Download App

Chapter 11: Bersama Diam

Prada dan Hanna menekuk lutut pada tepi pembatas taman yang terhampar menghiasi sepanjang trotoar. Penampilan keduanya seperti musafir yang baru selesai menghadapi badai gurun.

Rambut Prada yang keemasan ditimpa sinar senja, tumbang sebagian karena laju peluh yang mengguyur sekujur tubuhnya. Helai panjang Hanna yang selembut satin tampak seperti satu-satunya sisa kerupuk warteg dalam toples yang satu minggu tak terjamah. Beruntunglah otak cerdas Prada bekerja setelah menelan satu bungkus nasi rames. Karet pembungkusnya mampu sedikit merapikan penampilan Hanna.

Mereka duduk berdampingan menikmati letih tubuh setelah menempuh seperempat jam perjalanan kaki.

Prada merentangkan tungkainya sejenak. Rasa kebas menggelayuti seluruh tubuhnya yang terduduk tak nyaman di ujung pembatas taman.

"Hanna, ngomong-ngomong kapan jadwal kamu bekerja sambilan lagi?"

Hanna berpaling pada pemuda yang tengah asyik mengamatinya. Hanna hanya menggedikkan bahu.

"Nunggu waktu luang?"

Hanna mengangguk. "Memang ada apa, Kak?"

Prada mengambil jeda sejenak sebelum melanjutkan. "Kalau bisa aku juga ingin bekerja di sana. Aku butuh uang."

Dahi Hanna mengernyit. "Butuh uang buat apa, Kak Prada? Bukannya Kak Prada sudah ditanggung oleh keluarga Ken?"

Prada menghela napas panjang. "Aku ingin belajar tidak merepotkan mereka. Setelah kemarin aku remidi ujian bahasa inggris, hari ini aku juga tidak lulus standar nilai ujian bahasa jerman."

Hanna setia menjadi pendengar.

Prada melanjutkan, "Sepertinya hasil ujian bahasa perancis juga sama. Aku hanya ingin mengikuti bimbingan belajar bahasa asing. Uang hasil menjadi pelatih karate tidak mencukupi."

Hanna menepuk bahu Prada ringan. "Baiklah, kalau aku ada jadwal membantu di sana, aku akan mengajak Kak Prada."

Prada mengangguk dengan ibu jari teracung.

"Sampai kapan kita akan di sini? Lalu kita harus bagaimana sekarang?"

Prada menyapu beberapa helai rambut yang lunglai pada dahi. "Ya, tunggu si majikan kurang ajar itu menjemput kita."

"Kenapa kita tidak kembali dengan naik bis saja?"

Prada menggeleng. "Jika ayah dan bunda bos tahu aku tidak bersama Sans, semuanya akan terbongkar."

Sementara dua korban majikan yang tengah dimabuk cinta terlunta-lunta di jalanan, dua sejoli justru berbagi kasih sayang dan saling mengobati kerinduan.

Sans tengah berhadapan dengan Shara pada sebuah bangku cafe outdoor di balik hijaunya pagar tanaman. Dua minuman dingin tersaji menjadi pembatas keduanya.

Sans yang terkenal dingin dan enggan bercanda menggenggam jemari sang pujaan hati. Hanya pada gadis berambut merahlah Sans menjadi selembut pangeran negeri dongeng yang hanya ditemukan dalam bunga tidur.

Shara tersipu dalam rona senyum. Jantungnya tak jera memompa lebih cepat dari normal.

"Sebenarnya, aku ingin kita bisa selalu bersama saat di sekolah. Makan siang di kantin berdua. Istirahat sama-sama di taman sekolah. Jalan berdua sepulang sekolah. Bukannya harus selalu bertiga dengan Prapto."

Shara mengangguk sepakat. "Aku juga menginginkannya. Tapi larangan dari keluargamu untuk berpacaran yang membuat kita seperti ini."

"Maafkan aku," sesal Sans.

Shara menggeleng. "Hanya dengan memandangmu dan meyakini hatimu untukku sudah membuatku bahagia."

Sans mengecup jemari Shara dalam genggamannya. "Aku ingin tahu reaksi bunda saat dia menyadari aku jatuh hati pada sahabatku sejak kecil. Bunda mengenal baik dirimu sejak kita belum sekolah, aku yakin dia pasti setuju jika kita bersama."

Bibir Shara semakin merekah indah. "Aku senang sekali jika itu terjadi. Namun mengingat begitu ketatnya peraturan untuk seorang pewaris keluarga Ken, bersabar sedikit lebih lama tidak akan menjadi masalah."

Suasana cafe yang riuh tak menyurutkan kerinduan besar di antara keduanya. Mereka tak perlu mengkhawatirkan akan ada yang mengenali sosok keduanya. Cafe langganan perjumpaan mereka hanya cafe bersahaja dengan menu sederhana. Uang yang dikeluarkan untuk mengenyangkan perut jauh dari nilai cafe kelas bergengsi yang menjadi primadona penghuni SMA mereka.

Sans meraih sebuah benda persegi panjang dari saku jas sekolahnya kemudian menyorongkan di atas permukaan meja.

Shara membola keget. "Apa ini?"

Sans membidik mata sang kekasih dengan busur kasih sayang sebelum melepaskan panah perhatian. Shara membalas manja sementara jemari Shara asyik membelai kotak beludru berukuran sedang.

"Hadiah satu bulan hubungan kita!" jawab Sans kemudian.

Shara berpaling pada pemuda yang paling dicintainya. "Tapi hubungan kita sudah berlangsung hampir seumur hidup kita. Bahkan membaca saja belum bisa tapi kita sudah sering berdebat."

Sans terbahak mendengar kenaifan sang pujaan. "Maksudku hubungan di mana kita saling menyadari perasaan masing-masing."

Rona merah jambu kembali menyerang tulang pipi si cantik rambut merah. Tak ada kata yang mampu terlontar dalam debaran. Dia hanya mengagguk membalas.

San membelai kotak beludru segi panjang sejenak sebelum menekan tombol pengunci. Sayang sebelum rahasia di dalamnya terlihat mata dunia, kawanan gadis mengurung mereka dari berbagai penjuru.

Shara sigap menyembunyikan pemberian Sans di bawah meja.

Seorang gadis cantik berbalut seragam senada keduanya bertolak pinggang angkuh. "Kalian pacaran di balik kedok persahabatan?" tuduhnya tanpa prakata.

Keempat komplotannya menatap geram penampakan hati Sans yang seakan tak berjarak dari Shara.

Si cantik pemimpin empat gadis berseragam lainnya kembali menyudutkan. "Jika seluruh sekolah mengetahui jangankan berpacaran, bersahabat pun mustahil."

Kesepuluh jemari Shara yang tengah menggenggam kotak beludru bergetar pelan.

Paras Sans tetap tenang menghadapi gelombang ancaman dari Beautya, si gadis populer ratu pemandu sorak sekolah. Gadis kurus semampai berkulit dan berambut gelap. Wajah tirus yang elegan berpadu mata lebar dan hidung ramping. Gadis pujaan pilihan warga SMA BMN dari sisi kemewahan. Dia ibarat segala yang berkilau setelah berlian di SMA BMN.

Beautya tak terima ancaman dari bibirnya terabai tanpa arti. "Jadi kalian merestui persepsi otakku?"

Sans menguap palsu. Sepasang kaki panjangnya saling bertumpu. "Silahkan mengira apapun yang kalian sukai."

"Jadi benar?" desak Beautya.

Keempat pengikut si cantik terkikik girang. Sementara Shara melotot tak percaya pada kalimat ambigu sang kekasih.

"Wah, kalian akan berpisah meskipun hanya sebagai sahabat." ledek pengikut berambut pendek.

Seorang gadis berambut gelombang merangkum kedua pipi bulatnya. "Dan Sans akan menjadi milik kami. Tidak hanya bersama Shara saja sepanjang hari."

"Kalau tidak ada yang penting lagi segeralah pergi!" usir Sans masih tak terhasut.

Beutya menghampiri Sans. Jemari lentiknya membela bahu jas sekolah Sans.

Sans mengelak risih.

Si gadis eksotis menyeringai licik. "Baiklah, tunggulah drama selanjutnya.

Derap langkah mungil terdengar rampak menyeruak kerumunan. Muncul gadis mungil berhelai panjang berikat kuda dengan bau keringat mengguyur seluruh tubuhnya.

Hanna membuat celah antara beberapa gadis yang mengerumuni dua sejoli. Kemudian meraih lengan Shara ceria.

Shara mengernyit heran.

Hanna tersenyum lebar. "Maafkan aku, Kak Shara harus menungguku! Aku terlalu lama di kamar mandi. Perutku sedikit bermasalah."

Gadis berambut gelombang dan gadis sedikit berisi mengambil langkah mundur dengan ujung telunjuk menyumbat hidung.

Hanna mengedarkan pandangannya. "Kenapa kakak kelas semua ada di sini?" tanyanya heran. "Kak Sans juga ada di sini. Kak Prada ada dimana?"

Sans hanya mampu mendesah panjang.

Beautya mendekati Hanna. "Anak kecil, kami yang seharusnya bertanya kenapa kamu tiba-tiba muncul di sini?"

"Saya sedang jalan-jalan bersama Kak Shara. Karena Kak Shara paham uang saku saya terbatas, makanya kami memutuskan nongkrong di tempat yang terjangkau."

Beautya berpikir sejenak. "Jadi Shara dan Sans tidak kencan di sini?"

Hanna menggeleng. "Kak Shara memang bersamaku sepulang sekolah. Kalau Kak Sans aku kurang tahu."

Beautya bepaling pada Sans. Sepasang mata gelap memicing curiga hingga teriakan suara pria mengalihkan perhatian semuanya.

Pemuda pirang berlari pontang-panting menghampiri sang majikan. "Bos! Bos!" teriaknya.

Sans mencari sumber suara. Sans melipat kedua lengannya. Jiwa raganya berseberangan. Sanubarinya bersyukur atas kemunculan Prada namun mimik wajahnya mengeluarkan aroma kekesalan.

Prada mengatur paru-parunya yang kembang kempis. "Ada masalah apa, Bos? Kok ramai sekali?"

Sans yang memang malas merangkai kata untuk hal sepele hanya melengos emosi.

Prada serba salah. "Maaf, Bos! Tadi ada sedikit masalah dengan mesinnya jadi saya agak lama."

Sans melipat kedua lengannya.

Prada melambai-lambaikan kedua lengannya. "Pergi, pergi sana! Kalian ini tidak bisa melihat orang ganteng ditinggal sendirian pasti berkerumun."

Beautya menekan kening Prada. "Mereka itu lagi kencan. Kami lihat sendiri!"

Prada melotot tajam. "Aku ini pengawalnya. Mana mungkin mereka kencan tanpa sepengetahuanku. Siapa tahu mereka kebetulan bertemu. Mereka itu sahabat dan teman satu angkatan, kalau bertemu dan ngobrol itu wajar."

Hanna menarik lengan Shara. "Kami permisi dulu ya, Kakak-kakak! Senja hampir tenggelam." pamitnya

Shara yang masih tersengat kejutan hanya mampu mengikuti langkah Hanna menjauhi mereka.

Sudut mata Hanna mengerling misterius pada Prada yang mengulum senyum.

"Ayo, Bos! Kita pulang! Jangan sampai kegantengan bos luntur gara-gara dikerumuni semut."

"Beraninya kau, Supir!" kesal Beautya.

Kelima gadis pemandu sorak menggeram emosi. Perkataan Prada membuat harga diri mereka terjun ke dasar jurang. Upaya balas dendam pun gagal. Niat Beautya mencengkeram lengan Prada terhalang kecepatan tungkai si pengawal pribadi. Pelatih utama karate sekolah itu telah berembus bagai angin menuju parkir mobil yang sedikit berjarak.

Sementara Sans tetap berjalan gagah melewati kerumunan para bidadari sekolah yang tak punya nyali lagi menyulut api. Tatapan angkuhnya horizontal, bergeming tanpa paling menyelaraskan langkah perlahan menghampiri Prada.

***


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C11
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login