Download App

Chapter 45: Tentang perasaan

Sore hari, terlihat Reno sedang celingukan di ruang tamu karena ia tidak melihat orang yang sudah ditunggu-tunggunya dari tadi. Sesekali ia juga ke halaman rumahnya, untuk melihat apakah motor dan sepedanya sudah kembali terparkir atau belum.

Melihat anaknya yang seperti itu membuat Ibu Rina sedikit keheranan, tidak biasanya Reno seperti itu.

"Kenapa toh Dek? Dari tadi bolak-balik terus, seperti gelisah" tanya Ibu Rina dengan suara lembutnya.

"Bapak sama Mas Bayu sama Pak Danu kok belum pulang ya Bu? Biasanya kalo udah sore gini Bapak pasti udah pulang" jawab Reno, raut wajahnya cukup cemas dengan keadaan tiga orang yang sedang ditunggunya itu.

Pak Jaka serta Bayu dan Danu memang sedang pergi ke ladang dan juga ke pasar, untuk mengangkut beberapa barang serta memanen beberapa tanaman. Sebenarnya Reno dan Arsyad juga ingin ikut bersama Pak Jaka, namun dikarenakan Ibu Rina tidak ada yang menemani, jadinya mereka mengalah dan menemani Ibu Rina sambil membantunya memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah.

"Tumben kamu nyari bapak kamu? Biasanya diam saja di kamar, ndak pernah tau Bapak sudah pulang atau belum kalau belum dipanggil."

"Tumben gimana Bu? Kalo di rumah hampir setiap hari aku nanyain Bapak terus, apalagi sekarang ada Mas Bayu sama Pak Danu."

"Mungkin lagi banyak yang harus dipanen lan diangkut, sekarang kan lagi musim panen Dek. Jadinya Bapak sama Nak Bayu sama Nak Danu pulang agak lama."

"Biasanya nggak lama begini Bu. Kalo banyak ya harusnya cepet juga, kan ada Mas Bayu sama Pak Danu yang bantuin. Aku jadi khawatir."

"Tunggu saja, sebelum magrib Bapak sama kakak-kakak kamu pasti sudah pulang."

Reno menghela napasnya kasar, remaja itu sedikit cemberut karena khawatir. Perlahan ia berjalan ke arah bangku panjang di ruang tengah dan duduk di samping Arsyad yang sedang sibuk dengan hpnya, kemudian Reno bersandar di tubuh pria gagah itu.

"Bapak sama Bayu sama Danu lagi di rumah Pak RT, Ren. Kata Bayu, dia sama Danu lagi nemenin Bapak dulu, soalnya Bapak lagi ngobrol soal kerjaannya sama Pak RT. Jadi pulangnya agak lama, tapi semuanya baik-baik aja" ucap Arsyad sesaat setelah Reno menyandar di tubuhnya. Tak lupa juga ia menunjukkan chat itu kepada Reno, agar remaja itu percaya.

Setelah membaca pesan itu, Reno bernapas lega. Ia mengira kalau mereka kenapa-napa, namun nyatanya tidak. "Alhamdulillah kalo mereka baik-baik aja" ucap Reno lega.

Beberapa saat kemudian, Reno semakin mendekatkan dirinya kepada Arsyad, sambil sesekali ia mengendus ketiak Arsyad yang hanya memakai kaos tanpa lengan itu. Arsyad hanya tersenyum, membiarkan Reno melakukan apa yang diinginkannya.

"Abang. Sambil nunggu mereka, ikut aku dulu yuk?" ajak Reno.

"Ke mana?" tanya Arsyad.

"Ke tempat yang belum pernah Abang datengin di kampung ini. Mau ya?" ajak Reno lagi.

Terlihat Arsyad berpikir sejenak. "Em... yaudah."

Kemudian Reno dan Arsyad berdiri, berjalan mendekat ke Ibu Rina yang sedang sibuk di dapur.

"Ibu, aku sama Bang Arsyad izin ke tebing sebentar ya? Ada yang mau aku obrolin sama Bang Arsyad" ucap Reno.

"Ya. Tapi jangan lama-lama, harus sudah sampai rumah sebelum magrib" jawab Ibu Rina yang masih mengaduk nasi uduk buatannya.

"Iya Bu, kita ke sana dulu."

Reno dan Arsyad berpamitan dengan Ibu Rina, kemudian mereka berdua berjalan kaki menuju ke tempat yang Reno maksud.

Mereka berjalan ke salah satu tempat di atas bukit yang tak terlalu jauh namun tak dekat juga dari rumah Reno. Reno sendiri menyebut tempat yang dimaksudnya itu sebagai tempat terbaik untuk melihat matahari tenggelam. Sejauh ini jarang-jarang warga desa yang tau tempat itu karena jarang ada yang datang, Reno merasa hanya dirinya dan Juna yang tau akan tempat ini.

Setelah sampai, mata Arsyad melihat ke sekitar tempat yang Reno maksud, menelusuri sekitarnya. Sebuah tempat di bukit yang lebih mirip dengan tebing, karena di depan mereka ada pembatas agar orang tak jatuh dari ketinggian ini.

"Mau ngapain kita ke sini Ren? Kok serem banget tempatnya." Sengaja Arsyad mengajak Reno duduk agak di belakang, karena ia takut jatuh dari ketinggian. "Terus kamu mau ngomong apa? Kok kayaknya serius banget?"

"Oh iya, hehe. Sebentar." Reno membenarkan posisi duduknya, berdampingan dengan Arsyad. Kemudian ia menatap lekat wajah Arsyad untuk sesaat, setelahnya ia langsung memeluk tubuh pria yang disayanginya itu. "Aku mau minta maaf."

"Maaf soal apa?" tanya Arsyad.

"Soal aku yang kabur dari rumah, soal aku yang ngomong aneh-aneh. Pokoknya aku mau minta maaf kalo aku nggak tau diri dan kesannya kurang ajar sama kalian bertiga" jawab Reno dengan jujur.

Arsyad tersenyum simpul, menatap Reno dalam-dalam lalu mencium pipinya untuk beberapa saat.

"Nggak apa-apa, malah Abang yang harusnya minta maaf ke kamu."

"Abang tau nggak kenapa aku ngajak Abang ke sini?" tanya Reno.

"Tau dong." Bibir Arsyad tersenyum menceng, lalu ia mendekatkan mulutnya ke telinga remaja itu. "Kamu mau nembak Abang biar jadi pacar kamu kan?" bisiknya.

Sontak saja Reno menatap Arsyad, yang tanpa sadar malah memperlihatkan pipinya yang memerah karena tersipu. "Ngawur!" sahutnya agak gelagapan.

"Terus kamu mau ngapain ngajak Abang ke sini?"

"Sebenernya mau ngasih liat pemandangan terbaik di kampung aku, terlebih pas matahari terbenam. Tapi Ibu nyuruh kita pulang sebelum magrib, jadinya ya ngobrol-ngobrol aja sih."

Arsyad mengangguk pelan, mengerti maksud Reno mengajaknya ke sini.

Beberapa saat kemudian setelah tak ada obrolan dari mereka, Arsyad menarik tubuh adik kesayangannya itu. Ia meletakkan Reno di kedua kakinya yang menyilang, sehingga Reno duduk di pangkuan Arsyad saat ini.

Dengan penuh perasaan, tangan Arsyad melingkar di pinggang Reno dan dagunya ia letakkan di pundak remaja itu. Matanya terpejam, saat ia merasakan masing-masing tangan Reno menggenggam masing-masing tangannya juga.

"Dek, boleh Abang tanya sesuatu sama kamu?" Suara Arsyad memecahkan keheningan, membuat Reno membuka matanya yang sebelumnya terpejam.

"Mau tanya apa?" sahut Reno.

"Pas kita hubungan badan waktu itu, kamu bilang kalo kamu masih sayang sama guru olahraga kamu itu. Kalo sekarang gimana Ren? Apa kamu masih sayang sama guru kamu itu? Apa kamu masih cinta juga ke dia?" tanya Arsyad serius.

Reno menarik napasnya dalam-dalam dan ia hembuskan lagi secara perlahan, kemudian ia bersandar di tubuh Arsyad dan kembali memejamkan matanya.

"Jujur, sampe detik ini aku masih sayang banget sama Pak Sigit. Kalo dibilang masih cinta atau nggak, aku yakin aku masih cinta sama dia" jelas Reno sejujur-jujurnya.

Terdengar suara helaan napas dari Arsyad, yang menandakan kalau ia sedikit kecewa dengan jawaban Reno. Karena bagaimanapun juga, Arsyad sangat berharap kepada remaja yang sedang dipeluknya.

"Apa itu artinya kamu nggak mau putus sama guru olahraga kamu itu Ren? Apa itu artinya kamu nggak mau jalin hubungan sama Abang?" tanya Arsyad lagi. "Dulu kamu berharap agar Abang mau bales cinta kamu, dan itu udah terjadi. Tapi sekarang, kenapa kamu nggak mau bales cinta Abang ke kamu juga Ren?"

"Abang... bukan gitu" serga Reno cepat. Ia menoleh ke Arsyad, menatap matanya dalam-dalam. Terlihat raut wajah remaja itu bingung, tidak tau harus bagaimana harus menjelaskannya. Karena ia sendiri pun tidak paham dengan perasaan yang sedang dialaminya.

"Alasan aku nggak mau jatuh cinta ya gini Bang, banyak salah pahamnya. Tiap Pak Sigit ngomongin soal ini pasti ujung-ujungnya aku sama dia berantem, makanya aku selalu ganti topik pembicaraan kalau Pak Sigit ngungkit-ngungkit soal begini. Aku bingung, aku nggak tau harus ngomong gimana biar Abang ngerti soal perasaan aku yang begini." Reno menundukkan kepalanya.

"Abang juga tau, kalo sekarang aku bukan jatuh cinta sama Abang seorang aja. Aku cinta sama Mas Bayu, aku cinta sama Pak Danu, aku pun masih cinta sama Pak Sigit. Aku nggak tau kenapa aku bisa cinta sama empat orang sekaligus, aku juga nggak tau sebenernya ini cinta beneran atau cuma nafsu sesama jenis aku yang muncul. Aku bingung Bang, aku beneran bingung" lanjutnya lagi.

Arsyad menggenggam tangan Reno semakin erat, menarik remaja itu semakin mendekap ke tubuhnya.

"Abang tau itu. Tapi, kamu pikir apa yang udah pernah kita lakuin bisa langsung dilupain gitu aja? Semua kedekatan kita, apa mau dihilangkan gitu aja seakan nggak pernah terjadi? Abang udah terlanjur sayang kamu Ren, apa kamu mau telantarin Abang begini aja tanpa ngasih kepastian?"

Reno menoleh ke menaikkan lagi kepalanya untuk melihat wajah Arsyad, terlihat mata remaja itu mulai berair.

"Abang... aku bukannya nggak mau ngasih kepastian. Aku cuma bingung, nggak tau harus gimana. Kemarin pas Mas Bayu sama Pak Danu juga bilang kalo mereka punya perasaan yang sama juga kayak Abang ke aku, meski mereka sendiri belum terlalu yakin sih. Tapi tetep, aku nggak tau harus apa."

"Mungkin kalo pilihannya antara Abang sama Pak Sigit, aku tanpa ragu pasti milih Abang. Tapi ini ada Mas Bayu sama Pak Danu, aku nggak bisa milih di antara kalian bertiga, aku nggak bisa. Tadi sebenernya aku nunggu Mas Bayu sama Pak Danu karena mau ngajak mereka juga ke sini, aku mau ngomongin soal ini sama mereka juga."

Suara isak tangis Reno seketika saja terdengar sesaat setelah berkata seperti itu. Rasanya terlalu sulit untuk memilih di antara mereka. Karena bagi Reno, mereka bertiga sama berharganya.

"Tolong kasih aku waktu untuk mikirin ini semua ya Bang? Aku mohon, Abang jangan marah sama aku."

Melihat Reno yang menangis, tentu membuat Arsyad menjadi merasa bersalah. Segera ia mengusap air mata adik kesayangannya itu, lalu tanpa ragu Arsyad langsung menempelkan bibirnya di bibir Reno untuk beberapa saat.

Arsyad sengaja mencium Reno, bermaksud agar Reno paham kalau Arsyad sudah bersungguh-sungguh soal perasaannya itu. Reno juga paham apa maksud Arsyad menciumnya, jadinya ia membalas ciuman itu agar Arsyad percaya kalau dirinya pun mencintai Arsyad juga.

"Ekhem!"

Suara seseorang mengejutkan mereka berdua yang sedang berciuman. Sontak mereka berdua melepaskan ciuman, lalu menoleh ke sumber suara. Benar saja, tak jauh di belakang mereka sudah ada seorang pria tak dikenal yang sedang menyilangkan tangan di dadanya.

"Niatnya mau bikin pikiran jernih di sini, eh malah ketemu homo lagi pacaran" gumam orang itu, bermaksud menyindir Arsyad dan Reno.

Tatap mata mereka tentu saling bertemu, karena mereka sama-sama bingung harus bagaimana. Namun Reno malah menatap orang itu dengan serius, karena ia yakin sekali kalau ia pernah bertemu dengan orang ini sebelumnya.

"Akang? Akang yang kemarin naik mobil terus nyerempet motor aku kan?" tanya Reno setelah berhasil mengingat orang itu.

Pria itu menatap balik Reno untuk sesaat. "Oh, kamu yang jatuh kemarin itu ya?" sahut orang itu setelah berhasil mengingat juga. Reno pun mengangguk mengiyakan.

"Kamu kenal orang ini Ren?" tanya Arsyad dengan suara beratnya.

Raut wajah Arsyad melihat serius ke arah Reno, tak suka dengan caranya menatap orang itu. Terlebih Arsyad melihat ada kemiripan dari wajah orang itu dan juga Reno, meski hanya sekilas namun sukses membuat Arsyad bingung.

"Nggak, cuma kemarin kebetulan aja papasan sama orang itu pas aku pulang. Soalnya motor yang aku naikin sama Kang Juna keserempet mobil orang itu" jelas Reno singkat.

Sontak saja Arsyad menoleh ke arah orang yang dimaksud Reno, menatapnya tajam-tajam karena mengira orang itu sudah mencelakai Reno.

"Kamu nyerempet adik saya?" tanya Arsyad tak santai.

"Enak aja, yang nyupir motor adik kamu tuh yang ugal-ugalan kemarin" sahut orang itu dengan nada yang sedikit tinggi.

Tak lama orang itu berjalan menghampiri mereka berdua, lalu duduk tepat di sebelah mereka. Dari raut wajahnya menjelaskan sekali kalau pria itu sedang kesal, entah kesal kepada siapa dan karena apa.

"Udah sana pergi. Sebentar lagi mau sunset, saya mau refreshing otak saya di sini. Gantian" usir orang itu kepada Arsyad dan Reno.

Arsyad dan Reno saling tatap sejenak, seperti berbicara dalam tatapan itu. Karena waktu hampir magrib juga, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang dan meninggalkan orang yang tidak mereka kenal itu sendirian.

Masih dalam kondisi Reno yang digendong dan remaja itu masih menangis, Arsyad kembali mencium Reno tepat di keningnya, tangannya pun mengusap punggung Reno dengan lembut.

"Maaf Abang udah bikin kamu nangis lagi Ren, nggak seharusnya Abang omongin hal tadi secepet ini. Ambil waktu kamu ya Ren, Abang akan nunggu sampai kamu bisa putuskan gimana baiknya hubungan kita nantinya" ujar Arsyad lembut.

Ucapan tadi membuat Reno semakin mengeratkan pelukannya kepada Arsyad, dan suara tangis dari remaja itu kembali terdengar.

"Iya Bang, makasih udah mau ngertiin aku" sahut Reno di sela tangisannya.

Bibir Arsyad tersenyum simpul, ia kembali mencium kening adik kesayangannya itu. Setelah itu, Arsyad kembali pulang menuju ke rumah sambil menggendong Reno yang masih memeluknya erat.

* * *


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C45
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login