Download App

Chapter 4: Berceritalah

"Kenapa?" tanya Rafli, "Coba kamu cerita sama aku, siapa tau aku bisa bantu kamu."

Diandra menatap Rafli dengan mata yang sudah berkaca-kaca, melihat Rafli yang terus menatapnya dengan tatapan iba malah membuatnya semakin ingin menangis.

"Kenapa?" tanya Rafli lagi.

Diandra menggelengkan kepala. "Gak akan pernah ada solusinya, jadi percuma! Aku cerita pun percuma, Raf."

Rafli meraih telapak tangan Diandra dan menggenggamnya. "Ada ... pasti ada kok solusinya, makanya sekarang kamu cerita sama aku, kenapa? Ada apa? Jelasin sama aku, kalau aku udah tau kan enak, aku jadi bisa bantu kamu cari jalan keluarnya seperti apa nanti," ucap Rafli.

Diandra kembali menggelengkan lagi kepalanya, air matanya sudah menetes membasahi pipi. "Enggak akan pernah ada jalan keluarnya, Raf ... gak akan pernah ada! Gak akan pernah ada solusi dan jalan keluar untuk masalah yang sedang aku hadapi sekarang! Aku juga bahkan malu untuk menceritakan semuanya sama kamu."

"Kok kamu mikirnya gitu?"

"Ya karena emang gak akan pernah ada solusi apalagi jalan keluar, Raf! Bagi aku ini masalah paling besar yang pernah aku hadapi dan gak akan pernah ada solusi! Hanya akan membuat aku ...." Diandra tak lagi meneruskan ucapannya, ia bingung harus mengucapkan kata apa lagi.

"Apa? Buat kamu apa?" tanya Rafli semakin penasaran.

Diandra menggelengkan kepalanya lagi. "Enggak, udahlah, Raf ... jangan dibahas, aku lagi gak mau bahas apapun," ucap Diandra. "Bahas itu malah buat mental aku down!"

"Ck!" Rafli berdecak kesal, dia enggan terus memaksa Diandra bercerita karena dia yakin pasti Diandra akan tetap kekeuh dengan pemikirannya.

***

Pukul 18.30

"Dii?"

"Hm?" Diandra yang tengah memotong sawi itu menoleh melihat ke arah Nadisya sebentar lalu kembali fokus memotong sawi lagi. "Apa? Kenapa?"

"Kamu beneran gak kenapa-kenapa?" tanya Nadisya, "gak mau cerita apapun sama aku?"

Diandra menelan salivanya saat Nadisya kembali bertanya. Namun, dia berusaha tenang dan bersikap baik-baik saja. "Enggak, Sya. Aku gak kenapa-kenapa," ucap Diandra.

"Tapi kok kamu rada beda ya? Gak kayak biasanya! Kamu juga malah jadi pendiem banget, biasanya tiap kesini kamu heboh loh, ini kok malah sebaliknya? Pasti ada yang lagi kamu pikirin kan? Kamu sedang dalam masalah?" tanya Nadisya lagi.

"Aku rada gak enak badan," jawab Diandra, "Kemarin ... pas kamu lagi gak enak badan, kamu juga lebih banyak diem kan?"

"Iya juga sih," ucap Nadisya seraya menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal.

"Nah kan ... ya udah ...."

Nadisya melihat Diandra yang masih tetap fokus dengan pekerjaannya, kali ini Diandra tak lagi memotong sawi tapi mencuci sawi itu di wastafel. "Hmmm ... Dii?" panggil Nadisya lagi

"Apa?" Diandra menjawab dengan nada lembut.

"Kamu gak ada perasaan apa gitu sama Si Rafli?" tanya Nadisya

Diandra sontak langsung menoleh dan melihat ke arah Nadisya. "Rafli? Rafli mana nih? Rafli mantan kamu?" tanya Diandra.

"Cih ... mantan," ucap Nadisya sedikit mendelik.

"Ya terus Rafli yang mana?" tanya Diandra.

"Ya emang Rafli itu! Temen kita yang namanya Rafli kan cuma dia! Tapi ya gak usah di perjelas juga!" ucap Nadisya.

"Ya kan emang mantan kamu," ucap Diandra.

"Ya udah … langsung ke inti deh! Kamu ada rasa gak sama dia?"

"Kok nanya aku? Aku mah biasa aja," jawab Diandra, "Kenapa emang? Kamu mau balikan sama dia? Terus Si Darren? Gimana?"

"Astaghfirullah ... nih anak kalau ngomong gak ada akhlak ya! Ya masa aku balikan sama dia! Ya enggaklah!" jawab Nadisya.

"Lah terus?"

"Enggak, ini penglihatan aku ya ... kok diliat-liat cara si Rafli natap kamu tuh sekarang rada beda ya? Dia juga jadi keliatan lebih care sama kamu loh. Dia kayaknya suka deh sama kamu, Dii."

Pfftt

Diandra malah tertawa pelan.

"Laahh … kok malah ketawa?" tanya Nadisya.

"Ya lagian aneh-aneh aja! Ya gak mungkin lah dia suka sama aku, dia care sama aku itu ya karena kita temenan udah lama! Dari jaman SMA loh, Sya! Kemarin pas kamu lagi ada masalah sama Si Alfa juga, dia care sama kamu kan?"

"Ya iya sih, tapi kali ini care sama kamunya tuh beda Diandra, masa kamu gak peka sih?"

Diandra kembali mencuci lagi sawi yang hendak dia masak. "Udahlah, Sya ... itu cuma perasaan kamu doang, dia gak mungkin suka sama aku, aneh-aneh aja," ucap Diandra.

Lagi pula, jika pun dia menyukaiku, aku tidak yakin Rafli mau denganku setelah tau kalau aku sudah bukan wanita terhormat lagi. Mana ada laki-laki yang mau dengan wanita bekas orang.

"Dii ...."

"Aku mau masak mie, pake sayur plus bakso, kamu mau?" tawar Diandra mengalihkan pembicaraan.

"Ya maulah, emang kamu doang yang laper? Ya aku juga sama!" jawab Nadisya.

"Ya udah ... diem! Jangan banyak ngomong dan jangan ganggu aku terus!"

"Cih!" Nadisya memicingkan mata dan mendelik sinis pada sahabatnya itu.

***

Beberapa hari kemudian.

Diandra melangkahkan kaki masuk ke perusahaan tempatnya bekerja, ini hari pertamanya masuk setelah meliburkan diri beberapa hari.

"Diandra!"

Diandra menghentikan langkah, dia memejamkan mata saat mengenal suara yang memanggilnya. Diandra lalu kembali berjalan lagi, enggan menanggapi.

Grep!

Andra berhasil meraih pergelangan tangan Diandra. "Diandra?"

Diandra melepas tangan Andra yang memegang pergelangan tangannya. "Jangan sentuh-sentuh!" ucap Diandra dengan nada ketus.

"Kamu kenapa sih, Dii? Kamu kemana aja huh? Kenapa WA aku kamu blok? Kenapa aku susah banget ngehubungin kamu?"

"Apa sih, Ndra? Ya itu terserah aku lah! Kan itu hak aku! Udah ya ... aku sibuk! Kerjaan aku pasti numpuk!" ucap Diandra berbalik dan melangkahkan kaki.

Andra berjalan cepat dan berdiri di depan Diandra. "Kalo kamu terus menghindari aku seperti ini, berarti dugaan aku bener! Malam itu ... kita memang melakukannya kan?" tanya Andra dengan nada pelan dan menatap Diandra dengan sangat serius.

Diandra menelan salivanya. "Enggak! Melakukan apa hah? Aku gak ngerti sama apa yang kamu maksud!"

"Ayolah, Dii! Jujur aja kenapa sih? Aku yakin kalau malam itu kita emang melakukan itu! Ngeliat sikap kamu yang kayak begini buat aku semakin yakin, jadi please ... apa salahnya jujur? Biar aku bisa tanggung jawab sama apa yang udah aku lakuin ke kamu."

Diandra diam dan hanya menatap Andra dengan tatapan sinis.

Untuk apa bertanggung jawab jika yang ada dipikiran kamu hanya Nadya! Bahkan saat kamu gak sadar pun yang kamu lihat hanya Nadya! Enggak, Ndra! Aku memang mencintai kamu, tapi tidak dengan menjalin hubungan hanya karena pertanggungjawaban, aku tidak mau makan hati setiap hari nanti!

"Dii?"

"Aku gak ngerti sama apa yang kamu omongin," ucap Diandra lalu kembali berjalan melewati Andra.

"Ck! Huuhh!" Andra menghembuskan napasnya dengan sangat kasar karena kesal.

Bersambung ….


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C4
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login