Download App

Chapter 5: 5. Rengekan Natasha

Mereka berjalan menuju ke lantai dua, tempat spot foto terbaik. Uncle Monty sudah membuat dekorasi yang bagus untuk Sam. Seluruh keluarga Jones sudah berkumpul di sana. Sam sedang berfoto dengan Uncle Marshal dan Aunt Ika.

Lalu sekarang giliran keluarga Aunt Melanie. Di sana ada Uncle Armand, Ririn, dan Jordan. Pacarnya Jordan diam saja di pinggir, tidak mau ikut foto. Setidaknya, pacarnya Jordan itu tahu diri, tidak seperti Natasha.

Setelah giliran foto Uncle Monty, Aunt Cen Fey, Chloe, Jolly, dan masing-masing suaminya, ibunya Ben maju ke depan. Ia menarik Ben dengan senyuman bangga.

"Ayo kita foto," kata ibunya.

Si cantik manis nan menyebalkan, alias Natasha, segera maju ke depan dan ikut berdiri di samping Ben untuk foto. Ben merangkul bahu Sam sambil mengangkat jempolnya. Uncle Monty yang mengambil foto.

Liam tersenyum dari jauh dan kemudian ibunya mengajaknya untuk berfoto. Ben dan Natasha kemudian turun dari sana.

Suasana malam ini terasa hangat karena acara kumpul keluarga. Ben bersyukur karena keluarga Jones sering mengadakan pertemuan. Jika ibunya sudah berkumpul dengan kedua kakak dan adiknya, maka rumah itu akan berisik sekali.

Ben tidak suka suasana yang terlalu berisik, tapi ia juga benci suasana yang sepi seperti di rumahnya. Itulah mengapa, ia jarang pulang ke rumah. Ibunya pun tidak begitu mengekangnya. Semoga saja ibunya baik-baik saja di rumahnya sendirian. Siapa tahu, ia pun ingin bersenang-senang dengan Liam, Ben tidak akan melarangnya sama sekali.

Ibunya butuh seorang suami, seorang pendamping hidup. Namun, kenyataannya ibunya tak pernah menerima Liam sebagai kekasihnya. Baginya, Liam hanyalah seorang teman yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri.

Ben jadi bertanya-tanya apa yang ada dalam pikiran Liam saat ini. Apakah pria itu juga mengharapkan ibunya untuk menjadi kekasihnya?

Selesai acara pesta ulang tahun Sam, Ben pun hendak pulang bersama Jihan.

"Ben, kamu mau ke mana?" tanya Natasha.

"Aku mau pulang," jawab Ben. Bukankah itu sudah jelas. Lalu ia menarik tangan Jihan. "Ayo, Han."

"Tunggu!" cegah Natasha yang menarik tangan Ben. "Aku tidak membawa kendaraan ke sini. Seharusnya kamu mengantarkanku pulang."

"Ah, yang benar saja," gumam Ben pelan.

"Apa?"

"Aku harus mengantarkan Jihan pulang ke rumahnya. Bagaimana kalau kamu pulang naik taksi?" usul Ben sambil tersenyum. Lalu ia buru-buru mengeluarkan ponselnya. "Aku akan memanggilkan taksi untukmu."

Tiba-tiba, ibunya menghampirinya dan menekan bahu Jihan. "Jihan, kamu bisa pulang denganku kalau kamu mau."

Ben mengernyitkan wajahnya ke arah ibunya yang suka ikut campur. "Mom!"

"Oh, baiklah, Onty. Aku akan pulang bersamamu," ucap Jihan yang kemudian melambaikan tangannya pada Ben sambil tersenyum. "Sampai nanti lagi besok."

Ben mendecak sementara Natasha tersenyum sumringah. "Nah, kalau begitu, aku bisa pulang denganmu. Ya kan, Ben?"

Natasha langsung menggamit lengan Ben sambil menekan dadanya. Ben pun terpaksa menuruti keinginannya. Ia berpamitan dengan Sam, Uncle Marshal, dan Aunt Ika. Yang lain pun satu per satu pulang.

Natasha menatap Jordan yang sedang menggandeng tangan kekasihnya menuju ke mobil dengan cara yang mesra. Ben tahu jika Natasha pasti berpikir jika Ben akan memperlakukannya seperti Jordan memperlakukan kekasihnya.

Hal itu tidak mungkin terjadi karena meskipun mereka habis berciuman di taman, tapi hati Ben tidak pernah benar-benar menyukainya, apalagi jatuh cinta padanya. Itu mustahil.

Selama di mobil, Ben diam saja. Ia tidak tahu harus berkata apa. Sudah lama sekali ia tidak bertemu dengan Natasha. Lalu tiba-tiba saja hari ini wanita itu datang menghampirinya dan mengaku-ngaku jadi kekasihnya.

Natasha memang sudah gila. Sekalipun populasi wanita di dunia ini menipis, maka Ben tidak akan pernah menerimanya menjadi seorang kekasih.

Tampaknya Natasha pun bingung harus berkata apa. Ia tersenyum-senyum sendiri sambil sesekali mencuri-curi pandang pada Ben.

"Ada apa?" tanya Ben, membuat wanita itu terkejut.

"Oh, tidak ada apa-apa," ucap Natasha malu-malu.

"Kenapa kamu melihatku seperti itu?" Ben memusatkan perhatiannya ke arah jalanan.

"Aku hanya … Uhm … Aku masih mengingat ciuman kita tadi," aku Natasha yang membuat Ben jadi semakin tidak nyaman.

"Dengar, Nat. Aku minta maaf karena aku telah menciummu. Aku berjanji jika itu adalah yang terakhir kalinya. Seharusnya aku dan kamu tidak—"

"Hentikan, Ben!" potong Natasha. "Jangan berkata seperti itu. Aku menyukainya. Aku amat sangat menyukai ciuman itu. Jangan katakan maaf. Kamu jadi merusak momen terindahku."

"Kamu menganggap itu momen terindah?"

Natasha mengangguk. "Ya, tentu saja. Apa pun yang pernah kita lakukan sebelumnya, itu semua adalah hal yang indah bagiku. Tidakkah kamu merasakan hal yang sama, Ben?"

"Maafkan aku, Nat, tapi aku tidak bisa bersama denganmu," ucap Ben sejujur mungkin.

Senyum Natasha yang sejak tadi menghiasi wajahnya, perlahan memudar. Ben jadi semakin tidak enak hati padanya.

"Apa kamu telah mencintai wanita lain?" tanya Natasha dengan suara yang pelan dan menyedihkan.

"Ya. Aku bahkan berhubungan dengan banyak wanita. Kamu pasti tidak akan menyukaiku lagi. Saat kamu bilang kalau kamu bahagia meskipun wanita lain memilikiku, aku tahu kalau itu bukan keinginanmu."

Natasha menoleh padanya sambil menatapnya dengan penuh arti. Ben merasa tidak nyaman dengan tatapan itu. Jadi, ia berusaha untuk tidak melirik pada Natasha.

"Kamu tahu jika aku hanya ingin kamu menjadi milikku seorang," ucap Natasha.

"Ya dan hal itu tak akan pernah terjadi."

Natasha bungkam seribu bahasa hingga akhirnya, mereka tiba di depan rumah Natasha. Ben menghentikan mobilnya dan menarik rem tangan.

"Kita sudah sampai."

"Aku tidak ingin pulang ke rumah," rengek Natasha.

Ben mendesah sambil memutar bola matanya. "Apa yang kamu inginkan, Nat?"

"Aku ingin menghabiskan malam ini bersama denganmu, Ben. Please. Aku tidak mau pulang." Natasha meremas tangan Ben sambil mengguncang-guncangnya.

"Tidak, Nat. Aku tidak bisa. Orang tuamu akan mencarimu."

"Aku akan katakan jika aku menginap di rumah Angela," ucap Natasha sambil melebarkan matanya seolah ia berubah jadi bersemangat.

"Hmmm, lalu apa yang akan kamu lakukan denganku malam ini?"

Tiba-tiba, Natasha menarik tangan Ben untuk menyentuh bulatan besar di dadanya itu. Ben terkesiap dan langsung menjauhkan tangannya.

"No way! Aku tidak akan melakukannya denganmu!" tolak Ben keras.

Natasha cemberut. "Kamu melakukannya dengan wanita lain, tapi kenapa tidak mau melakukannya denganku? Apa aku kurang cantik bagimu? Apa aku kurang seksi dibandingkan dengan wanita lainnya?"

"Tidak, Nat. Bukan itu. Aku tidak akan melakukannya denganmu karena kamu adalah temannya Sam. Lagi pula kita bukan sepasang kekasih lagi. Aku tidak mencintaimu lagi, Nat. Ayo, mengertilah." Ben meringis sambil menatap Natasha yang sepertinya sudah diselimuti oleh gairah.

"Aku bersumpah akan menghangatkan tempat tidurmu. Aku akan memuaskanmu, sama seperti yang wanita lain lakukan padamu. Aku mohon, Ben," pinta Natasha dengan wajah yang memelas.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C5
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login