Bianca awalnya tidak percaya. namun saat mengingat kembali, akhirnya Sekar merasa ragu. Pasalnya sebelum keluar dari ruang kerja Deon, Dia sempat mendapat perintah dari Deon, untuk meminta tolong mengambilkanya segelas air yang sudah siap di dapur.
Bianca mengernyit melihat raut wajah Sekar yang mulai berubah. Dia semakin tersenyum sinis menyukainya. Bianca merasa jika rencananya berhasil, dan berjalan dengan mulus sesuai harapan.
"Ada apa? mengapa kau terdiam? Kau takut? Kasihan sekali. Tapi tenanglah, bukankah Deon menyayangimu? jika memang Deon menyanyangimu, dia tidak akan marah untuk hal ini."
"Kau puas Bianca! Sekarang kau puas kan?!" Sekar semakin menatap tajam Bianca yang membalas tatapanya. Mereka saling menatap hingga kedua mata mereka seakan saling menusuk. "Aku yakin jika semua ini, kau yang merencanakanya. Mengakulah, Bianca!" bentak Sekar semakin menjadi. Namun, Bianca masih saja tersenyum sinis di hadapanya. Sekar mengepalkan kedua tanganya, tidak sabar untuk melayangkan ke pipi Bianca.
"Tentu saja aku. kau pikir siapa yang akan melakukanya, selain aku. Oh, ataukah kau berharap ada orang lain, yang membantuku? Jika kau beranggapan demikian, kau salah besar, Sekar."
"Bianca!" Sekar semakin berteriak, namun tetap berusaha menahan amarahnya.
"Jangan berteriak, atau Deon, akan terganggu didalam sana, dan akan keluar mendatangi kita sekarang juga." Ancaman Bianca yang membuat Sekar geram hingga nafasnya tidak beraturan.
Setelah Bianca mengatakan hal itu, benar saja. Deon nampak keluar dari ruanganya. Dengan raut wajah yang tidak tertebak saat ini.
"Ada apa ini? Sekar ada apa?" tanya Deon yang baru saja tiba ditempat.
"Sayang, ini semua ulah dia," ucap sekar menunjuk ka arah Bianca, yang saat ini duduk dengan santainya.
"Aku? yang benar saja," ucap Bianca dengan tenang.
"Apa yang terjadi? dan ya, kau memegang gelas kosong? Kalian bertengkar lagi?" tanya Deon yang mulai tidak paham dengan apa yang sudah terjadi.
"Dengarkan aku Deon. kekasihmu ini menyiramku, aku tidak masalah dengan hal itu. Yang menjadi masalah disini adalah, air yang dia tumpahkan adalah air larutan obatmu. Yang terakhir," ucap Bianca dengan antusias.
Deon sebenarnya tidak ingin percaya, dengan apa yang di ucapkan oleh Bianca. Namun aroma yang sudah tidak asing lagi, menyeruak masuk kehidung. Membuat Deon mau tidak mau percaya dengan apa yang dikatakan Bianca saat ini.
"Sekar, apakah yang dikatakan oleh Bianca itu benar? Apakah air yang kau siram ke tubuh Bianca, adalah larutan obatku?"
"Sayang, aku tidak tahu jika ini larutan obatmu, maafkan aku," ucap Sekar memelas dihadapan Deon .
"Sekar, seharusnya sebelum kau mengambil air itu, kau harus tau. apa yang sedang kau ambil, jika begini bagaimana? Hari ini aku belum minum obat sama sekali."
"Iya baiklah. aku sudah meminta maaf kan? lagi pula ini salah Bianca. Dia yang memancing kemarahanku." Ucap Sekar kembali menatap Bianca dengan amarah yang sudah meluap-luap.
"Kau ini salah. Dan tetap saja menyalahkan orang lain. Aku tidak suka dengan caramu kali ini Sekar."
"Kau ini kenapa Deon? apakau tidak lagi menyayangiku? Kau marah padaku hanya karena hal ini? Seharusnya, Bianca yang harus kau berikan pelajaran karena sudah menjebakku." Ucap Sekar yang saat ini tidak tahu harus berkata apa lagi, pasalnya Deon tidak berpihak padanya dalam masalah ini.
"Aku? kenapa aku? Bukanya kau yang menyiramku?" tanya bianca kepada Sekar, dengan nada sinisnya.
"Jangan pura-pura bodoh Bianca! kau sendiri yang mengatakan jika kau yang sengaja memancing emosiku!?."
"Deon. Terimahkasih, setidaknya kau sudah membelaku," ucap Bianca dengan rasa senang.
"Aku tidak membelamu Bianca. Jangan pernah berfikir hanya dengan masalah ini, aku bisa luluh padamu, tidak. Dan tidak akan pernah," ucap Deon dengan tegas melihat kke arah Bianca.
"Aku akan menunggu, waktu itu Deon. Dimana kau akan luluh padaku."
"Jangan berharap Bianca! Karna itu tidak akan pernah terjadi selamanya!" ucap Deon dengan suara tinggi menahan amarahnya yang akan meluap.
"Mengapa kau sangat marah, mendengar perkataanku Deon? Itu hak ku, dan itu tergantung kemauanku. Aku terkadang bingung, kau tidak menganggapku ada. Tapi kau mau saja mencampuri hidupku. Apakah itu tandanya kau sudah sedikit mengaggap aku ada?" tanya Bianca dengan suara yang sengaja ia buat-buat.
Sedangkan Sekar, yang melihat perdebatan antara Deon dan Bianca, semakin emosi. Dia merasa jika Deon tidak lagi mengangap kehadiranya, karna Bianca. maka dari itu, Sekar pergi tanpa permisi. Bianca yang melihat kepergian Sekar pun tersenyum bahagia. Karna keinginanya bisa terwujud.
"Aku. tidak menyalahkan Sekar dalam hal ini. Yang salah di sini tetap kau Bianca. Lebih baik kau bersihkan semua ini! Karna ini kesalahanmu."
"Yang benar saja Deon? Aku ini istrimu, sudah berapa kali kukatakan padamu. Setidaknya perlakukan aku sebagai seorang istri. bukan pembantu."
"Selain menganggapmu benalu, kau juga seorang pembantu Bianca. Hanya seorang pembantu!" ucap Deon kembali membentak Bianca.
Bianca yang mendegar hal itu terdiam seketika. Baru saja Bianca merasa senang karna kepergian Sekar. Namun lagi-lagi, rasa senang itu tidak bertahan lama, Deon mengubah semuanya dengan sekejap.
"Apakah bisa derajatku ini terganti dimatamu, walau hanya sebentar saja Deon?" tanya Bianca dengan suara yang pelan. Bianca merasa jika semua yang sudah ia lakukan tidak berguna dimata Deon.
"Jangan berharap! Aku memperistrimu itupun sudah cukup buatmu, jadi perlu kutegaskan, harapanmu itu tidak akan terwujud," ucap Deon, pergi meninggalkan Bianca. Yang saat ini sudah menetesakn air matanya.
"Seharusnya aku sudah tahu jawabanya. Pasti akan selalu sama dengan jawaban dua tahun yang lalu, yang kau ucapkan padaku," ucap Bianca menghapus air mata yang mulai menetes di pipinya.