Download App

Chapter 2: Episode 1: Orang Kontrakan

Keringat nampak terlihat dari kening Iwan yang baru pindahan ke rumah kontrakan yang akan dia tempati, Yani yang merupakan istrinya nampak sangat telaten dalam mengurus suaminya walaupun baru menikah satu minggu.

"Mas, ini minum kopi hitamnya dulu!" Seru Yani yang menghampiri Iwan.

"Makasih yang dek, kamu memang istri idaman." Puji Iwan kepada Yani.

Pujian Iwan dibarengi dengan cubitan kecil pada hidung Yani yang mancung.

"Duh mesranya pengantin baru."

Tiba-tiba seseorang yang bernama Toto menghampiri mereka berdua, rupanya Toto adalah pemilik kontrakan itu. Dia datang kesitu berniat untuk menagih uang kontrakan di awal bulan.

Iwan memang sudah memperkirakan akan hal itu, tapi Yani nampak tidak suka karena menurutnya Toto tidak tahu waktu saja.

Kontrakan yang memiliki satu kamar mandi di tengah-tengah kontrakan dan sumur timba menjadi sumber air membuat Yani menggelengkan kepalanya akan kelakuan Toto.

Usai Toto pergi Yani langsung bercerita kepada Iwan akan ketidaksukaannya kepada Toto.

"Mas, dia gak tahu waktu saja ya. Kita tidur semalam saja belum, masa yang kontrakan sudah di tagih saja." Ujar Yani.

"Sudah dek gak apa-apa, mas sudah siap akan hal itu kok. Jadi kamu tenang saja ya." Timbal Iwan.

Bau keringat Iwan yang menyengat di siang itu membuat Yani ingin melampiaskan sesuatu dengannya, tapi dia enggan melakukannya di siang itu. Terlebih Iwan nampak kelelahan dan tidak tega kalau harus meminta jatah di siang hari.

"Mas, butuh bantuan?" Teriak Bagas.

"Waduh gak apa-apa mas, saya sendiri saja." Jawab Iwan.

Tapi Bagas nampak tidak tega melihat Iwan yang sudah kelelahan, badannya yang kekar dan penuh akan bulu membuat Yani agak bergidik melihatnya. Terlihat baju di bagian ketiaknya basah, Yani menelan ludah melihat hal itu. Yani sudah berpikir tidak jernih lagi, bagian vitalnya sudah tidak tahan, tapi sekali lagi dia mencoba menahan hal itu.

"Mas, badannya gede gitu. Kerja dimana?" Tanya Iwan.

"Pabrik, biasa bagian angkat-angkat." Jawab Bagas dibarengi tawa.

Waktu pada saat itu menunjukkan jam setengah 3 sore, itu membuat Bagas yang bekerja bagian pagi bisa membantu Iwan ketika hendak pindahan.

"Kita sebelahan ya rumahnya?" Tanya Bagas.

"Iya mas, walaupun dindingnya terbuat dari bilik saya senang bisa hidup mandiri." Jawab Iwan.

Bagas pun mengacungkan jempolnya, dia nampak respek kepada Iwan.

"Mas, kalau di depan kontrakan kita siapa saja?" Tanya Iwan.

"Oh, itu yang berhadapan sama mas..." Ujar Bagas.

"Iwan, Iwan nama saya dan istri saya namanya Yani." Timbal Iwan.

"Oh ok, nama saya Bagas dan istri saya namanya Sukma. Sedangkan anak yang bernama Gilang." Jawab Bagas.

Tiba-tiba saja datang seseorang yang hendak masuk ke rumah kontrakan yang berhadapan dengan Iwan.

"Baru pulang mas Rudi?" Sapa Bagas.

"Iya pak." Jawab Rudi yang terlihat agak sedikit teler.

"Ini mas Iwan tetangga baru kita." Ujar Bagas.

"Salam kenal mas Rudi." Ujar Iwan.

Awalnya Rudi cuek saja, akan tetapi ketika melihat Yani keluar dengan membawa dua cangkir kopi semuanya berubah. Yani yang tidak kalah cantik dengan Laras menarik perhatian dari Rudi, tapi dia enggan menunjukkan hal itu.

"Nah itu mas Rudi, istrinya Laras jarang keluar rumah." Ujar Bagas.

Tiba-tiba saja pintu kamar depan kontrakan Rudi terbuka, terlihat Rani yang merupakan istri dari Wahyu keluar rumah.

"Mbak Rani, mas Wahyu belum pulang nih?" Teriak Bagas.

"Wah, pak Bagas kaya gak tahu saja kapan mas Wahyu pulang. Palingan jam 5 sore dia baru pulang." Jawab Rani.

"Oh iya saya tahu itu, ini ada tetangga baru namanya mas Iwan dan istrinya bernama Yani." Ujar Bagas.

"Oh iya, salam kenal ya mas. Saya mau ke warung dulu, mau belanja buat makan makan." Ujar Rani.

Seusai beres membantu Iwan, Bagas hendak pergi dari rumah Iwan. Nampaknya sekilas dia melihat bongkahan pantat Yani yang menungging tertutup oleh rok yang dia pakai. Yani memang wanita yang pandai menutup auratnya, hanya saja saat itu dia memakai rok yang agak ketat sehingga Bagas bisa melihat hal itu.

"Saya permisi dulu ya mas Iwan, saya mau mandi sudah gerah gini." Ujar Bagas.

Dibalik hal yang dikatakan oleh Bagas timbul rasa yang semakin tidak dapat di kontrol oleh Yani, rupanya Yani begitu menikmati aroma ketiak Bagas dan suaminya. Bau badan mereka begitu jantan sekali bagi Yani yang merupakan pengantin baru.

"Assalamualaikum"

Terdengar suara Wahyu yang sudah pulang dari tempat kerja.

"Waalikum salam." Jawab Rani.

Bagas melihat jam, rupanya mereka sudah menghabiskan waktu cukup lama untuk beres-beres di rumah Iwan.

"Mas Iwan kalau mau mandi palingan nanti sudah Maghrib saja, soalnya kalau jam segini pasti ngantri." Ujar Bagas.

"Oh, siap pak kalau begitu." Jawab Iwan.

Usai Bagas pergi, Iwan langsung masuk ke rumah dan merebahkan tubuhnya yang sudah lelah. Tiba-tiba saja datang Yani yang langsung mencium bibir Iwan penuh nafsu.

"Dek, kamu kenapa?" Tanya Iwan.

"Aku pingin mas." Jawab Yani agak malu-malu.

"Mas belum mandi, lengket gini badannya." Ujar Iwan.

Tapi Yani yang sudah tidak tahan langsung mengambil alih atas apa yang dia inginkan, sementara itu Iwan mau tidak mau terbawa suasana. Akhirnya mereka berdua memuaskan hasrat birahi mereka sampai adzan magrib tiba.

Disisi lain rupanya Sukma mendengarkan apa yang terjadi di kamar Iwan, dia bisa mendengar jelas desahan dan erangan dari mereka berdua.

"Dasar pengantin baru." Ujarnya.

----

Sesuai apa yang dikatakan oleh Bagas akhirnya Iwan mandi sekitar jam 18.30. Tentu saja Iwan menyuruh Yani untuk mandi duluan, sementara itu dia masih melepas keringat setelah bersenggama dengan istrinya.

Yani nampaknya harus menunggu karena di dalam rupanya ada orang yang sedang mandi, nyamuk-nyamuk malam sudah menggigit kulitnya. Tak lama berselang terdengar suara guyuran air yang cukup banyak, hal itu menandakan kalau orang yang mandi sudah selesai.

Benar saja tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka, disana sudah berdiri Bagas yang hendak memakai handuk sampai lutut dari arah pusar.

"Eh mbak Yani, mau mandi mbak? Silahkan!" Ujar Bagas.

Yani masih terpukau akan tubuh Bagas yang gagah dipenuhi bulu dada yang lebat, belum lagi ketika dia mengangkat tangannya terlihat bulu ketiak yang rimbun. Birahi Yani kembali terpancing, padahal dia baru saja menuntaskannya dengan Iwan.

"Mas!" Teriak Sukma dari dalam rumah.

"Iya dek bentar." Timbal Bagas.

Bagas pun pergi meninggalkan Yani, sementara itu Yani sendiri hendak mandi besar karena sudah bersetubuh dengan Iwan.

Ketika asyik-asyiknya mandi, tiba-tiba saja terdengar suara pintu yang terbuka dari arah WC di samping dimana dia mandi.

"Mas Iwan?" Tanya Yani.

Tidak ada jawaban dari orang yang sedang buang air besar, hanya terdengar suara kentut.

Karena tidak ada jawaban akhirnya Yani kembali melanjutkan mandinya, posisi dia jongkok menghadap WC samping yang disana sedang ada orang.

Yani tidak sadar kalau seseorang tersebut dapat melihat Yani yang sedang mandi, hal itu karena adanya lubang kecil yang dapat melihat semua itu.

Tak lama berselang terdengar suara orang cebok, rupanya orang tersebut sudah selesai dengan buang air besarnya.

----

"Kenapa kamu mas?" Tanya Laras.

"Tidak ada apa-apa." Jawab Rudi.

Rupanya Rudi adalah orang telah melihat Yani secara telanjang bulat, kini dalam pikirannya hanya ada pemandangan tubuh Yani yang masih segar.

Tiba-tiba saja Rudi memeluk Laras dan meremas payudara besar Laras.

"Kamu apa-apaan sih mas?" Bentak Laras.

"Kamu kenapa Laras? Aku ini adalah suami kamu, aku punya hak atas kamu untuk bisa melayani aku." Ujar Rudi.

"Aku tidak pernah cinta sama kamu, satu-satunya alasanku tetap bersama kamu adalah orang tuaku. Aku tidak mau ada aib lagi apabila aku bercerai." Jawab Laras.

Rudi yang sudah tidak tahan nampaknya tidak ambil pusing akan apa yang dikatakan oleh Laras, dengan penuh paksa Rudi melakukan penetrasi kepada Laras.

Selama ini Laras tidak pernah mau berhubungan badan dengan Rudi, rasa cintanya kepada Seno.

"Aku gak mau mas!" Bentak Laras.

"Kenapa?" Tanya Rudi dengan emosi.

"Ahh..hhh"

Laras nampaknya harus pasrah dengan keadaan kali ini, ini adalah kali kedua Rudi melakukan hubungan intim dengannya.

"Hentikan mas, aku gak mau!" Seru Laras.

"Gak mau apa, gak mau berhenti?" Goda Rudi.

Ketika Rudi hendak mencapai klimaks disana juga Laras langsung menjauhkan kemaluan Rudi yang memancarkan air maninya.

"Ahh.. kenapa Laras?" Bentak Rudi.

"Plakk!"

Tamparan keras langsung menerpa pipi kanan Laras, Laras tidak menjawab pertanyaan dari Rudi. Bahkan dengan segera dia mengambil tisu dan mengelap kemaluannya, dia pastikan kalau tidak ada air mani Rudi yang masuk.

Wahyu dan Rani nampaknya terkejut mendengar teriakan antara Laras dan Rudi, mereka tidak menyangka kalau Laras menyimpan rasa sakit terhadap Rudi.

"Mas, kasihan mbak Laras." Ujar Rani

"Itu bukan urusan kita, sebaiknya kamu jangan ikut campur masalah orang lain!" Seru Wahyu.

Mereka pun melanjutkan makan malam yang sempat tertunda karena pertempuran antara Laras dan Rudi. Padahal ketika Laras mendesah gejolak birahi Wahyu langsung bergejolak, suara serak-serak basah Laras membuat Wahyu membayangkan hal lain-lain.

"Oh ya mas, Minggu nanti aku mau ke rumah ibu ya. Aku mw nginap dua hari saja, kangen rasanya pingin ketemu bapak sama ibu." Ujar Rani.

"Ya sudah kalau gitu, tapi aku gak bisa antar ke terminal." Jawab Wahyu.

"Iya gak apa-apa kok mas, aku bisa sendiri." Ujar Rani.

Sekitar jam 10 malam Wahyu yang tidak bisa menahan birahinya langsung melakukan tindihan kepada Rani yang sedang tertidur.

"Mas, kamu kenapa? Gak kaya biasanya kaya gini?" Tanya Rani yang keheranan.

Malam itu Wahyu nampak penuh semangat dan melakukan pancingan birahi kepada Rani sangat agresif.

"Geli mas!" Ujar Rani yang menahan cumbuan dari Wahyu.

Akhirnya Rani ikut terhanyut dan melayani Wahyu yang sedang bersemangat, birahi Wahyu hampir saja gagal ketika melihat bulu ketiak Rani yang agak rimbun. Tapi karena sedang memuncak, akhirnya dia menuntaskan hubungan badan tanpa adanya sentuhan ke arah ketiak Rani.

"Kamu kenapa gak potong bulu ketiak kamu sih dek?" Tanya Wahyu.

"Belum sempat mas, tadinya mau hari ini tapi mas Wahyu keburu minta jatah malam ini." Jawab Rani.

Wahyu langsung mendengkur setelah berhubungan badan, nampaknya hubungan badan yang dia lakukan kurang mengalami kepuasan.

----

Iwan sudah tertidur pulas seperti kerbau, akan tetapi Yani masih membayangkan pertemuannya dengan Bagas di kamar mandi tadi. Tubuh kekar Bagas masih terbayang di pikiran Yani.

"Mas, Gilang sudah tidur. Ayo kita mulai!" Seru Sukma.

Yani yang belum terlelap bisa mendengar apa yang di obrolkan oleh Sukma dan Bagas.

"Iya dek, mas juga sudah gak tahan." Timbal Bagas.

Tak lama berselang terdengar beberapa suara dari arah kamar Bagas, Yani tahu betul kalau Sukma dan Bagas sedang beradu mulut. Karena dia bisa mendengar bagaimana suara ludah yang begitu banyak.

"Ahhh..""

Mendengar suara desahan Sukma, seketika itu birahi Yani terbakar dan ingin rasanya berhubungan badan kembali dengan Iwan. Tapi Iwan sudah seperti kerbau yang tidur begitu lelapnya, dia hanya bisa menahan birahinya pada saat itu.

"Ouhh mas, enak sekali!" Ujar Sukma.

Yani membayangkan kalau dirinyalah yang sedang di setubuhi oleh Bagas.

"Astaghfirullah, kenapa aku berpikir seperti itu, padahal aku sudah mempunyai seorang suami." Gumam Yani.

"Ahh...ah...."

Bagas mengerang tanda dia mencapai klimaks, Yani begitu menikmati erangan dari Bagas, menurutnya erangan Bagas begitu jantan.

"Kamu kenapa dek?"

Tiba-tiba saja Iwan bangun dan memperhatikan istrinya yang berprilaku aneh. Yani hanya bisa menelan ludah, dia tidak punya jawaban atas pertanyaan dari Iwan.

Bersambung


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login