Download App
12% Fine

Chapter 3: Three

Aku menatap langit malam ini yang cerah. Ada banyak bintang di sana. Kuhirup dalam-dalam udara malam yang bercampur dengan aroma laut yang asin. Kuhembuskan nafas perlahan. Rasanya sudah lama aku tak merasa sedamai ini.

Sudah setahun Sejak wahyu pergi. suasana rumah jadi lebih tenang. Aku sudah tidak khawatir lagi kalau ada yang mabuk dan mengamuk di rumah.

Setelah kembali dari mengantar wahyu dan tinggal selama 2 bulan di rumah Nanda yang belum lama ini melahirkan anak pertamanya, Mama mulai lebih fokus dengan usahanya.

Mama bilang ingin usaha nasi kuningnya jadi lebih maju. Sekarang mama dibantu tante Nur, istri paman, mulai berjualan nasi kuning di dekat sekolah madrasah. Ada banyak murid di sana jadi penjualan bisa lebih baik dibandingkan hanya berjualan di depan rumah.

Setidaknya masalah keluargaku sudah sedikit berkurang. Kudengar wahyu akan dikuliahkan di Jember.

Yah, semoga dengan begitu pikirannya bisa lebih terbuka.

Aku tersenyum menatap riak air laut di depan mataku. Kedai kopi tempatku duduk sekarang memang terletak di tepi laut.

Manado adalah kota pesisir. Soal pemandangan jangan ditanya.

Di sepanjang garis pantai yang sudah ditimbun di bangun mall-mall dan pusat perbelanjaan. Banyak cafe,kedai, hotel dan restoran berjejer rapi menyuguhkan view laut.

Kota ini juga memiliki tempat wisata pegunungan yang indah. Jarak untuk kesana pun cukup dekat. Hanya 45 menit berkendara. Itulah kenapa Aku sangat suka dengan kota ini.

Manado adalah kota kelahiranku. Aku dan 2 adikku dibesarkan di sini. Mama orang asli sini, sedangkan papa berasal dari Jember.

Saat aku duduk di bangku kelas 3 sma, papa memutuskan untuk kembali ke Jember, memboyong kami semua.

Tapi itulah awal semua tragedi di keluarga kami bermula.

Aahhh... aku sudah tidak mau memikirkannya lagi. Toh keluargaku sudah tidak akan mungkin bisa kembali seperti dulu.

Slurrpp...

Kuseruput coklat panas yang tadi kupesan. Kehangatan mengaliri seluruh tubuhku. Angin laut menerpa wajahku.

Brrrr..

Meskipun cuaca cerah tapi udaranya cukup dingin karena angin laut. Apalagi aku duduk di bangku yang tepat menghadap jendela yang terbuka.

"Boleh duduk di sini?"

Sebuah suara baritone menyadarkanku dari lamunan. Aku segera mencari sumber suara itu. Sesosok pria tinggi dengan bahu lebar berdiri di sampingku sambil membawa secangkir minuman. Dari aromanya, itu sepertinya kopi hitam.

Hmmm... papa juga sangat suka minum kopi hitam. Aku selalu membuatkan kopi untuknya tiap pagi dan sore hari saat papa pulang kantor.

"Boleh? Soalnya tempat lain penuh."

Aku tersadar.

"Oh... ya silahkan."jawabku sambil memandang berkeliling.

Ya.. tempat ini memang sedang ramai. Aku beruntung bisa mendapatkan bangku dengan view yang bagus.

Pria itu tersenyum, meletakkan cangkirnya di atas meja kemudian menarik bangku di sampingku dan duduk di situ.

"Terima kasih.."ucapnya tulus sambil menatapku yang membalasnya dengan anggukan dan senyum canggung.

Saat itu aku baru melihat wajah pria yang kini asik membaca buku di sampingku. Garis wajahnya tegas. Rambutnya disisir rapi dengan style pria masa kini. Matanya sipit dan tidak memiliki kelopak mata ganda. Hidungnya mancung. Kulitnya bersih dan penampilannya simple tapi menarik. Dia tampan.

Astagfirullah.. apa yang sedang kulakukan?!

Aku berusaha menenangkan diri sambil meneguk coklat panas yang masih...panas.

Uhuk!

Aku tersedak. Kerongkonganku serasa terbakar. Mataku mulai berair. Ahh.. bodohnya. Kenapa ceroboh begini.

Untung saja coklat itu hanya mengenai jilbab dan meja di depanku.

"Kamu ga papa? Ini tisue.."pria itu menyodorkan tisue padaku. Aku dengan cepat meraihnya.

"Ga papa kok. Makasih...tisuenya.."

Balasku sambil membersihkan cipratan coklat dari jilbabku sementara pria itu membantu membersihkan coklat di meja.

Malu sekali rasanya. Aku pasti terlihat menyedihkan sekarang.

"Mas, minta air mineral 1 ya."pinta pria di sampingku. Dia sudah selesai membersihkan tumpahan coklat di meja. Tak lama kemudian air mineral yang dipesan sudah berada di depan mataku.

"Nih, diminum dulu."dia menyodorkan botol air mineral itu padaku. Aku menatap wajahnya yang tersenyum kemudian menatap botol di tangannya.

"M-Makasih..lagi.."

Kuteguk air mineral pemberiannya, kali ini dengan perlahan. Aku tidak mau ada kejadian memalukan lain terjadi lagi malam ini.

"Aku Dimas."ujarnya memperkenalkan diri. Kuletakkan botol air mineral di meja kemudian menyambut tangannya yang terjulur ke arahku.

"Ayu.. namaku Ayu."

"Kamu orang sini? Maksudku orang asli sini?" Tanyanya memulai percakapan.

"Aku lahir dan besar di sini. Tapi pas kuliah di Jember. Terus sekarang balik lagi ke sini."jawabku.

"Oohh.. kenapa di sana? Bukannya kampus di Jogja itu lebih baik? Atau di Surabaya.."

"Mmm...waktu itu aku ikut orang tua pindah ke sana. Papa ku tugas di sana. Tapi sekarang..."

Aku tak sanggup melanjutkan. Semua kenangan itu muncul lagi.

"Oh gitu. Kalo aku baru 2 bulan di sini. Aku kerja di Gedung keuangan. Sebelumnya aku kerja di Jakarta. Terus dapat tawaran untuk di mutasi ke 2 kota. Palu atau Manado. Tapi aku pilih kota ini, karena aku dengar kota ini punya pemandangan laut & pegunungan yang bagus. Oh iya. Ada taman lautnya juga. Aku suka menyelam & mendaki. Makanya aku pikir aku akan lebih cocok di sini."Jelasnya panjang lebar.

Aku mendengarkan ceritanya sambil sesekali melempar pandang ke luar jendela.

Oh..gedung keuangan..dekat dengan kantorku dong..gumamku dalam hati.

Ah..Aku tidak boleh terlalu lama menatap wajah pria ini. Apalagi saat dia tersenyum. Terlalu bersinar. Berbahaya untuk kesehatan jantungku.

"Kamu kuliah atau kerja?"

"Kerja." Jawabku singkat. Sebenarnya aku ingin bertanya padanya tentang beberapa hal tapi aku terlalu gugup. Kenapa otakku tak berfungsi baik di saat-saat seperti ini..sigh.

"Kirain masih kuliah.. sering ke sini?"

Kenapa dia banyak bertanya. Aku merasa seperti sedang diinterogasi.

"Beberapa kali. Tapi ini pertama kalinya datang sendiri.."

"Baru putus?" Tanyanya lagi.

"Hah?" aku terkejut mendengar kata-katanya barusan. Putus sama siapa? Pacar aja ga punya. Batinku.

"Ga kok. Emang lagi pengen sendiri.."

Tolong hentikan interogasi ini.

"Lagi berantem?"

Aku menatapnya. Wajahnya terlihat serius saat menanyakan itu.

"Berantem sama siapa? Kucing? Hahahahah." Aku tak kuasa menahan tawa. Dia pun tersenyum lebar, memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapi. Matanya yang sipit membentuk seperti bulan sabit. Cute.

"Ya kali aja. Cewe kan kalo jalan sendiri itu biasanya lagi galau. Atau lagi berantem sama pacarnya. Atau baru putus.." ujarnya polos.

Dia menyeruput kopi miliknya kemudian tersenyum. Orang ini sepertinya suka sekali senyum. Dari tadi dia tersenyum terus padaku.

"Ya...mungkin kalo cewe itu punya pacar sih. Kalo ga punya mau berantem sama siapa kan. Lagian aku emang suka jalan sendiri kok. Mungkin karena udah biasa sendiri."

Yah. Aku memang sudah lama tidak memiliki hubungan special dengan seorang pria. Terakhir pacaran pas kuliah semester 3, berarti sekitar 10 tahun lalu.

Ternyata sudah selama itu ya. Aku pun baru menyadarinya. Usiaku sekarang 30 tahun dan masih bersolo karir di saat teman-teman yang seumuran sudah memiliki anak..What a life

"Jomblo to... sama dong."gumamnya pelan tapi terdengar olehku.

Aku melirik pria bernama Dimas itu. Kalo dari penampilannya, tak mungkin pria seperti dia ini masih single. Setidaknya dia punya pacar. Atau tunangan. Atau malah sudah menikah.

Oh my! Kalo dia suami orang dan ada yang melihat kami, mereka pasti akan salah paham.

Aku segera memasukkan handphone ku ke dalam tas. Alarm di otakku seketika berbunyi. Aku harus segera pergi. Aku tak mau terlibat dalam pembicaraan yang terlalu jauh dengan pria ini.

"Mau kemana?" Sepertinya dia terkejut saat melihatku hendak pergi.

"Pulang. Udah mau jam 9." Jawabku sambil berdiri dan mulai berjalan ke luar. Dia mengejarku.

Ya Allah. Bagaimana kalau dia orang jahat yang memanfaatkan ketampanannya untuk menggoda gadis jomblo nan kesepian seperti aku?!

"Ay! Bentar.. tunggu."

Dan anehnya aku menghentikan langkahku. Dimas berjalan ke arahku.

Bodoh! Kenapa berhenti?!

"Hei... apa kita bisa ketemu lagi?"

Aku berbalik menatapnya. Matanya balas menatapku dengan penuh harap.

"Insya Allah.. mungkin.." jawabku. Jantungku berdegub kencang. Perasaan yang sudah lama tak kurasakan datang menyergapku. Dimas tersenyum (lagi).

"Bisa minta nomor handphone atau wa.." dimas menyodorkan handphone nya padaku.

Itu handphone keluaran terbaru yang setahuku harganya bisa untuk membeli motor matic baru, cash.

Aku berpikir sejenak. Buat apa dia minta nomor hp? Jangan-jangan dia mau menerorku? Atau dia mau membuntutiku? Sekarang kan bisa melacak keberadaan nomor hp.

Aku menepis pikiran-pikiran negatif yang bermunculan di otakku yang baru saja berfungsi.

Kuraih handphonenya dengan hati-hati. Takut merusak benda mahal itu. Aku mulai mengetik nomor handphoneku, lalu mengembalikan handphone itu padanya. Setidaknya aku sudah pernah menggenggam barang mewah yang tak akan pernah bisa kudapatkan itu.

"Kamu pulang naik apa? Angkot? Taksi?"

"Aku bawa motor. Duluan ya. Selamat malam."

Aku pun segera pergi dari hadapannya. Bergegas menuju tempat aku memarkirkan motor berwarna biru putih kesayanganku.

Aku melihat sosoknya yang masih berdiri di tempat aku meninggalkannya dari kaca spion.

Bayangannya pun terlihat tampan. Aku tak boleh menaruh harapan apapun. He's way too perfect for me..


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C3
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login