Download App

Chapter 16: Chapter 16 : Kembali

Satu Minggu sudah berlalu, Maya sudah bersiap diri menyambut kedatangan suaminya yang akan menjemput dan mengajaknya pulang. Rona bahagia terpancar dari wajahnya, sedari semalam dia sudah tidak sabar untuk segera pagi. Semua barang bawaannya pun sudah selesai ia packing. Maya merias dirinya dengan secantik mungkin untuk menarik perhatian Haris ketika bertemu.

"Selamat pagi, Bu ..." Sapa Maya saat turun dari kamar.

"Pagi juga, May. Duh ... anak Ibu sudah cantik sekali menyambut kedatangan suami tercinta. Wajib tampil cantik Ibu setuju itu." Ucap Ibu Maya yang tengah sibuk menata menu dimeja makan.

"Ayah udah pergi ke pabrik, Bu?" tanya Maya karena tidak melihat ayahnya.

"Belum, ayah kamu masih di rumah pak Bagio. Itu loh tetangga ujung rumah kita yang katanya sakit. Tadi pak RT meminta semua bapak bapak warga sini untuk ikut menjenguk. Mumpung belum dibawa sama anaknya ke Jakarta." Ibu Maya menjelaskan lagi.

"Oh ... pantas saja Maya tidak mendengar suara ayah tertawa. Biasanya kan suara ayah itu yang membuat rumah ini ramai." Imbuh Maya sambil ikut membantu sang Ibu.

"Ya ... begitulah, May. Semenjak kamu menikah kan rumah ini jadi sepi. Nggak ada lagi yang usil sama Ayah." Ungkap Ibu Maya.

"Doain Maya aja, Bu. Biar bisa lebih sering main kesini. Mas Haris terlalu sibuk dikantor sejak naik jabatan, Bu." Papar Maya.

"Tidak apa-apa, May. Kan sudah seharusnya kamu mengikuti perintah suamimu. Meskipun kami disini orang tua kamu tapi sejak kamu menikah Haris lah yang sepenuhnya memiliki hak atas dirimu."

Maya mengangguk, lalu memeluk ibunya erat. Air matanya berlinang. Rasa sesak kian makin terasa ketika semua perlakuan ibu mertuanya begitu menyakitkan. Andai saja dia bisa mendapatkan kasih sayang dan pengertian dari ibu Haris, mungkin Maya akan merasa nyaman. Hidup Maya seperti sebuah topeng didepan semua orang, dia harus bersikap kuat meskipun hatinya rapuh. Dipermalukan, dan direndahkan oleh ibu mertuanya sendiri adalah hal yang paling menyakitkan bagi semua menantu perempuan. Apalagi jika harus dibandingkan dengan mantan kekasih anaknya.

Maya sadar sekali, bahwa menikah dengan Haris juga harus mampu menerima semua kekurangan suaminya dan juga ibu mertuanya. Cinta dan kasih sayang Maya kepada ibu mertuanya juga sangat besar, namun seolah ibu Harus memang tidak menginginkan itu darinya.

Tidak lama setelah itu, ayah Maya tiba dirumah. Melihat istri dan anak kesayangannya saling berpelukan membuat Pak Danu, Ayah Maya bingung.

"Lho ... lho, ada apa ini kok saling berpelukan? Nggak mau ngajak Ayah nih?" goda Pak Danu.

"Ayah mau tahu ... aja!" seru Maya sambil tersenyum.

Pak Danu, Ibu Melisa dan Maya kemudian saling tertawa. Mereka lalu memutuskan untuk sarapan bersama.

Maya mencoba menghubungi suaminya, menanyakan Haris sudah sampai mana. Namun Haris belum menjawab telepon dari Maya. Dua kali Maya mencoba menghubungi nomor Haris lagi, tapi tetap saja tidak ada jawaban. Maya sedikit cemas. Ayah dan ibunya saling memandang melihat ekspresi wajah putrinya itu.

"Kenapa, May?" tanya Ibunya.

"Mas Haris belum menjawab telepon Maya, Bu. Maya jadi khawatir terjadi sesuatu sama dia." Ujar Maya.

"Berprasangka baik saja, May ... mungkin Haris sedang fokus mengemudi. Kalau nggak gitu ada urusan lain. Kamu yang tenang, ayo lanjutkan dulu makan kamu." Sahut Pak Danu menenangkan.

Maya kembali melanjutkan sarapannya, meski hatinya masih belum tenang.

* * *

Jam sembilan pagi lebih sepuluh, Haris baru tiba dirumah orang tua Maya. Dia turun dari dalam mobil dan mengambil bingkisan untuk sang mertua.

Ibu Melisa, ibu dari Maya melihat kedatangan menantunya itu segera memanggil Maya. Mendengar panggilan ibunya, Maya yang sedang bermain catur dengan sang Ayah segera menghentikan permainannya dan menghampiri ibunya.

Ibu Melisa menunjuk kearah luar jendela. Maya melihat keluar, dan terlihat Haris suaminya berjalan kedalam rumah. Senyum Maya mengembang. Ia nampak bahagia, kerinduannya kepada Haris langsung terobati saat melihat Haris. Maya segera membuka pintu sebelum Haris sempat mengetuk pintunya.

Haris terkejut melihat Maya sudah berdiri didepannya. Ia tersenyum bahagia melihat Maya menyambutnya didepan pintu dan tersenyum cantik. Mereka kemudian saling berpelukan.

"Mas ...." ucap Maya lirih karena tak kuasa menahan air matanya akibat terlalu merindukan suaminya itu.

"Iya, Sayang. Aku disini, kamu apakabar?" tanya Haris kepada Maya.

"Aku baik-baik saja, Mas. Ayo kita masuk." Pinta Maya kepada Haris kemudian disambut dengan orang tua Maya.

Haris bersalaman dengan kedua mertuanya itu. Sementara Maya membuatkan kopi untuk suaminya. Mereka semua berkumpul bersama diruang keluarga untuk mengobrol.

Maya yang sudah selesai membuatkan kopi segera ikut bergabung.

"Jadi, Mas Haris tadi kemana? Maya telepon kok nggak diangkat?" tanya Maya yang masih penasaran.

"Maaf sayang, tadi handphonenya aku tinggal di mobil waktu beli oleh-oleh buat Ayah dan Ibu." Ucap Haris menjelaskan.

"Nah, itu Ris. Istri kamu itu sudah sangat rindu sepertinya, jadi kamu nggak angkat telepon saja dia cemas tidak karuan." Sahut Ayah Maya diiringi suara tawa.

"Ayah ..., kan wajar seorang istri khawatir dengan suaminya. Terlebih saat mereka berpisah. Bukan begitu, Bu?" tanya Maya kepada Ibunya.

Ibu Lidya tersenyum menganggukkan kepala. Membenarkan ucapan putrinya itu. Bahkan Ibu Lidya juga turut memberikan nasehat kepada Haris dan Maya untuk menjalani rumah tangga yang baik agar tetap Harmonis.

Sebenarnya ... Ibu Lidya sudah merasa jika pernikahan Maya sedang ada masalah, meskipun ia sendiri tidak tahu apa permasalahan pastinya, namun Ibu Lidya hanya bisa berdoa agar rumah tangga Maya dan Haris tetap langgeng sampai akhir hayat mereka.

"Ibu dan Ayah disini selalu mendoakan kebahagiaan untuk kalian berdua. Kalian juga harus lebih berusaha lebih keras lagi untuk menjaga pernikahan kalian.

Apalagi usia pernikahan kalian masih rawan untuk berselisih paham." Nasehat Ibu Lidya.

Haris dan Maya mendengarkan nasehat Ibunya itu. Terlebih Maya yang memang memiliki beban didalam pernikahannya. Maya berusaha untuk tegar agar air matanya tidak jatuh. Ia berusaha mengalihkan perhatiannya dengan meninggalkan ruang tengah dan segera menuju kamar untuk mengambil koper. Haris meminta istrinya untuk tetap duduk agar dia yang mengambil koper Maya. Namun Maya mengatakan jika dirinya ingin sekalian ke kamar mandi. Mendengar ucapan Maya, Haris pun membiarkan istrinya itu untuk pergi.

Sesampainya dikamar, tangis Maya pecah. Dia melihat dirinya didepan cermin. Ia mengatakan kepada dirinya jika ia akan lebih bersabar dan kuat seperti apa yang dikatakan Ibunya. Meskipun dia tahu itu sulit mengingat Haris belum bisa memahami perasaannya selama ini. Tapi Maya akan mencoba mempertahankan mahligai pernikahan mereka semampunya. Maya pun segera menghapus air matanya dan segera turun sebelum Haris dan kedua orangtuanya mencarinya.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C16
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login