Download App
75% Ataksia

Chapter 3: 2. Pertemuan Pertama

Javier mendapat lima belas jahitan di bagian belakang kepalanya, cowok satu ini sudah siuman sejak semalam dan kini sedang bermain game di ponselnya. Untung saja tidak terjadi apa-apa pada kepalanya, Yusuf—ayahnya—memarahinya habis-habisan karena mengira anaknya itu ikut tawuran. Namun setelah Javier menelepon wali kelasnya barulah Yusuf percaya kalau Javier hanya korban bukan pelaku.

Yusuf juga jadi teringat cerita Yasmina yang katanya STM depan sekolahnya tiba-tiba di serang sekolah lain dan itu artinya memang anaknya masih berada di sekolah saat tawuran terjadi. Kemarin Yusuf tidak sempat bertemu dengan wali kelas Javier karena sedang bersama Yasmina, hanya ada Titan—kakak Javier—saja saat itu. Jadi Yusuf kira anak sulungnya itu berusaha melindungi adiknya.

"Main hape terus! Sakit itu dibuat istirahat bukan main hape!" Titan datang menggantikan ibunya karena harus bekerja.

"Bosen, Kak! Jalan-jalan boleh?"

"Mau jalan-jalan ke mana sih? Lo itu belum sembuh, buat istirahat aja biar cepet sembuh!" Titan menarik kursi di bawah tempat tidur adiknya itu lalu mendudukinya.

"Bosen, Kak! Justru dibuat jalan-jalan biar cepet sembuh!" rengek Javier.

"Nih bocah ngeyel banget dibilangin! Nggak ada! Nih, main hape aja kalo gitu!" Titan meraih ponsel adiknya yang baru saja diletakkan itu.

"Kakak mah!"

"Nanti kakak ada kuliah jam sepuluh, lo sendiri nggak pa-pa? Nanti papa jam sebelas ke sini buat nemenin lo sampe kakak pulang!"

Javier melihat jam di ponselnya yang masih menunjukkan pukul enam pagi, masih ada waktu kira-kira empat jam kurang dirinya akan terkurung di dalam kamarnya ini. Javier memilih sendiri saja daripada harus berada di kamarnya, kan kalau dia sendiri dia bisa jalan-jalan keluar. Javier ini tipe anak yang tidak bisa diam, meskipun sakit juga tetap tidak bisa diam. Mama, papa dan kakaknya saja kemarin sangat khawatir saat mendengar Javier jadi korban tawuran dan terkena lemparan batu di kepalanya, tapi anaknya saja justru masih sempat tersenyum tanpa dosa saat keluar dari UGD dengan lima belas jahitan di kepalanya. Untung saja hasil CT Scan tidak menunjukkan cidera parah.

"Papa udah berangkat?" tanya Javier. Yusuf dan Sekar semalam menjaganya namun Yusuf subuh tadi pamit untuk pulang karena pagi-pagi sekali dia harus menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan untuk tes Yasmina nanti.

"Papa berangkat pagi banget tadi, mau nyiapin keperluan tes pasiennya. Kenapa?"

"Kangen sama papa!"

"Dasar anak papa! Lo tau, kemaren gue dimarahin papa gara-gara gue dikira belain lo! Lo sih, pake kena lemparan batu segala!" omel Titan.

"Ya mana gue tahu kalo bakal kena lemparan sih, Kak! Itu aja posisinya gue sama yang lain mau balik kelas karena kondisinya nggak mungkin buat ngelawan!"

"Ya makanya hati-hati! Harusnya pas udah tahu ada serangan langsung balik kelas, pake bales ngelempar segala!"

"Reflek itu kemarin! Ya udah, besok-besok kalo ada serangan lagi langsung balik kelas deh!" Javier lelah mendapat ocehan sejak kemarin.

"Kakak mau sarapan dulu!" tadi di rumah Titan tidak sempat sarapan, jadi dia membawa bekal ke rumah sakit. Mamanya itu paling tidak suka kalau anak-anaknya melewatkan sarapan, jadi keduanya terbiasa untuk sarapan sebelum memulai aktivitas sehari-hari.

***

Liliana sudah mengizinkan Yasmina untuk tidak masuk sekolah beberapa hari ke depan dan pagi ini mereka berdua sudah bersiap untuk berangkat ke rumah sakit sekalian bersama Johan—ayah Yasmina—berangkat kerja. Yasmina tidak tahu berapa hari dia akan berada di rumah sakit, Yasmina juga tidak tahu sebenarnya dia sakit apa. Semoga saja bukan penyakit yang parah. Ayu, kakak Yasmina juga akan ikut mengantar adiknya itu ke rumah sakit. Sama seperti Liliana, Ayu juga mengkhawatirkan kondisi adik semata wayangnya itu.

"Kak, kenapa bunda bawa Yasmin ke dokter saraf? Kenapa nggak di CT Scan aja? Bukannya lebih pasti di ST Scan, hasilnya juga pasti lebih cepet keluarnya?" tanya Yasmina saat kakaknya itu memasukkan beberapa keperluan adiknya ke dalam tas jinjing.

"Bunda pasti punya alasan sendiri kenapa bawa kamu ke dokter saraf, Dek! Bunda pasti tahu mana yang terbaik buat kamu, kamu nggak usah takut ya!" Ayu berusaha menenangkan sang adik.

"Yasmin takut, Kak! Yasmin baik-baik aja kan?"

Ayu menghentikan aktivitasnya yang hampir selesai dan menatap sang adik, "kamu akan baik-baik aja, Dek! Kakak, bunda sama ayah akan selalu nemenin kamu!"

"Udah siap?" Liliana menghampiri kedua anak gadisnya.

"Udah, Bun! Yuk!" Ayu sudah selesai dengan tugasnya. Mereka berangkat menuju rumah sakit, Yasmina berusaha tenang dan meyakinkan dirinya sendiri kalau dia akan baik-baik saja.

***

Pukul sepuluh Yasmina selesai melakukan tes fisik berupa tes keseimbangan dan koordinasi. Nanti jam satu siang Yasmina harus melakukan tes lagi yaitu tes penglihatan dan pendengaran dan sekarang Yasmina meminta waktu untuk berjalan-jalan. Tadinya Liliana ingin menemani namun anak gadisnya itu tidak mau ditemani, alhasil seorang perawat mengikutinya dari kejauhan. Yasmina berjalan-jalan di taman rumah sakit yang lumayan ramai karena banyak pasien anak kecil yang sedang berjalan-jalan bersama orang tua mereka. Yasmina memilih duduk di sebuah kursi kayu panjang di bawah sebuah pohon.

"Boleh ikut duduk nggak?" tanya Javier yang kebetulan juga sedang berjalan-jalan sendiri. Yasmina tidak langsung menjawab, dia memperhatikan Javier dari atas hingga bawah baru kemudian mengangguk. Mereka duduk bersebelahan.

"Gue Javier! Lo?" Javier mengulurkan tangannya pada Yasmina.

"Yasmina!" Yasmina menerima uluran tangan Javier. "Itu kepala lo, nggak pa-pa?"

"Nggak pa-pa!" Javier meraba bagian belakang kepalanya lalu tersenyum. "Lo habis kecelakaan?"

"Jatuh sih sebenernya, cuma ya, gitu! Dagu gue kebentur trotoar pas gue lari!"

"Kebentur trotoar? Kok bisa? Lo ngapain lari-lari?"

"Kemarin pas gue pulang sekolah, STM depan sekolah gue di serang STM lain. Gue lagi di halte nungguin nyokap pas kejadian, terus gue lari! Karena nggak hati-hati ya, jatuh akhirnya!"

"Lo sekolah di SMA Jaya Bangsa?"

"Kok lo-lo anak STM Dwi Bakti?"

"Wah! Dunia sempit ya ternyata! Sekolah kita tetanggaan tapi kita ketemunya justru di rumah sakit!" Javier tertawa, membuat Yasmina ikut tertawa.

"Jadi kepala lo luka karena serangan kemarin?"

"Kena lemparan batu! Gue sama temen-temen gue mau pulang pas sekolah kita diserang, gue nggak tau sekolah kita itu salah apa sampe diserang!" Javier tersenyum yang membuat Yasmina berpikir kalau Javier ini tipe cowok yang ceria. Kepalanya terluka karena terkena lemparan batu tapi anaknya santai seolah tidak terjadi apa-apa.

"Gue takut banget kemarin, kalo aja gue tau bakal ada tawuran, gue lebih baik di sekolah dulu kemarin! Mana pas kejadian jalanan depan itu sepi banget, untungnya pas gue jatuh ada abang gojek yang nolongin! Temen-temen lo lumayan banyak juga ya yang jadi korban!"

"Kok lo tau?" Javier sejak tadi memperhatikan Yasmina saat cewek itu bercerita. Menurut Javier Yasmina lucu. Apa karena di sekolahnya tidak ada cewek jadi Javier senang bertemu Yasmina?

"Gue juga ada di UGD kemarin pas temen-temen lo dibawa ke sini, kayaknya gue liat lo juga deh kemarin! Gue langsung tau kalo mereka anak-anak sekolah lo dari seragam kalian, gue nggak bisa bayangin gimana keadaan sekolah lo pas serangan itu. Gue yang liat aja serem!" Yasmina bergidik ngeri.

"Tapi lo nggak luka kan? Maksudnya nggak kenapa-napa kan pas serangan itu? Nggak kena lemparan atau apa gitu?"

"Nggak ada, cuma kemarin sempet ada lemparan batu yang jatuh pas di depan halte tempat gue duduk!"

"Kok lo nggak langsung lari aja pas serangan itu? Mungkin kalo lo langsung lari nggak mungkin sampe jatuh!"

Yasmina tersenyum, "gue maunya juga gitu! Kalo gue bisa langsung lari, gue nggak mungkin ada di sini sekarang! Gue nggak mungkin ngejalanin serangkain tes kalo badan gue bisa diajak kompromi saat itu!"

"Maksud lo? Lo dirawat bukan karena badan lo luka-luka?" Javier melihat lengan cewek di sampingnya itu juga terluka jadi awalnya Javier kira Yasmina korban kecelakaan.

Yasmina menggeleng, "badan gue nggak mau kerja sama sama otak gue!"

Javier berpikir sejenak, meskipun anak STM, Javier sering membaca buku milik ayahnya. Buku yang menjelaskan tentang banyak penyakit saraf, apa mungkin Yasmina salah satu pasien papanya? Pertanyaan Javier terjawab saat papanya menghampiri keduanya.

"Eh, kamu kenapa keluyuran? Kepala kamu luka, seharusnya kamu diem aja di kamar!" omel Yusuf.

"Cuma jalan-jalan, Dok! Bosen di kamar terus!"

"Cepat kembali ke kamar kamu, nanti saya bilangin dokter yang nanganin kamu lho!" ancam papanya itu.

"Iya nanti balik ke kamar, Dok! Ini masih ngobrol sama dia!" Javier mencari alasan.

"Yasmin, kamu juga harus kembali ke kamar ya, Sayang! Istirahat dulu sebelum nanti jam satu tes lagi!" ucap Yusuf lembut.

"Iya, Om! Gue balik ke kamar dulu ya, lo sebaiknya balik ke kamar lo juga deh! Kepala lo belum sepenuhnya sembuh!"

Javier mengangguk, entah kenapa sejak papanya muncul pikiran Javier jadi kemana-mana. Entah kenapa dia jadi kepikiran tentang apa penyakit yang diderita oleh Yasmina. Ada sedikit rasa kasihan pada cewek itu. Sepeninggal papanya dan Yasmin pun, Javier masih berdiam diri di tempatnya.

***

"Pa! Cewek tadi pasien papa? Kok manggilnya om?" tanya Javier setelah ayahnya itu mendatangi kamar rawat inapnya karena sudah mengantarkan Yasmina kembali ke kamarnya.

"Tumben kamu kepo sama pasien papa? Kalian saling kenal?" Yusuf balik bertanya karena curiga anak bungsunya yang tidak pernah bercerita tentang cewek tiba-tiba saja ingin tahu tentang Yasmina.

"Dia cerita ke aku soal dia yang sering jatuh, juga kejadian kenapa dia bisa luka di dagu sama lengannya. Aku kayak pernah baca salah satu buku papa tentang ataksia, gejalanya mirip nggak sih, Pa sama yang dialami sama dia?"

"Kamu itu sebenernya tertarik sama otomotif apa sama kedokteran sih? Heran papa!" Yusuf tersenyum mendengar penuturan putra bungsunya. "Dia anaknya om Johan, makanya manggil papa om!"

"Om Johan, direktur rumah sakit ini?"

"Kamu kira temen papa yang namanya Johan siapa lagi? Ya iyalah om Johan direktur rumah sakit ini! Kamu udah lama kenal sama dia? Sekolah kalian kan tetanggaan."

"Baru kenal tadi, aku juga baru tahu kalo sekolah kita tetangaan! Dia nggak mungkin kena ataksia kan, Pa?"

"Papa harap juga gitu, Javier! Tapi melihat gejala yang dia alami, sedikit mengarah ke sana. Tadi tes keseimbangan sama tes koordinasi dia cuma dapet poin enam dari sepuluh poin, kita nunggu hasil tes penglihatan sama tes pendengaran dia nanti. Semoga hasilnya bagus!"

"Ataksia itu bisa sembuh nggak, Pa?"

"Sejauh ini belum ada obatnya dan dalam kasus ataksia, sebagian besar penderitanya tidak bisa disembuhkan hanya saja kita bisa mengurangi penderita ataksia agar tidak semakin memburuk keadaannya. Yasmina itu kuat, dia bisa melawan tubuhnya saat ada penyerangan di sekolah kamu. Jadi kita berharap kalau dia akan baik-baik saja setidaknya dalam sepuluh tahun ke depan!"

"Pa! Aku boleh nemenin dia nggak nanti waktu dia tes?"

"Serius mau nemenin dia?" Yusuf awalnya kaget dengan pertanyaan putranya itu.

"Serius, Pa! Emangnya mukaku kayak lagi bercanda apa?" Javier ngambek mendengar ayahnya itu justru balik bertanya padanya.

"Kamu itu belum boleh keluyuran lho! Kok udah mau nemenin Yasmina!" Yusuf tertawa melihat bagaimana anaknya itu ngotot ingin menemani Yasmina.

"Nggak keluyuran, Pa! Kan nemenin Yasmina!"

"Kamu suka ya sama dia?" goda Yusuf.

"Apa sih, Pa? Kan aku cuma mau nemenin doang! Papa, ih!"

"Iya, iya boleh! Tapi sekarang kamu tidur! Nanti papa bangunin kalo udah waktunya Yasmina tes!"

"Beneran ya?"

"Iya! Udah, buruan tidur!"

Tanpa banyak bertanya dan protes lagi, anak laki-laki yang sebentar lagi berusia tujuh belas tahun itu memilih posisinya yang nyaman untuk tidur. Sang ayah hanya geleng-geleng melihat tingkah putranya.

***


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login