Download App

Chapter 19: Penginapan Kayu

Wanita berusia 57 tahun itu sudah berada di kamar Ellera dan Sellena. "Kalian yakin bisa tidur nanti? Maaf, tapi pengap lo kamar kalian ini," kata Profesor melirik setiap sudut ruangan yang tidak begitu luas itu.

"Kenapa tidak, Profesor? Ini sungguh nyaman. Kapan lagi? Haha, ini adalah pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan. Bukan begitu, Sell?"

"Eem—ya, benar haha ... kamar ini sudah cukup nyaman untuk berinteraksi dengan nyamuk nanti," timpal Sellena.

"Nya-nyamuk?" Wanita yang kerap di sapa Profesor Gherny itu, celingukan menahan tawa.

Ellera spontan mencubit pinggang Sellena. Sorot matanya terlihat tajam. "Lo itu, ya," lirih Ellera menggertak giginya pelan karena geram.

"Bukan, Prof. Maksud saya, kamar ini terlalu nyaman. Pastinya tidak ada serangga sejenis apapun itu. Bahkan nyamuk, haha tidak mungkin, Profesor." Sellena dengan tipu muslihatnya. Ia menelan ludah.

"Oh, ya, Prof. Kalau boleh tahu, maksud kedatangan Anda kemari apa, ya?" tanya Ellera bersuara sopan nan lembut.

Wanita berambut seleher itu tersenyum lebar. Sudah siap mengatakan sesuatu. "Elle, Sellena. Eum ... maksud kedatangan saya kemari, memang sedikit memberatkan untuk kalian," ucap wanita itu tidak terus terang.

Ellera dan Sellena saling bertukar tatapan.

"Hah? Memberatkan bagaimana ini, Prof?" Sellena orang pertama yang bernada tinggi karena terkejut. Takut apa yang dibayangkannya itu benar-benar terjadi.

"Seberat apa emangnya, Prof?" Ellera menyimak sangat serius.

"Jadi begini, tadi saya mendapatkan panggilan telepon dari papa kamu, Elle. Prof Eleranda bilang, bahwasanya, kamu itu sebenarnya nggak boleh ikut praktek yang berlangsung diluar kota seperti ini. Dan saya tidak akan tahu kalau papa kamu tidak menghubungi saya. Jujur Elle, kamu tidak dapat ijin resmi, kan sebenarnya? Prof Eleranda marah besar kepada saya. Katanya kamu kabur dari rumah tiga hari terakhir ini. Benar, Elle?" jelas wanita itu. "Saya tidak ingin tahu masalah kamu dan papa kamu sebenarnya. Yang pastinya papa kamu marah sama pihak kampus, terumata pak Ragiel. Papa kamu menyuruh agar praktek yang berlangsung esok hari harus dibubarkan. Entahlah, masalah apa yang kamu lakukan ke papa kamu itu. Tapi itu sedikit membingungkan praktek yang akan berlangsung esok hari ini. Sampai saat ini, saya masih membujuk beliau. Saya usahakan, agar kamu bisa mengikuti praktek ini, Elle. Dan maksud kedatangan saya kemari, saya juga ingin menjemput kamu beserta Sellena untuk tidur di perumahan yang lebih layak lagi. Ini adalah perintah bu Selleny. Mama kamu Sellena," tambah wanita berambut seleher itu.

Ellera terdiam sejenak. Papanya rupanya selama ini mencarinya. Sedangkan Sellena menoleh menyamping melihat Ellera yang tiba-tiba terdiam. Lalu wanita yang berdiri itu menepuk-nepuk pundak Ellera.

"Tidak apa-apa. Jangan cemas. Saya akan bantu bujuk papa kamu lagi. Tidak perlu menceritakan semua kejadian yang menimpa kamu dan papa kamu. Saya tidak akan pernah menanyakan hal itu. Yang pastinya, papa kamu begitu marah besar, sampai berani membubarkan praktek yang berada diluar kota pedalaman ini. Saya tanya sekali lagi, apa kamu bersedia pindah ke perumahan warga sekitar yang lebih layak?" tawarnya sekali lagi.

Ellera spontan geleng-geleng. Menolak tawaran itu. "Tidak, kami semua harus setara Profesor. Takut mereka berpikir kita enak-enakan pake orang dalam. Jangan sampai hal itu terjadi. Kami semua sudah berjuang dari awal. Dan jangan sampai putus di akhir. Di gigit nyamuk satu, di gigit nyamuk semua. Pindah ke pemukiman warga yang layak satu, pindah semua. Bagaimana? Bisa?" Perkataan Ellera membuat wanita itu terdiam tercengang.

"Benar, Prof. Pindah satu, pindah semua. Kami disini setara, tidak perlu membeda-bedakan kasta," sahut Sellena yang juga sepemikiran dengan Ellera.

Wanita itu tersenyum dan tercengang lagi. Ia begitu terharu dengan anak didiknya. "Benarkah? Astaga ... mulia sekali kalian berdua. Yasudah, maaf jika ucapan saya tadi sedikit tidak mengenakan untuk kalian. Kini sudah pukul 21:58. Waktunya istirahat. Kita beraktivitas kembali besok pagi. Semangat untuk kalian berdua," tutur wanita itu. "Saya tinggal dulu, ya?" Menyingkap kain tipis itu lagi.

"Baiklah, Prof. Selamat malam...." Ellera tersenyum kecil.

"Selamat malam, Prof." Begitu pula dengan Sellena. Ia tersenyum lega.

"Selamat malam," balas wanita paruh baya itu melangkah pergi.

***

"Tapi lo tau hotel yang dibuat kabur oleh Elle? Eh, maksud gue tempat untuk tidur Elle selama ini? Dimana lokasinya?" ujar Elend, menanyakan ke Elsana, beserta Reiley yang saat ini duduk dihadapannya.

"Sellena sempet bilang, kalo dia berada diluar kota. Sekalian praktek. Itu sih info yang gue tangkap," jawab Elsana menjawab seadanya. Karena ia berkomunikasi dengan Sellena satu hari yang lalu.

"Nekat banget si tuh anak. Mana Sellena juga nurut banget lagi," sahut Elend. Ia memikirkan berbagai macam cara untuk membuat Ellera bisa nyaman kembali ke Eleranda Palace ini. "Ley, tapi lo pastinya sadar bahwa insiden ini ada sangkut pautnya dengan lo saat tunangan itu," tambahnya.

"Iya pastinya. Sorry gue baru mau bilang. Sebenarnya, Om Eleranda juga sempat marah besar ke Ellera. Akibatnya, Ellera waktu itu tidak memberi selamat ke gue dan Jay malam itu. Otomatis, Om Eleranda malu dong, dia marah besar campur aduk. Di tambah bokap gue yang geleng-geleng liat tingkah Ellera," beber Reiley menjelaskan hal yang belum di ketahui oleh sahabatnya.

"Jadi itu penyebab utamanya Ellera pergi dari Eleranda Palace? Tapi kenapa jarak kepergiannya jauh banget? Acara itu udah berlangsung beberapa hari yang lalu. Sedangkan dia pergi baru 3 hari. Yakin cuma karena Elle di omelin sama, Prof Eleranda? Menurut gue sih, engga. Yakin, pasti ada problem lain." Elend benar-benar baru tahu. Dan hal ini begitu membuatnya sangat miris pastinya.

"Gue kira, Om Eleranda nggak begitu membesarkan masalah malam itu. Ternyata itu jadi salah satu penyebabnya."

"Lama-lama pertemanan kita akan hancur lagi kalo kaya gini," rengek Elsana. Karena penyebab kehancuran pertemanan dulu juga penyebabnya yang tak lain karena Ellera.

"Tapi Ellera nggak sepenuhnya salah kok," sambung Reiley yang masih membela Ellera.

"Lo masih belain tuh anak? Egois banget gila sih. Parah! Gue bener-bener kangen gila-gilaan lagi sama tuh anak. Ketawa-ketiwi sana sini. Sekarang? Udah banyak berubah," sembur Elsana meluapkan emosinya. Di sisi lain kecewa, di sisi lain nggak mau sampai pertemanan mereka hancur kembali.

"Nanti gue hubungi tuh anak sendiri. Sekarang kalian berdua pulang duluan aja. Tugas gue masih numpuk, belum lagi packing novel-novel pesanan ini," usir Elend tegas. Ia belum bisa memikirkan hal itu terlebih dahulu. Karena dirinya yang terbilang sangat sibuk. Namun, secepatnya ia akan mencari jalan keluar untuk masalah ini.

Reiley dan Elsana langsung mengerti. Mereka berdua berdiri dari ranjang tempat tidur Elend itu. "Yaudah deh. Gue cabut, ya. Kalo ada kabar tentang Elle, kabarin gue aja," pinta Reiley yang berucap sangat ringan. Seperti tak terjadi apa-apa sebelumnya. "Oh ya. Satu lagi, nanti kalo emang beneran Elle nggak mau ngasih tau lokasinya dimana. Kita lacak aja nomornya. Kita cari bareng-bareng," tambahnya memberi usulan.

"Gue setuju!" seru Elsana.

"Iya ... iyaa ... dah sana pergi. Mau lembur."

Setelah kedua gadis cantik itu pergi, Elend melanjutkan pekerjaan yang belum sepenuhnya rampung.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C19
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login