Download App

Chapter 14: Acara Pernikahan

Di sebuah rumah mewah terdapat cukup banyak tamu. Hari ini adalah hari pernikahan Rivaldi dan Veronika. Pernikahan keduanya memang sengaja dipercepat atas permintaan Veronika, tamu yang diundang hanya kerabat serta saudara saja. Tidak ada satupun teman dekat atau sahabat Rivaldi maupun Veronika yang mengetahui hal ini. Mereka berdua memang sengaja merahasiakan pernikahan ini.

Wajah Rivaldi terlihat kusut, lelaki berusia dua puluh tahun itu masih berada di dalam kamar. Rasanya sangat tidak siap, memikirkan bagaimana nantinya jika Jovanca tahu pernikahannya dengan Veronika. Bisa-bisa hubungannya dengan Jovanca harus berakhir, oh tidak. Bagaimana ini? Bodoh! Rivaldi merutuki dirinya sendiri, menyesal telah menerima perjodohan ini.

Berbeda dengan Arina yang kelihatannya sangat bahagia. Senyuman tidak luntur dari wajahnya, Arina tidak memikirkan bagaimana rasanya jika dia berada di posisi Rivaldi. Dipaksa untuk menikah dengan orang yang tidak dicintainya, padahal jaman sekarang jarang sekali dilakukan perjodohan. Lagi pula, Rivaldi itu sudah besar bisa memilih jodoh yang terbaik bagi dirinya sendiri.

"Mah, batalin aja bisa gak sih? Aku tuh masih terlalu muda buat menikah. Nanti kalau aku gak bisa nafkahin Veronika gimana? Mamah mau tanggung jawab?" rengek Rivaldi.

Arina mengembuskan napasnya secara kasar. "Eh? Kamu ngomong apa sih? Jangan gitu dong sayang, tenang aja deh nanti soal nafkah biar mamah bantu," tegurnya.

Rivaldi berjanji, tidak akan membiarkan ada satu orang pun yang mengetahui hal ini. Seharusnya sejak awal dia bisa menolak keras-keras pernikahan ini. Tapi semuanya sudah terlanjur, nasi sudah berubah menjadi bubur. Andai saja waktu bisa diulang mungkin Rivaldi akan memanfaatkannya dengan baik.

"Udah, jangan cemberut terus. Ayok kita ke bawah kayaknya pak penghulu sama keluarganya Vero udah datang deh!" Lalu, Arina menarik tangan Rivaldi dan mengiringnya sampai ke ruang tamu.

Ruang tamu kediaman Rivaldi sudah dihias secantik mungkin, kursi-kursi sudah disusun dengan rapi dan terdapat beberapa bunga yang sengaja ditaruh di setiap sudut ruangan. Rivaldi duduk tepat di depan seorang penghulu, di sampingnya sudah ada Veronika yang mengenakan kebaya adat Jawa.

Tidak ada lagi suara keributan para tamu, mendadak ruangan sepi seperti di kuburan. Pak penghulu mulai menjabat tangan Rivaldi, tidak lama kemudian proses ijab qabul mulai dilaksanakan. Para tamu mengucapkan sah secara bersamaan, hari ini hari yang berbahagia bagi para tamu tapi tidak bagi kedua mempelai tersebut.

"Selamat ya kalian berdua, akhirnya udah menikah. Cepet kasih mamah cucu ya, gak sabar nih pengen nimang bayi," goda Sarah.

Veronika menundukkan kepalanya, bukan karena malu melainkan karena merasa tersindir dengan ucapan Sarah. "Iya mi, do'ain aja semoga aku dan Valdi cepat dikasih momongan," jawabnya pelan.

Kini, para tamu sudah dipersilahkan untuk menikmati hidangan yang telah disediakan. Sementara kedua mempelai memilih untuk duduk di tempat yang sedikit jauh dari kerumunan. Mereka berdua ingin membicarakan soal pernikahan paksa ini. Rivaldi mempunyai sebuah ide untuk membuat kesepakatan dengan Veronika.

"Ver, gimana kalo kita buat kesepakatan? Kan karena kita gak saling mencintai, gue pengen kalo kita tetap bisa pacaran sama orang yang kita cintai, gimana?" usul Rivaldi.

Veronika terdiam selama kurang lebih lima detik, kemudian menjawab, "Terserah, kalau gue sih udah putus sama Gavin. Jadi itu hak lo aja."

Kesepakatan keduanya sudah benar-benar deal. Jadi, Rivaldi tidak perlu mengakhiri hubungannya dengan Jovanca, kecuali jika gadis itu sudah mengetahui pernikahan Rivaldi dengan Veronika. Mau tak mau, mungkin Rivaldi harus bisa menerima apapun keputusan Jovanca nanti.

"Oh iya, nanti malam ingat ya. Kita tidur di kamar terpisah," peringkat Rivaldi.

Veronika menganggukkan kepalanya cepat. "Iya sih, ngomong mulu lo," jawabnya kesal.

Rumah yang akan Rivaldi dan Veronika tempati nanti adalah rumah baru pemberian Arina, seharusnya rumah tersebut Rivaldi tempati bersama Jovanca. Semoga saja seiring berjalannya waktu, harapan Rivaldi untuk menempati rumah tersebut bersama Jovanca bisa cepat tercapai.

"Ya udah, kalau gitu gue mau ke kamar dulu." Kemudian, Rivaldi mulai melangkahkan kedua kakinya untuk memasuki kamar.

***

Hari Minggu ini, berbeda bagi Jovanca. Sebab gadis yang memiliki rambut sebahu itu tidak bisa jalan-jalan. Karena kondisinya kurang sehat. Maka dari itu, Gavin bertugas untuk menjaganya seharian. Sementara Arya pergi ke pesta pernikahan Veronika dan Rivaldi bersama Sarah.

Seharian penuh Gavin menjaga Jovanca di rumah, kelihatannya dia seperti Kakak kandung Jovanca. Gavin memasak bubur untuk Jovanca, lalu menemaninya tidur. Dan yang lebih membuat Jovanca bahagia adalah ketika diam-diam Gavin membelikannya novel dari karya salah satu penulis yang sudah cukup dikenal khalayak ramai.

Judul novel tersebut adalah Bestfriend Or Girlfriend, kisah dalam novel tersebut hampir sama seperti kisah yang Jovanca rasakan. Maka dari itu, betapa bahagianya hati Jovanca saat melihat novel yang sudah sejak lama dia ingini kini bisa dia peluk erat.

Jovanca memeluk novel tersebut erat. "Ih, makasih lho! Kamu baik banget!" pekiknya girang.

"Sama-sama, aku seneng kalau lihat kamu seneng. Janji ya jangan sedih-sedih lagi?" Gavin menatap Jovanca lekat.

Kesedihan tidak akan ada yang tahu kapan datang ke dalam hidup kita, Jovanca terdiam karena tidak bisa berjanji kepada Gavin agar tidak sedih lagi. Sebab dia tahu, pasti ada saja ujian hidup dari Sang Maha Kuasa dalam kehidupan ini.

"Ya aku gak bisa janjilah, kan kita gak tahu kapan masalah itu datang," jawab Jovanca dengan wajah sedihnya.

Gavin mengembuskan napasnya kasar, lalu berucap, "Intinya ingat aja dulu pesan dari aku, jangan sedih mulu meskipun banyak badai di hidup kamu. Karena dengan cara sedih, semua badai itu gak akan pernah berhenti."

Pesan yang diberikan Gavin terngiang-ngiang di pendengaran Jovanca. Selama kurang lebih lima menit keduanya saling terdiam, sampai akhirnya tiba-tiba saja Gavin kaget dengan bunyi ponselnya yang menandakan ada pesan masuk. Gavin segera merogoh saku celananya lalu melihat ada pesan dari siapa.

Betapa kagetnya Gavin saat melihat nomor tak dikenal mengirimnya sebuah foto pernikahan. Di sana terpampang dengan jelas ada foto keluarga Rivaldi dan Veronika. Gavin benar-benar syok saat melihat foto tersebut. Melihat ekspresi wajah Gavin, tanpa ijin Jovanca segera mengambil ponsel yang ada digenggaman Gavin.

Kemudian, gadis itu melihat foto apa yang ada di ponsel sepupunya itu. Hati Jovanca sangat teriris melihat foto yang ada di layar ponsel Gavin, tapi Jovanca berusaha agar tidak menangis. Karena percuma saja dia menangis, tak akan bisa membuat Rivaldi membatalkan pernikahannya. Hanya saja yang Jovanca sayangkan, kenapa Rivaldi tidak berkata bahwa dia dijodohkan dengan gadis yang sebentar lagi akan berstatus sebagai Kakak tiri Jovanca?

Jovanca memberikan ponsel tersebut kepada Gavin. "Matiin ponselnya," titahnya dengan suara datar.

"Loh, kok--" Belum sempat Gavin menyelesaikan pertanyaannya, Jovanca sudah terlebih dahulu memotongnya.

"Matiin ponselnya!" teriak Jovanca, lalu mau tak mau Gavin mematikan ponsel miliknya.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C14
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login