Download App

Chapter 16: Benar-benar kehilangan 4

"Ini aku ma, Ramona anak kesayangan mama "Ramona berusaha memeluk mamanya yang tidak mengenalinya sama sekali.

"Pergi...! Kau siapa ? jangan-jangan kau hendak menculik anakku...Pergiiii !"Pekikan Ibu Melisa terdengar oleh pak Hendrinata yang saat itu baru selesai berwudhu.

"Mona, sini nak. jangan paksa mama untuk mengingatmu, Ingat pesan pak Kyai kemarin ? Jika mama terlihat linglung ambil wudhu dan mukena terus bacalah Alqur'an". Pak Hendrinata menarik nafas panjang, sedih juga melihat putrinya yang sama sekali tidak dikenali ibunya, bukan cuman Ramona, Rukiyah, Nuriman dan Yusran juga sama. Untunglah Ibu Melisa masih mengenali Pak Hendrinata sebagai suaminya.

"Mama sudah ambil wudhu ? ayo kita sholat bareng" Ajak pak Hendrinata kepada istrinya untuk sholat Ashar berjamaah.

Ramona mengambil mukena dan segera begabung untuk sholat bersama, dia sengaja menunggu sholat dimulai agar ketika dia berdiri disamping ibunya tidak akan menimbulkan masalah. Tapi dugaannya meleset, setelah tasyahud akhir dan diakhiri dengan ucapan salam. Ibu Melisa langsung mencekik leher Ramona. Pak Hendrinata terkesiap dan langsung melepaskan cekikan ibu Melisa, Ramona nampak kesulitan bernafas. separah inikah ibunya ? air matanya mengalir deras dia segera menjauh dan duduk memeluk lututnya dengan kedua tangan. Pak Hendrinata segera membimbing istrinya ke kamar. Ramona tak sanggup melihat pemandangan yang menyayat hatinya, dilihatnya papanya tersenyum memberi support padanya, hatinya seakan teriris, perih....Mama...kenapa jadi seperti ini ? Tuhan apa yang terjadi dengan ibuku, cobaan apa ini ? Ramona menangis sesenggukan. Terdengar salam, rupanya Yusran sudah tiba dari kampusnya. Pak Hendrinata segera menghampiri Ramona dan meminta Yusran menemani Ibunya. Perlakuan Ibu Melisa terhadap ketiga anaknya yang lain berbeda walau tidak mengenali mereka tatapi Ibu Melisa tidak akan melakukan gerakan apapun, mungkin karena di RS Ibu Melisa sering melihat mereka.

"Jangan benci mamamu ya nak," Pinta Pak Hendrinata sambil mengusap kepala putrinya.

"Gak pa, aku gak membenci mama, aku malah semakin sayang pa, ditikam sekalipun aku pasti gak akan membenci mama"

Pak Hendrinata semakin pilu, kesalahannya karena tidak membiarkan Ramona ke RS akibatnya seperti ini.

"Pa, kenapa Allah memberi kita cobaan berat seperti ini ?"Tanya Ramona di sela isak tangisnya

"Allah itu memberikan cobaan kepada mereka-mereka yang sanggup melaluinya, Allah tidak akan memberikan ujian kepada Hambanya yang tidak sanggup memikulnya" Nasehat Pak Hendrinata menenangkan Ramona.

"Tapi pa, aku gak sanggup melihat mama seperti itu" Ramona mulai menghapus air matanya, dia berusaha untuk tidak menangis lagi, dia tak ingin melihat ayahnya sedih karenanya.

"Tahukah kamu nak, Allah memberikan sakit kepada mamamu artinya Allah sayang, Dosa-dosa mamamu berguguran".

Hampir setahun Ibu Melisa menderita sakit yang entah apa jenis penyakitnya, kata dokter semua normal. Yang diresepkan hanyalah obat penenang, semua upaya telah dilakukan dari tabib sampai ustad-ustadzah peruqyah di datangkan. Pak Hendrinata rela mengorbankan hartanya untuk kesembuhan istri tercintanya. Mobil-mobil di jual, kapal pukat kini hanya tinggal 1 yang menjadi penopang kehidupan keluarganya.

Siang itu Ramona bersama kakak-kakanya membaca Alqur'an yang dituntun oleh Ustad Alwi, suaranya merdu menyayat hati pendengarnya. Belum juga usai bacaannya terdengar teriakan histeris dari kamar Ibu Melisa. Rupanya mendengar lantunan ayat suci Alqur'an membuat Ibu Melisa menangis histeris. Atas petunjuk ustad Alwi kami tetap melanjutkan bacaan sampai selesai.

Setelah merapikan Alqur'an pada tempatnya kami semua segera menuju kamar, rupanya Ibu Melisa tak sanggup mendengarkan ayat-ayat Alqur'an dan langsung pingsan.

Ustad Alwi segera menyerahkan air untuk diusapkan ke wajah Ibu Melisa, Pak Hendrinata yang terlihat sangat pasrah menyambut gelas yang berisi air tersebut dan mengusapkan kewajah Ibu Melisa. Suasana hening, yang terdengar hanyalah isak tangis yang tertahan yang tidak lain pasti Ramona. Pak Alwi membisikkan sesuatu ditelinga Pak Hendrinata, lalu terlihatlah pak Hendrinata membacakan ayat-ayat pendek di telinga Ibu Melisa. Almuawwizzatain, ya...tiga ayat pendek yang sangat manjur dibaca untuk menghalau gangguan sihir dan gangguan lainnya. Terdengar bacaan surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas dibaca berulang-ulang ditelinga Ibu Melisa dan sepertinya berhasil.

Ibu Melisa membuka mata dan mulai memanggil nama Ramona. Ramona tersentak dan segera menghampiri ibunya, segera dihapusnya air matanya dia berusaha tersenyum setulus mungkin dihadapan Ibunya.

"Mama, ini mona..."Ramona mengenggam jemari tangan ibunya yang sangat dingin.

"Mona...mona", hanya itu yang keluar dari bibir ibu Melisa. Semua mendekat, wajah ibunya sangat pucat. Yusran, Rukiah dan Nuriman memijat kaki ibunya yang terasa dingin seperti es secara bergantian.

Ibu Melisa berbisik perlahan, "Maaf....maaf " kata-kata itu terus diucapkan berulangkali.

Ustad Alwi dan Pak Hendrinata yang segera menyadari apa yang terjadi segera membetulkan semua posisi bantal selimut dan lainnya. Pak Hendrinata meminta Ramona bergeser, pak Hendrinata berusaha membimbing istrinya untuk membaca Syahadat dan ucapan La Ilaha Ilallah berulang kali, setelah Ibu Melisa mengucapkannya matanya perlahan tertutup dan tersenyum terlihat tidur lelap sambil tersenyum. Ramona yang berpikir jika ibunya tidur tersentak dengan ucapan yang keluar dari mulut Pak Hendrinata dan Ustad Alwi secara bersamaan. "Innalillahi Wainna Ilaihi Rajiuun"


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C16
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login